Beranda OPINI Wabah Politik Dinasti Juga Tumbuh & Berkembang Di Langkat (OLEH: RUSDI MUHAMMAD)

Wabah Politik Dinasti Juga Tumbuh & Berkembang Di Langkat (OLEH: RUSDI MUHAMMAD)

121
0

POLITIK dinasti belakangan ini terus menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat Indonesia tak terkecuali di Kabupaten Langkat. Hal ini dikarenakan ada beberapa caleg pada Pileg 17 April 2019 mendatang memasang ayah, anak, adik, kakak rangket. Kalau ayah di DPRD Kabupaten, anak di DPRD Provinsi, adik di DPRD Provinsi, kakak di DPR RI.
Sama pada pileg 2014 lalu ada partai politik di Langkat ini menempatkan ayah di DPRD Provinsi, anak di DPR RI, anak dan besan di DPRD Kabupaten, menantu di DPRD Kota.

Praktik politik dinasti sepanjang era reformasi benar-benar menjadi fenomena. Ini dimulai dari partai politik di DPP. Dinasti politik di DPP juga tumbuh di DPC tak terkecuali di Langkat juga terkena imbasnya.

Beberapa partai politik memasang ayah, anak, besan, menantu adik dan kakak berada di partai yang sama. Mereka ini rangket mungkin dengan pertimbangan mudah manggaet suara dan modal patungan.

Berangkali politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik dijalankan oleh sekelompok orang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indentik dengan kerajaan.

Sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak kemudian kepada saudara lainnya. Agar kekuasaan dan kedudukan tetap berada di lingkaran keluarga.

Politik kekerabatan itu benihnya sudah lama berurat berakar secara tradisional. Yakni sebelum Indonesia merdeka ada kerajaan. Sistem pemerintahan monarcy mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan keluarga. Dan biologis, daripada pertimbangan prestasi.

Undang-undang tak bisa melarangnya karena menyangkut hak hazasi seseorang yang tak bisa dibatasi dan dihalang-halangi. Untuk dipilih dan memilih. Di zaman kerajaan pewarisan kekuasaan ditunjuk langsung, oleh raja sekarang lewat jalur pileg, pilgub, pemilihan bupati dan walikota.

Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Kalau di zman kerajaan ditunjuk langsung kalau sekarang melalui pemilu.

Dinasti politik agaknya tak bisa dilarang dengan Undang-undang? Meski pun dampak negatifnya ada jika makin marak dan berkembang di berbagai pilkada dan pemilu legislatif, maka proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik tidak berjalan.

Jika kepala derah lahir dari dinasti kemungkinan besar, akan kian marak korupsi ekspolatsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN.

Andai kata presiden, gubernur, wali kota, bupati dan kepala desa lahir dari dinasti politik apa bedanya dengan kerajaan? Pada awalnya memang di legeslatif tapi akhirnya bisa berkembang menyentuh eksekutif dan yudikatif.

Jika ini terjadi jelas sangat bertentangan dengan iklim demokrasi yang sedang tumbuh di tanah air kita. Padahal Indonesia adalah Negara kebangsaan bukan sistim pemerintahan kerajaan.

Berlindung di balik HAM hak memilih dan dipilih dilindungi oleh undang-unang dinasti politik tumbuh dan berkembang dinegeri ini. Sehingga bebas partai politik menetapkan ayah, ibu besan, menantu, adik kakak, adik ipar dan kakak ipar menjadi caleg di pemilu legeslatif.

Tak usah disebut masyarakat sudah tau partai mana di Langkat yang begitu. Sepanduk dan baliho besar mereka mengiasi persimpangan jalan rangket ayah dengan anak, adik dengan kakak. (***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini