MEDAN (podiumindonesia.com)- Cerita tragis Zakir, yang dalam dakwaan memiliki narkoba 4,9 gram, ternyata belum usai.
Mengenakan lobe putih dan baju kaos biru, Zakir masih menuntut keadilan di depan majelis hakim dipimpin Sri Wahyuni Batubara pada sidang lanjutan pembacaan pledoi atas dirinya.
Dengan gamblang Zakir mengisahkan dia berangkat ke Malaysia untuk menghindari kasus yang menerpanya. Pun kata dia, bahwa kasus yang menerpanya saat ini sama sekali tak benar.
Sampai di negeri jiran itu, Zakir terus memantau masalah istrinya. Dari informasi yang diperolehnya kalau dirinya akan dimusnahkan alias ditembak mati.
“Mendengar itu saya langsung berpikir tentang nasib anak-anak saya yang masih kecil. Lalu saya kembali ke Indonesia dengan tujuan Jakarta untuk meminta bantuan dan perlindungan hukum dari Partai Nasdem. Dan lagian saya memang kader Partai Nasdem,” terangnya.
Di Jakarta Zakir menginap sementara di tempat sepupunya yang berada di Kemayoran. Rencananya akan ke kantor DPP Nasdem.
“Tapi orang bersangkutan yang saya temui tidak di tempat dan saya disuruh untuk kembali pada hari Senin,” singkatnya mengawali cerita.
Namun apes, sebelum hari Senin, tepatnya pada Sabtu (saat itu-red), tim Polrestabes Medan dibantu Polsek Kemayoran melakukan penangkapan terhadap dirinya.
Pada saat itu salah seorang petugas dari Polrestabes Medan mengatakan kepadanya ‘kali ini nasibmu telah habis, tinggal menunggu untuk kau dihabisi di sini’.
Lalu petugas menggeledah rumah yang didiaminya sementara. Kemudian Zakir diinapkan di salah satu hotel. Setelah dapat perintah, kemudian Zakir digiring ke kamar atas. Di sana, akunya, tangan
kanan diborgol ke kaki kiri dan tangan kiri diborgol ke kaki kanan, Zakir pun disiksa dan dianiya. Sekujur tubuhnya lebam-lebam.
“Dari perbincangan mereka (petugas-red), saya tahu salah satu dari mereka adalah spesialis penembak mati. Seorang petugas lainnya mendekati saya dan
berkata supaya saya tidak banyak membantah. Dengan maksud agar kasus yang menimpa istri dapat dibantu. Esoknya barulah saya diboyong ke Medan,” imbuhnya.
Nah, sampai di Medan, Zakir dibawa ke tempat ‘Weisten’ dan tidak dibawa ke Polresta Medan. Pasalnya, saat itu kasus yang menimpa Zakir masih akan dikembangkan oleh petugas.
“Jika saya dituding sebagai pemasok barang di wilayah Kampung Kubur, Jalan Mangkubumi, Jalan Polonia, Masjid Taufik, itu sama sekali tidak sesuai fakta yang terjadi di kehidupan saya. Karena ekonomi rumah tangga dan usaha saya sudah dalam keadaan pailit. Saya sampai menggadaikan emas saya di dua tempat. Bahkan saya dapat info emas yang saya gadaikan pun telah dilelang. Malahan rumah saya sudah saya gadaikan ke Bank BRI,” urainya.
Dari pledoi di atas, Zakir memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan dirinya dari segala
tuntutan.
“Sekali lagi saya katakan saya tidak berbuat sebagaimana yang dituduhkan JPU. Saya punya anak tiga yang masih kecil-kecil, dan pastinya membutuhkan figur seorang ayah untuk membimbing
mereka. Malahan salah satu anak saya berusia 7 tahun sampai sekarang tak sekolah. Dalam hal ini bukan hanya saya yang ingin dihancurkan tetap ketiga anak-anak saya,” tandasnya berharap kepada hakim agar mempertimbangkan isi pledoinya itu. (pi/syahduri).