Beranda OPINI Kehidupan Rakyat Langkat Dari Zaman Ke Zaman (OLEH: RUSDI MUHAMMAD)

Kehidupan Rakyat Langkat Dari Zaman Ke Zaman (OLEH: RUSDI MUHAMMAD)

164
0

17 JANUARI 2019. Tercatat HUT salah satu daerah di Sumatera Utara. Ya, tepat lima hari ke depan merupakan hari jadi Kota Langkat ke-269.

Penetapan hari jadi Langkat berdasarkan seminar yang berlangsung di Stabat, 20–24 Juli 1994. Dalam rentang sejarah yang panjang tersebut kehidupan rakyat Langkat mengalami pasang surut.

Bagaimana kondisi kehidupan rakyat Langkat di zaman Sultan berkuasa? Menurut bahasa tutur dari orang-orang tua terdahulu, setiap tahun Sultan Langkat mengeluarkan zakat dan sedekah dengan mengumpulkan seluruh rakyat di masjid atau istana pada malam 27 Ramadhan.

Kepada rakyat yang datang diberikan uang F 2,5 perorang. Di zaman itu uang segitu cukup membeli beras 50 kati, ya kalau dirupiahkan sekarang berangkali sekitar Rp 300.000.

Menjelang hari raya Idul Fitri Sultan menyembelih ratusan ekor sapi yang dagingnya dibagikan kepada rakyatnya. Bagi puak melayu di zaman itu kebun mereka luas termasuk sawah dan ladang. Mereka menjadi tuan tanah di kampung halamannya.

Kini semua itu tinggal masa lalu menjadi cerita pelipur lara karena tanah-tanah pusaka habis terjual berpindah kepemilikannya kepada etnis pendatang dari pulau jawa di zaman penjajahan Belanda sebagai kuli kontrak.

Berkaitan dengan hari-hari besar Islam seperti Ramadhan kesultanan Langkat memberikan sumbangan ke masjid-masjid berupa makanan dan minuman untuk masyarakat yang melaksanakan sholat tarawih dan tadarus.

Selain itu memberikan sedekah kepada masyarakat miskin ketika menjelang Idul Fitri. Kekayaan Sultan Langkat turut dinikmati oleh rakyatnya.
Meskipun dimasa kesultanan Langkat kehidupan masyarakat berkasta-kasta.

Ada golongan bangsawan. Golongan bangsawan keturunan raja-raja dikenal dengan gelar sultan, tengku dan datuk. Ada golongan rakyat jelata hidupnya sederhana sebagai petani dan profesi lainnya.

Masyarakat keturunan bangsawan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bersekolah, menjadi pegawai kerajaan, menjadi juruan dan penghulu kampung. Dengan jabatan yang disandang mereka hidup berkecukupan dibandingkan raktyat jelata hidupnya sederhana dan bersahaja.

Meski pun demikian rakyat biasa juga bisa hidup mewah bila dekat dengan kekuasaan. Mereka adalah tuan-tuan tanah dan orang-orang kepercayaan sultan. Kalau zaman sekarang ini berangkali dapat dikatakan mereka itu ring pertama dari kekuasaan dengan bahasa lain panglima talam.

Di zaman demokrasi dengan pemberian otonomi, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat menjelma menjadi bagaikan laksana raja-raja kecil di daerah kekuasaannya. Sepertinya tak jauh beda kehidupan masyarakat Langkat dizaman pemerintahan kesultanan dengan republik.
Penguasa yang dipilih langsung oleh rakyat membangun dinasti. Proyek pembangunan dikusai oleh mereka yang berada di lingkaran kekuasaan apakah sebagai balas budi atau kedekatan hubungan keluarga dengan sang pengusaha.
Tragisnya lagi, putra daerah yang tak punya akses dengan penguasa nasibnya seperti pribahasa tikus mati di lumbung padi.
Selain itu kawasan hutan bakau di pesisir pantai Timur Langkat terus menerus diekspolatasi oleh pengusaha berduit dan petani berdasi.

Hutan bakau tempat sumber mata pencaharian masyarakat pesisir beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit. Masyarakat setempat tidak lagi bisa mencari kepiting sebagai asupan gizi dan untuk menambah sumber pengasilan keluarga. (***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini