PEMILIHAN Presiden pada 2014 masih membekas di hati. Meski telah berlalu empat tahun tapi bukanlah hal yang mengagetkan. Dua kontestan bertarung. Yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla (53.15%) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (46.85%).
MEDAN (podiumindonesia.com)- Nah, Jokowi-JK dipastikan menang saat itu. Kini, tepatnya 17 April 2019, pertarung kedua dimulai. Mencari RI-1 jilid ke-2. Pasalnya, lagi-lagi Jokowi dan Prabowo duduk sebagai kontestan. Mirisnya empat tahun itu, Prabowo didukung tujuh partai politik. Yakni Partai Gerindra, Golkar, PPP, Demokrat, PAN, PKS dan PBB.
Sedangkan Jokowi hanya mengantongi lima partai, PDI-P, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI. Hanya saja, walau didukung tujuh parpol, Prabowo-Hatta Rajasa tumbang, Jokowi-JK pun melenggang.
Lepas empat tahun lalu kondisi parpol berbalik. Dulu (2014-red) cuma didukung lima parpol, sekarang Jokowi mendapat mandat sembilan pengusung. Yakni PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, PKB, PPP, PSI, PKPI, Perindo dan Hanura.
Prabowo sendiri menuju pemilihan 2019 hanya mengantongi empat parpol. Adalah Gerindra, PKS, PAN serta Demokrat. Peta politik pun beralih. Jokowi menjatuhkan pendampingnya pada Ma’ruf Amin sang mantan Ketua MUI.
Untuk Prabowo memilih Sandiaga Salahuddin Uno yang juga kader Partai Gerindra plus Wakil Gubernur DKI. Sempat tersiar sebelumnya kalau Jokowi bersama Mahfud MD. Malah kabar beredar Mahfud MD sempat berkoar di televisi dan setuju menjadi Jokowi.
Namun sayang niat tulus Mahfud MD tertepis di detik-detik terakhir. Bagitu juga halnya Prabowo yang dikatakan telah mendapat restu dari ijtima ulama bersama Salim Assegaf atau pun ustadz Abdul Somad.
Tepat sehari jelang pendaftaran (10 Agustus), Prabowo angkat bicara. Ijtima ulama tertampik dan mantan Danjen Kopassus itu memilih Sandiaga Uno. Alasan Prabowo memilih mantan Wakil Gubernur DKI itu, tidak ingin memecah belah umat Islam.
Karena sedari awal kubu Prabowo menggadang-gadang berdampingan dengan ulama sebagai wakilnya. Drama dua kontestan telah terpecahkan. Selanjutnya memasuki tahap pemeriksaan kesehatan, pekan kemarin.
Menariknya, usai kedua kandidat mendapat pendamping, tiga lembaga polling melakukan survei. Setidaknya ada 3 akun twitter dengan jumlah follower banyak yang melakukan voting untuk memilih pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin atau Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hasil voting di 3 akun twitter itu menunjukkan bahwa pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin kalah telak melawan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Voting di akun twitter IndonesiaLawyersClub @ILC_tvOnenews diikuti 110.259 pemilih, hasilnya memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terhadap Jokowi-Ma’ruf Amin.
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meraih dipilih 63 persen pemilih, sedangkan Jokowi-Ma’ruf Amin hanya dipilih 26 persen pemilih, dan 11 persen pemilih memilih golput.
Sedangkan voting di akun twitter radio elshinta @RadioElshinta masih terus berjalan dengan jumlah pemilih sampai saat ini sudah sebanyak 27.574 pemilih.
Dari pemilih sebanyak itu, 80 persen memilih Prabowo-Sandiaga Uno, sedangkan yang memilih Jokowi-Ma’ruf Amin hanya 20 persen saja.
Berikutnya akun twitter musisi Iwan Fals @iwanfals juga membuat voting serupa, dan hasilnya memperlihatkan Jokowi-Ma’ruf Amin kalah telah dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
@iwanfals menyingkat Jokowi-Ma’ruf Amin menjadi JokMar, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menjadi PraSan. Sampai saat ini voting di @iwanfals sudah diikuti 45.626 pemilih.
Hasilnya, PraSan memperoleh 67 persen suara, sedangan JokMar hanya memperoleh 27 persen suara. Sisanya sebanyak 6 persen adalah yang memilih golput.
