HUKUM

Kasus Penipuan Rp 1 Miliar (Bag-I), Benarkah Sidang Paimin Berjalan Sesuai Etika Hukum?

 

MEDAN (podiumindonesia.com)- Reformasi hukum. Begitulah yang kerap terdengar di telinga. Bahkan, hukum di atas segalanya. Pun sayang, kadang hukum bisa juga diperjualbelikan. Meski sedikit ‘samar’, namun secara kasat mata hal itu tampak di Pengadilan Negeri (PN) Medan, belum lama ini.

Ya, tepatnya pada Rabu (6/3/2019) kemarin. Adalah persidangan dengan menghadirkan terdakwa Paimin alias Amin. Pria 42 tahun turunan Tionghoa yang tinggal di Perumahan Somerset Blok C-18, Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal tersebut duduk di kursi pesakitan. Sidang beragenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kadlan Sinaga dengan majelis hakim diketuai Syafril Batubara.

Paimin sendiri merupakan terdakwa kasus penipuan senilai Rp 1 miliar. Jalannya sidang memang seperti biasanya. Nah, terpantau saat itu sedikit ganjil. Biasanya terdakwa mengenakan pakaian tahanan berwarna merah. Sedang terdakwa Paimin mengenakan pakaian bebas, laiknya orang biasa. Benarkah masa hukuman Paimin sudah berakhir? Kembali pertanyaan tersebut mengemuka. Dan yang tak biasa yakni, pada persidangan sebelumnya JPU adalah Jacky Situmorang, tapi saat pembacaan tuntutan jaksa penuntut umumnya Kadlan Sinaga.

Dan tak habis pikir sidang digelar pada sore hari. Seolah, kabar tersiar, gelaran sidang sore hari untuk menghindari langkah cepat para kuli tinta. Begitulah terpantau sekalangan jurnalis di PN Medan.

Terlepas terdakwa Paimin mengenakan baju bebas, JPU diganti dan sidang pada sore, namun pastinya terdakwa dituntut tiga tahun penjara.

Tuntutan yang dibacakan Kadlan Sinaga menyebutkan bahwa terdakwa terbukti melakukan penipuan dan penggelapan miliaran rupiah dengan bonus investasi.

Sebagaimana dikonfirmasikan kepada Jaksa Penuntut Umum, Jacky Situmorang yang dari awal menyidangkan perkara ini, toh membenarkan terdakwa Paimin sudah keluar dari tahanan. Tetapi bukan ‘dibebaskan’ melainkan bebas demi hukum. Apalagi, kata Jacky, masa penahanan terdakwa telah habis.

Sebelumnya di dalam dakwaan JPU menerangkan terdakwa berhasil membujuk korbannya Satria Purnama untuk menanamkan investasi di CV Anugrah Jaya Perkasa yang merupakan milik terdakwa. Mengumbar janji keuntungan besar sekira 7 persen perbulannya membuat Satria Purnama tergiur.

Untuk menyakinkan perjanjian tersebut terdakwa membuat ikatan kerjasama di Kantor Notaris Ai Pinem.

Selain itu terdakwa menjamin dana yang diinvestasikan kepadanya bisa ditarik oleh pemiliknya tanpa adanya potongan. Dengan iming-iming tersebut membuat Satria mentransferkan uang sebesar Rp 1 miliar ke rekening Bank Mandiri dengan nomor rekening 105-00-0798888-8 yang merupakan milik terdakwa pada 4 Juli 2017 lalu.

Ternyata, meski telah berhasil meraup uang Rp 1 miliar dari Satria, nyatanya terdakwa kembali menghubungi untuk tambahan modal. Akan tetapi Satria tak punya uang sehingga menghubungi Wilson Pasaribu, rekannya agar bersedia menanamkan investasi jualbeli CPO di perusahaan terdakwa.

Seiring berjalannya waktu, Wilson pun tertarik dan kemudian menghubungi istrinya Elfrida Megawati Silitonga (dalam laporan terpisah).

Selanjutnya, diadakan pertemuan di Jalan Timor Medan. Pada pertemuan itu, Elfrida tertarik menanamkan modal Rp 2 miliar dengan dua kali transfer. Di situ terdakwa menjanjikan keuntungan sebesar 5 persen setip bulanya.

Mulai Agustus 2017 hingga Februari 2018, terdakwa ada melakukan transfer keuntugan kepada Satria sebesar Rp 70 juta setiap bulan dengan total uang diterima Rp 490 juta. Entah apa musabab, pembayaran terhenti seketika. Hal yang sama juga terjadi kepada Elfrida yang baru menerima keuntungan Rp 560 juta.

Kemudian terdakwa mulai menghindar dengan alasan pihaknya merugi dan berjanji mengembalikan uang keduanya dengan total Rp 3 miliar. Rupanya janji tinggal janji, terdakwa terus menghindar dan akhirnya Satria membuat pengaduan kepada pihak kepolisian dan kemudian menangkapnya.

Untuk kasus ini terdakwa dijerat melanggar Pasal 378 sub Pasal 372 KUHPidana. Dari kasus tersebut muncul pertanyaan. Apakah ‘melenggangnya’ Paimin dibenarkan secara hukum! Atau memang ada temuan ‘cacat’ menurut pandangan hukum. PODIUM akan mengulaskan di edisi berikut menyoal ‘Bebasnya Paimin Dari Kacamata Pengamat Hukum’. (syahduri)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button