MEDAN (podiumindonesia.com)-
Satu persatu komplotan bajing loncat ini telah menjalani hukuman sesuai vonis hakim. Namun sayang, sang big bos disebut-sebut bernama Ahenk masih melenggang tak tahu rimbanya. Ya, warga turunan Tionghoa itu masuk daftar pencarian orang (DPO) kepolisian. Apakah Ahenk sengaja ‘menumbalkan’ si anak buah? Ataukah Ahenk ‘disembunyikan’!
Pertanyaan itu mencuat ke permukaan. Apalagi diketahui bahwa Ahenk adalah bos mafia yang disinyalir punya pundi tebal, sehingga dugaan-dugaan itu menjadi tanda tanya besar.
Nah, terlepas dari status DPO-nya Ahenk, Selasa (9/4/2019), Pengadilan Negeri (PN) Medan kembali memonis salah satu anak buahnya. Yakni Susanto alias Agam Jenggot. Jalannya persidangan yang dipimpin majelis hakim diketuai Jamaluddin menjatuhkan hukuman kepada Susanto selama 3 tahun penjara.
Susanto dinyatakan terbukti melakukan penghadangan dan pencurian terhadap truk trailer dengan muatan karet sebanyak 700 bal milik CV Prima dan PT Darmasindo Inti Karet.
Hal memberatkan bagi terdakwa Susanto bersama Samsul dan Muslim (keduanya telah dihukum) bersama Amri, Amri Pacul, Agam, Topan, Imran, dan Gobal serta otak pelaku Ahenk (DPO) telah merugikan kedua perusahaan sebagai pemilik muatan senilai Rp1,2 miliar.
Sesuai nota dakwaan, aksi komplotan bajing loncat berhasil menghadang truk trailer BK 8709 BH warna biru muda yang dikemudikan Suhendra. Kemudian setelah truk dikuasai langsung dibawa menuju Jalan Megawati, Binjai.
Selanjutnya isi karet yang ada di dalam truk tersebut dijual kepada Heru. Usai merampas lalu mereka berbagi hasil penjualan.
Merasa aman aksi mereka belum diketahui polisi, Gobal mengajak terdakwa untuk menemui Heru di Belawan. Setelah bertemu dengan Heru lalu menyerahkan bagian terdakwa hasil dari pencurian bal karet sebanyak 700 bal tersebut sebesar Rp12.000.000,- sedangkan Amri Pacul dan kawannya Imran, Topan dan Muslimin, masing-masing mendapat bagian Rp8.000.000.
Untuk Samsul Bahri Als Samsul mendapat bagian sebanyak Rp10.000.000. Dalam kasus ini terdakwa dijerat pasal 365 ayat (2) ke- 2 KUHP.
Setelah membacakan putusan, terdakwa menyatakan menerima putusan. Sementara penuntut umum, Abdul Hakim Sorimuda Harahap menyatakan pikir-pikir karena sebelummya menuntut terdakwa selama 4 tahun penjara. (pi/syahduri)