Sekretaris Jenderal PKPI Verry Surya Hendrawan yang merupakan salah satu parpol pendukung Petahana menyebut sembilan partai politik pendukung Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019, menamai koalisinya dengan sebutan Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Keputusan nama KIK, kata Verry, sudah disepakati oleh partai pendukung Jokowi dan merupakan kelanjutan dari kontestasi Pilpres 2014 dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
“Ini berfokus hanya kepada kerja, kerja, kerja, demi kemakmuran dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia,” ucap Verry.
Bagaimana pandangan pengamat politik menyangkut dua kontestan mendatang? Apa yang menjadi plus minus dari kedua pasangan ini?
Pengamat Politik CSIS Arya Fernandes menilai pasangan Prabowo-Sandiaga mempunyai keuntungan. Sandiaga dinilai elite politik dan generasi baru dari kalangan pengusaha.
“Plusnya saya kira, Sandi membawa suatu pembaharuan politik dan komposisi pasangan calon ini. Dia (Sandiaga) membawa generasi baru, elite politik Indonesia dari kalangan pengusaha profesional yang memilih masuk politik praktis, Wagub DKI,” ucap Arya.
Selain itu, Arya menyebut Sandiaga mudah beradaptasi dengan pemilih milenial. Sandiaga juga dinilai mudah memahami karakter pemilih pemula.
“Kemudian karena memiliki elite politik yang baru, dia mudah beradaptasi dengan perubahan politik yang terjadi misal meningkatnya pemilih milenial. Jadi, karena dia lahir dari generasi baru, ia akan mudah beradaptasi dengan pemilih milenial. Kemudian dia juga memahami karakter pemilih muda,” jelas Arya.
Lebih lanjut, ia menilai Prabowo akan mengubah narasi kampanye tanpa menyinggung keagamaan. Sebab, Jokowi mempunyai pasangan tokoh agama KH Ma’ruf Amin.
Menurut amatannya, tiga koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga mempunyai pengalaman di Pilkada serentak. Elite politik mereka di daerah sangat solid.
“Dukungan parpol 3 ini memiliki pengalaman dalam koalisi tingkat lokal misal Jawa Barat, Kalimantan dan lainnya. Mereka punya pengalaman dalam koalisi elite tingkat lokal sudah punya pengalaman melakukan kampanye, mereka soliditas tinggi,” jelas Arya.
Minus Prabowo-Sandiaga, Arya menilai pasangan ini harus bisa mengubah narasi kampanye. Termasuk penamaan koalisi partai politik yang tidak menggunakan keagamaan.
“Kalau narasi masih tentang agama misalnya dimulai penamaan koalisi, kalau gunakan narasi agama tidak akan efektif. Karena Jokowi narasi agama lebih kuat, Pak Ma’ruf keagamaan lebih kuat,” jelas Arya.
Terhadap pasangan Jokowi-Ma’ruf, Arya menilai ada kekhawatiran dalam isu keagamaan. Sehingga Jokowi memilih Ma’ruf dalam Pilpres 2019.
“Sebelum masa penetapan ini saya melihat ada kekhawatiran Pak Jokowi terkait isu keagamaan. Jadi Jokowi khawatir isu politik identitas akan menggerus suaranya, kekhawatiran itu kemudian diterjemahkan dengan pertemuan elite ormas Islam dan roadshow pesantren,” ucap Arya.
Di sisi lain, Arya mengatakan Jokowi mempunyai kekhawatiran politik identitas sejak aksi 212. Adanya KH Ma’ruf Amin, maka Jokowi tidak mudah diserang dengan isu negatif atau politik identitas.
“Jokowi sejak aksi 212 khawatir adanya politik identitas makanya Pak Ma’ruf selain karena adanya usaha Jokowi akomodasi kepentingan parpol, ada parpol tidak sepakat Mahfud tapi cara Jokowi agar isu negatif berbasis politik identitas tidak ampuh bisa menyerang Jokowi,” tutur Arya.
Minus terhadap Jokowi-Ma’ruf, Arya menjelaskan adanya tantangan baru pasangan ini jika Prabowo tidak menggunakan narasi agama. Apabila Prabowo mengubah narasi kampanye, maka Ketum MUI itu tidak diperhatikan pemilih.
“Kalau Prabowo merubah narasi kampanye, tentu posisi Ma’ruf kurang diperhatikan pemilih,” kata Arya.
Selain itu, Arya menyebutkan partai politik Jokowi-Ma’ruf akan lebih fokus pemilu legislatif daripada Pilpres. Sedangkan partai politik pengusung Prabowo-Sandiaga akan fokus Pilpres karena mesin partainya sudah solid.
“Selain itu adalah mesin parpol karena ini diusung banyak parpol misal di PDIP, parpol akan fokus pemilu legislatif. Dari sisi Prabowo akan solid memenangkan Pilpres karena posisi elektoral masih jauh dan mesin parpol akan solid,” tutur dia
Siapa yang akan menang, Politik Rasional atau Politik simbol? Menurut sejumlah pengamat, lagi-lagi faktor Sandiaga Uno menjadi unsur yang paling menentukan. Sandi punya potensi besar untuk ditampilkan sebagai “sosok ideal” generasi milenial. Ia pintar, kaya, tampan, gagah, religius, setia istri. Modal tampilan fisik ini tidak dimiliki pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Kubu Prabowo diprediksi akan melakukan usaha habis-habisan untuk menampilkan sosok Sandi sebagai “model ideal generasi milenial” dan “wajah masa depan Indonesia baru”. Dengan potensi yang ada pada diri Sandi, tentu ini bukan hal yang sulit. Apalagi, kubu ini diperkuat dengan kehadiran AHY. Maka, tidak heran, saat berfoto di KPU, Prabowo minta dirinya diapit oleh AHY dan Sandi Uno. Ini tampilan cerdas. Bisa dipahami, mengapa Prabowo tidak merespon celaan-celaan yang bertubi-tubi diarahkan politisi demokrat pada dirinya, seperti dikatakan sebagai Jenderal kardus dan sebagainya.
Jokowi pun tampak semakin piawani dalam memainkan kata-kata. Jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2014. Di KPU, Jokowi secara terbuka memuji Prabowo dan Sandicmenyebut mereka sebagai putra-putra terbaik bangsa. Ini juga tampilan cerdas, yang menarik simpati.
Jadi, kalau begitu, siapa yang akan menang dalam Pilpres 2019? Perjalanan masih panjang. Yang jelas, tampaknya, kita akan menyaksikan kontestasi politik yang menarik. Biasanya, selama ini, politik simbol lebih mudah menarik simpati, ketimbang politik rasional. Tetapi, dua-duanya tidak bisa ditinggalkan, jika ingin memenangkan kontestasi politik.
DR Adhian Husaini, Pengasuh Pondok Pesantren Attaqwa Depok menyatakan, yang jadi coretan tentang Pilpres ini, jangan dianggap serius dan terlalu dipercaya.
“Kalau boleh, saya juga ingin urun rembuk, bahwa menang kalah itu adalah ‘Keputusan Allah’. Yang menang akan mendapatkan amanah yang sangat berat. Yang kalah, lebih ringan amanahnya,” kata dia di salah satu media ternama di negeri ini.
Dalam rumus keilmuan Islam, jika mau menang, maka ikutilah rumus dari Allah. Gunakan konsep keilmuan dalam Aqaid Nasafiyah, bahwa ada 3 sumber ilmu, yaitu panca indera, akal, dan wahyu. Ketiga potensi itu harus dipadukan secara harmonis. Yang akan menang adalah yang sabar dan taqwa serta bersih jiwanya. (QS 3:123-125, juga 91:9-10).
Yang jelas, sebagai bangsa Indonesia, kata Adhian Husaini, semuanya berharap yang menang nanti adalah yang lebih baik, dan akan bersungguh-sungguh dalam mewujudkan kebaikan (kemaslahatan) bagi rakyat dan negara Indonesia.
“Tentu kita paham, bahwa saat ini bangsa kita sedang menghadapi masalah yang sangat berat dan kompleks. Maka, kita berharap, para pemimpin bangsa itu mampu merumuskan konsep pembangunan yang luar biasa hebat, yang tidak biasa-biasa saja! Dan jangan merasa mampu menyelesaikan masalah bangsa, dengan tanpa memohon pertolongan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa! Amin,” tandasnya. (PI/NT)