SIDIKALANG (podiumindonesia.com)- Aksi menolak keberadaan tambang PT DPM (Dairi Prima Mineral) di wilayah Kecamatan Silima Pungga-Pungga kembali dilakukan beberapa lembaga masyarakat. Seperti For Dairi, Yayasan Petrasa, Persekutuan Diakonia Pelangi Kasih (PDPK), Bakumsu dan Jatam dan perwakilan masyarakat dari daerah kosensi tambang, Senin (26/8/2019) pagi.
Untuk aksi kali ini cukup unik dan menarik perhatian beberapa warga sekitar, karena dilakukan ditengah persawan milik warga, di Desa Kentara, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi. Mereka bersama-sama membentangkan baliho berupa kain warna hitam berukuran 10 x 5 meter, bertuliskan “Tolak tambang PT DPM ditanah rawan gempah”.
Sebelum melakukan orasi dan meneriakan yel, yel tolak tambang, mereka terlebih dahulu menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Indonesia Tanah Air Beta dan ditutup dengan doa bersama. Dalam orasinya, Duat Sihombing dari Yayasan Petrasa menyampaikan bahwa aksi yang dilakukan sebagai bentuk penolakan masyarakat terhadap investasi tambang yang sangat rawan dan dapat memicu terjadinya gempa di Kabupaten Dairi. “Karena Dairi berada di titik patahan gempa renun,” ujarnya
Mengapa aksi dilakukan di sawah..? Dikatakan Duat, pasanya satu-satunya yang mampu menghempang perusahaan tambang ini adalah pertanian. Hampir 90 persen masyarakat Dairi hidup dari pertanian dan wilayah kerja tambang ini tepat berada di hutan, ladang dan pemukiman yang menompang air untuk persawahan dan konsumsi masyarakat di sekitar lokasi tambang.
“Dan yang lebih penting dari isu ini adalah masyarakat tidak bisa hidup dari kegiatan penambangan PT DPM. Masyarakat nantinya hanya akan menerima dampak buruk dari kehadiran PT DPM,” sebutnya.
Menurut Duat masyarakat akan kehilangan sumber air, lahan pertanian serta akan terjadi komplik sosial antar masyarakat dan masyarakat dengan perusahaan tambang. Potensi pertania harus menjadi prioritas untuk kesejahteraan masyarakat di daerah tambang. “Kita tidak bole kehilangan hasil pertanian, seperti durian, coklat dan padi serta hasil pertanian lainnya. Keberadaan tambang hanya akan menghancurkan lahan pertanian masyarakat, sedangkan hasil tambang hanya dinikmati segelintir orang,” ujar Duat.
Sementara Hapsy Sihombing dari For Dairi menyampaikan, kegiatan ini sebagai bentuk ekpresi masyarakat dengan kehadiran perusahaan tambang. Kabupaten Dairi terkenal dengan industri pertaniannya, jadi seharusnya pemerintah melinduginya, bukan malah mendukung industri-industri yang merusak dan sangat rakus terhadap lahan pertanian.
“Kehadiran tambang sangat membutuhkan lahan yang sangat luas, sehingga akan mengambil lahan-lahan pertanian pertanian warga yang selama ini tempat usaha untuk menghidupi keluarganya,” kata Hapsy.
Sementara Sarah Naibaho dari PDPK mengungkapkan, kehadiran tambang akan membawa kesengsaraan kepada masyarakat dan merusak lingkungan, karena diperkirakan ratusan hektar hutan lindung akan rusak ekosistemnya dan lahan pertanian warga akan hilang. “Keberadaan tambang akan menjadi bom waktu di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Dairi, terutama di Kecamatan Silima Pungga-pungga. Karena selain akan menghilangkan sumber mata air, keberadaannya juga akan mencemari air disekitar lokasi tambang,” pungkasnya. (pi/gun)