Beranda HUKUM & KRIMINAL Catatan SAhdAR Akhir Tahun 2024 : Pemberatan Korupsi Tanpa Penegakan Hukum, Peradilan...

Catatan SAhdAR Akhir Tahun 2024 : Pemberatan Korupsi Tanpa Penegakan Hukum, Peradilan Tidak Bebas dalam TahunTahun Politik

131
0

MEDAN (podiumindonesia.com) – Korupsi di Indonesia masih menjadi persoalan mendesak, terutama di tahun-tahun politik. di mana pengawasan terhadap kekuasaan sering kali dipolitisasi. Jumlah kasus korupsi yang terungkap terus meningkat, namun diimbangi dengan proses penegakan hukum yang efektif.

Lucu nya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) malah mendapatkan penghargaan “Juara Satu” dalam penindakan kasus korupsi oleh KPK. Penghargaan ini diberikan karena
Kejati Sumut dipandang berhasil menyelesaikan kasus korupsi yang menjadikan Sumatera Utara menduduki Provinsi dengan jumlah perkara korupsi terbanyak se-Indonesia, disusul
Jawa Timur dengan 141 perkara, dan Sulawesi Selatan di posisi ketiga dengan 120 perkara korupsi disepanjang tahun 2024.

Dalam satu tahun terakhir, dari 153 perkara yang sudah diajukan tesebut, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai potensi kerugian negara di Sumatera Utara akibat korupsi meningkat sangat besar menjadi Rp1.058.273.950.880 Triliun. Sementara, di tahun sebelumnya, kerugian keuangan negara akibat korupsi di Sumatera Utara hanya mencapai angka Rp152 Miliar.

Dari jumlah tersebut ditemukan banyak pelaku yang berasal dari berbagai sektor, termasuk Aparatur Sipil Negara, Kepala Daerah selaku Pejabat Publik, Legislatif, hingga Pegawai di level Desa. Sektor Dana Desa, Infrastruktur, Pendidikan, dan Kesehatan tercatat sebagai area yang paling rawan terhadap tindak korupsi.

Meski lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian aktif menangkap pelaku dan melakukan penuntutan, terdapat kasus korupsi besar di Sumatera Utara yang diduga berjalan dengan perlakuan istimewa. Seperti halnya terdakwa atau tersangka yang
tidak ditahan.

Beberapa kasus yang tercatat diantaranya adalah kasus korupsi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat, kasus korupsi PPPK di Kabupatern Mandailing Natal dan kasus korupsi PPPK Kabupaten Batu Bara, kasus alih fungsi Hutan Lindung Suaka Marga Satwa Karang Gading, Langkat Timur Laut, di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat yang pernah diinvestigasi oleh Klub Jurnalis Investigasi (KJI)Sumut dengan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp787,17 Miliar. Keempat kasus
ini menunjukkan ketimpangan hukum dan tidak tegaknya penegakan hukum dalam kasus korupsi.

 

Lebih lanjut, vonis yang diberikan kepada para pelaku sering kali tidak mencerminkan keadilan, sebab masih ditemukan hukuman ringan untuk kasus korupsi yang tergolong dalam
tindak pidana korupsi kerugian berat. Contohnya kasus korupsi pengalihan lahan Hutan Tele, Kabupaten Samosir, yang dilakukan oleh Terdakwa Waston Simbolon mantan Camat Harian (Mantan Sekda Kab. Samosir) dengan kerugian Rp32 Miliar yang hanya divonis 1 Tahun 6
Bulan Penjara. Hal ini mengindikasikan lemahnya penegakan hukum di Indonesia, yang berdampak pada turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum.

Lebih lanjut, indikasi politisasi kasus semakin menguat di tahun-tahun politik. Proses peradilan diduga sering kali terpengaruh oleh intervensi dari aktor politik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, konflik kepentingan antara penegak hukum dan elit kekuasaan mengakibatkan banyak penegakan hukum yang tidak mencerminkan independensi hukum Seperti penanganan rubuhnya pembangunan Gedung Kejari Medan
yang senilai Rp2,4 Miliar, yang kontraktor hanya diminta pengembalian uang dan dugaan Kasus Pembangunan Landscape Kota Medan atau Lampu Pocong yang sampai dengan saat ini masih menjadi permasalahan.

Banyak sumber daya negara yang diduga disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis, seperti pembangunan proyek infrastruktur yang hanya bertujuan menaikkan elektabilitas kandidat tertentu. Dalam situasi ini, hukum sering kali bersifat tebang pilih, memberikan
perlindungan hukum kepada aktor politik tertentu, sementara pelaku lain yang tidak memiliki kekuatan politik dihukum berat. Seperti halnya peran “ciamik” Kejaksaan Negeri Medan yang terjadi dalam kasus pembangunan “lampu pocong” atau kasus Pembangunan Landscape Kota Medan yang gagal total dengan nilai total lost Rp21 Miliar. Alih-alih melakukan
penyidikan Kejaksaan Negeri Medan hanya meminta kontraktor untuk mengembalikan kerugian kontrak tanpa ada penengakan hukum.

Tahun politik juga menunjukkan tren peningkatan kasus korupsi yang melibatkan aktor politik menjelang pemilu, terutama terkait dengan penyelenggaran pemilu. Seperti Kasus
Korupsi Pemerasan Komisioner Bawaslu Kota Medan yang bernama Azlansyah.
Selain itu, indikator sosial dan ekonomi juga menunjukkan dampak korupsi yang semakin meluas, terutama pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin hari semakin tergerus akibat persoalan korupsi. Ketimpangan sosial meningkat, dan banyak kebijakan yang tidak
berpihak pada masyarakat akibat korupsi. Kepercayaan publik terhadap sistem hukum menurun drastis, memperlihatkan krisis kepercayaan yang mendalam terhadap institusi negara.

Dampak paling nyata jika peradilan tidak bebas dalam pemberantasan korupsi adalah kemiskinan. Berdasarkan hasil pemantau persidangan perkara korupsi secara nasional, dapat disimpulkan di tahun 2024 korupsi menjadi tantangan besar yang memperburuk kemiskinan.
Karena terdapat korelasi kuat antara tingginya jumlah perkara korupsi dengan jumlah angka kemiskinan di daerah.

Sementara potensi kerugian negara akibat kasus korupsi di Sumatera Utara hingga Desember 2024 meningkat drastis mencapai angka sebesar Rp1.058.273.950.880 Triliun, naik
signifikan dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah Rp 152 miliar pada tahun 2023.

Langkah Strategis untuk Mengatasi KorupsiMengakhiri siklus korupsi memerlukan reformasi menyeluruh, termasuk Digitalisasi Administrasi : Transparansi melalui data publik dan otomatisasi proses. Memastikan penegakan hukum yang bebas intervensi. Edukasi AntiKorupsi : Mengintegrasikan
pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum dan kampanye publik.
Korupsi tidak hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga memperparah kemiskinan.
Reformasi menyeluruh menjadi satu-satunya jalan untuk memutus rantai korupsi dan memulihkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini