Home DAERAH 900 Desa Bermasalah Termasuk Langkat

900 Desa Bermasalah Termasuk Langkat

56
0

JAKARTA (podiumindonesia)- Kucuran  Dana Desa yang digelontorkan pemerintah bukan untuk pejabat daerah atau setingkat pemangku jabatan. Tapi dana umat itu diberikan demi mensejahterakan masyarakat di pedesaan. Namun nyatanya niat baik pemerintah berbanding terbalik dengan kondisi yang terjadi di lapangan saat ini.

Seperti diulas PODIUM beberapa edisi sebelumnya menyangkut dugaan penhyelewengan Dana Desa di Kabupaten Langkat. Menurut Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa H Jaya Sitepu pada Mei lalu, besaran Pagu DD (APBN) TA. 2017 berjumlah Rp 192.863.623.000, Besaran Pagu ADD (APBN) TA. 2017 berjumlah Rp 136.112.154.200 dan besaran hasil pajak (BPHRD TA. 2017 berjumlah Rp 3.505.085.000.

Dari jumlah tersebut, secara total besaran Dana yang dikucurkan untuk 240 desa di Langkat berjumlah Rp 332.480.862.200. Sesuai dengan realisasi pencairan sesuai Permenkeu No.56 tahun 2016 (DD) dan Perbup No. 10 tahun 2017 (APBD) tahap 1 disalurkan 60% dengan rincian DD (Rp 115.718.173.800 dan ADD Rp 81.667.292.520).

Dari situ terlihat bahwa setiap desa memperoleh Rp 1 miliar lebih. Hanya saja hasilnya masih jauh dari harapan. Malahan, sempat PODIUM menelaah kasus perkasus temuan dugaan ‘subahat’ Dana Desa. Seperti halnya indikasi penyalahgunaan dana pembangunan Pos Kamling, sosialisasi Barang dan Jasa serta Perpustakaan Desa.

Namun sayangnya, ketika hasil temuan itu dikonfirmasi, Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMDK) H Jaya Sitepu tak memberi menjawab.

Sedangkan telusur PODIUM saat itu, gelar sosialisasi Barang dan Jasa yang diadakan di salah satu di Medan, tercium aroma konspirasi korupsi. Pasalnya, setiap Kepala Desa (Kades) harus mengucurkan dana Rp 9,5 juta untuk mengikuti sosialisasi Barang dan Jasa tersebut.

Nah, di situ terungkap dugaan kongkalikong dan merugikan negara Rp 1,2 miliar. Begitu juga halnya Perpustakaan Desa. Anggaran Rp 12 juta perdesa yang diambil dari Dana Desa. Lagi-lagi terpantau PODIUM dari enam desa bahwa lemari Perpustakaan Desa yang terpapar hanya berisi buku-buku tentang hukum. Rata-rata berisi 40 buku yang ditaksir bernilai Rp 250 ribu setiap bukunya.

Kejanggalan dari kasus ini adalah, tidak adanya buku tentang sejarah, agama dan ilmu pertanian/peternakan. Padahal selayaknya buku tersebut harus berada di dalam lemari Perpustaan Desa. Malah, seorang pejabat desa bilang, pengunjung Perpustakaan Desa hanya aparatur kantor desa saja.

“Ngak ada yang mengunjungi (Perpustaan Desa) dari warga sini. Ya itu tadi, karena isi di lemari Perpustakaan Desa kita cuma ada pelajaran tentang ilmu hukum. Padahal yang diharapkan warga desa kita buku-buku pertanian, atau peternakan dan lainnya. Saya rasa ini cukup aneh,” tukas aparatur desa tersebut.

Sebagaimana kejanggalan temuan PODIUM menyangkut penggunaan Dana Desa di Kabupaten Langkat, seolah dengan instruksi Presiden Jokowi pada 5 Oktober kemarin.

Jokowi mengatakan dari 74.000 desa, ada kurang lebih 900 desa yang mempunyai masalah, kepala desanya ditangkap, karena menyelewengkan Dana Desa. Bisa jadi, dari 900 Kades tersebut juga masuk dalam sinyal permainan Kades di Bumi Amir Hamzah ini.

Malah, tudingan ‘main mata’ soal Dana Desa di Kabupaten Langkat tak hanya berkutat di Kepala Desa saja. Tapi juga mengarah pejabat pejabat Pemkab Langkat beserta pihak ketiga. Terlepas dari sorotan tajam terbitan PODIUM, Presiden Jokowi kembali mewarning agar Dana Desa tidak disalahgunakan.

Sejak pertama kali digelontorkan pada 2015, pemerintah sudah mengucurkan dana desa sebanyak Rp 127,74 triliun. Dana tersebut sudah diterima 74.910 desa dengan rincian pada 2015 sebesar Rp 20,76 triliun, 2016 Rp 49,98 dan 2017 Rp 60 triliun.

Dikatakan Jokowi, setiap desa pada tahun pertama kira-kira dapat Rp 300 juta, tahun kedua Rp 600 juta, tahun ketiga Rp 800 jutaan.

Menurutnya, dana sebesar itu kalau tidak bisa memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa, itu pasti ada yang salah. Untuk itu, Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan, bukan hanya aparat, tapi yang paling penting masyarakat semuanya mengawasi agar Dana Desa betul-betul mempunyai manfaat bagi masyarakat yang ada di desa-desa.

Jokowi juga menekankan agar Dana Desa itu hanya mutar di desa. Jangan sampai ketarik lagi ke pusat atau ke Jakarta. Presiden Jokowi mencontohkan, kalau membangun embung misalnya, gunakan 100 persen bahan-bahan yang ada di desa itu, tenaga kerja 100 persen dari desa itu. Dia meminta jangan membawa kontraktor dari kota untuk mengerjakan ke desa.

“Uang jangan sampai keluar di desa itu, keluar dari kecamatan, kuncinya ada di situ. Yang gede-gede bagiannya pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan kabupaten,” ucap dia.

Sementara itu, kewenangan desa untuk mengelola dana Rp 1 miliar dinilai oleh peneliti Pusat Kajian Anti korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim, membuat perangkat desa gagap. Sebab, sejauh ini belum banyak desa yang memiliki rekam jejak dalam mengelola dana dengan jumlah yang besar.

Besarnya kucuran dana desa membuat KPK punya tugas besar mengawasinya. Semakin besar dananya, semakin besar pula kemungkinan penyalahgunaannya.

“Kamu bayangkan, Rp 120 triliun itu bisa bikin apa? 120 km MRT tuh, Rp 1 triliun 1 km. besar sekali. Makanya KPK memperhatikan betul,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

 

Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya bakal lebih mengetatkan sistem pengawasan penyaluran dan penggunaan dana desa agar dapat lebih dirasakan manfaatnya. Selain itu, pemerintah akan menyederhanakan sistem pelaporan penggunaan dana desa agar tidak malah menjadi rumit dan justru memberatkan masyarakat.

“Kita juga akan lakukan simplifikasi pelaporan dana desa. Pelaporan yang berkali-kali juga tidak menghasilkan output yang baik atau kinerja yang baik juga,” tandasnya. (PI/Tim)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here