Home OPINI Sumut Juara…

Sumut Juara…

53
0


SUMATERA Utara juara. Peringkat pertama dalam kasus… (BACA EDISI CETAK PODIUM, 3 FEBRUARI 2019) kepala daerah korupsi, peringkat pertama jumlah aparatur sipil negara (ASN) terjerat tilep duit rakyat, peringkat pertama kota terkotor yakni Kota Medan.

Jempol!! Ya, begitulah isyarat ‘hebat’nya Sumatera Utara alias Sumut. Semua urusan mesti uang tunai (plesetan Sumut) seolah jadi kenyataan. Zaman ke zaman Sumut tetap rangking di seluruh provinsi.

Mirisnya istilah Sumut ‘semua urusan mesti uang tunai’ itu seakan doa. Tercatat selama 13 tahun, sebanyak 50 kepala daerah dikerangkeng komisi pemberantasan korupsi (KPK). Dan, 36 lainnya berasal dari pulau Sumatera.

Dari 36 kepala daerah tersebut, 9 di antaranya kepala daerah Sumut. Terakhir ditangkap KPK adalah Bupati Pakpak Bharat, Remigo Yolanda Berutu (18 November 2018).

Sebelumnya ada Pangonal Harahap (Bupati Labuhanbatu, 13 September 2017) yang juga ditangkap pada tahun 2018 ini. Selanjutnya OK Arya Zulkarnain (Bupati Batubara), Gatot Pujo Nugroho (Gubernur Sumut, 3 Agustus 2015), Raja Bonaran Situmeang (Bupati Tapanuli Tengah, 6 Oktober 2014), Hidayat

Batubara (Bupati Mandailing Natal, 15 Mei 2015), Syamsul Arifin (Gubernur Sumut, 22 Oktober 2010), Ramli Lubis (Wakil Wali Kota Medan, 3 Januari 2008) dan Abdillah (Wali Kota Medan, 2 Januari 2008).

Tak hanya tingkat kepala daerah, Sumut juga menasbihkan diri sebagai juara dalam kasus korupsi terbanyak di ASN. Sekitar 298 ASN Sumut juga tengah ditangani KPK.

Untuk legislator, lagi-lagi Sumut juaranya. Mereka tersangkut kasus suap mantan Gubsu Gatot Pudjo Nugroho. Ada 50 anggota dewan Sumut yang merasakan perihnya dibui KPK.

Terlepas dari kasus korupsi, baru-baru ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa Kota Medan menjadi yang nomor satu. Walau tak menyangkut korupsi tapi Kota Medan merupakan kota terjorok se-Indonesia.

Catatan buruk ini merupakan peringatan bahwa ‘jangan bermain api’ untuk masalah yang gono-gini. Dari kasus perkasus yang terpapar tak lepas dari peran perpolitikan. Pasalnya, main politik juga terpaksa main duit.

Mengumpulkan dana dari cukong-cukong kaya dengan janji proyek miliaran rupiah, bahkan sampai triliunan. Ujuk-ujuk bisa mengembalikan modal saat pesta demokrasi digelar, toh malah dibidik KPK dan akhirnya jadi pesakitan.

Main politik banyak yang rakus. Rakus akan jabatan, rakus materi dan segalanya. Tak memikirkan dampak tapi lebih kepada kejumawaan. Bermain di dua kaki dalam politik, pun tak bisa aman. Risikonya lebih besar dan tak sertamerta selamat dari mata-mata KPK. (***)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here