DANA Desa dan atau Alokasi Dana Desa yang diluncurkan pemerintah pusat di seluruh Indonesia jadi buah simalakama bagi kepala desa. Banyak godaan untuk menyalahgunaan anggaran tersebut.
Godaan bisa datang dari dalam diri sendiri, keluarga, dan teman wanita. Berapa banyak kepala desa atau mantan Kades berlabel tersangka korupsi anggaran Dana Desa karena memanfaatkan uang negara untuk berfoya-foya memenuhi kebutuhan mulut, perut dan nafsu syahwat.
Kendati demikian animo masyarakat untuk mencalonkan diri menjadi Kades sangatlah besar. Persaingan untuk memenangkan kompetisi Kepala Desa sama serunya dengan pemilihan kepala daerah bahkan Pilkades rasa Pilpres. Ketokohan saja tidak cukup untuk memenangkan pertarungan memperebutkan kursi kepala desa. Calon Kades harus punya strategi yang tepat untuk merebut hati nurani pemilih.
Tentunya harus terlepas dari uang untuk mendapatkan kekuasaan.
Fenomena yang terjadi Kades harus berurusan dengan hukum setelah mendapat kursi kekuasaan. Untuk tahun ini saja sudah dua kades di Kabupaten Langkat menjadi penghuni hotel prodeo. Mantan Kades Desa Pertumbuhan Kecamatan Wampu terlibat kasus dugaan korupsi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa tahun anggaran 2018, penyalahgunaan anggaran dan pekerjaan fiktif.
Berikutnya Kades Timbang Langkat penyalahgunaan anggaran dan pekerjaan fiktif. Kasus korupsi yang menjerat Kades di Langkat sangat memprihatinkan, apabila dikaitkan dengan visi dan misi bapati Langkat yang ingin menjadikan Langkat relegius.
Kuatnya godaan untuk menyalah gunakan dana ADD desa sepertinya tidak terhindari, manakala hawa nafsu perut,mulut dan syahwat lebih dikedepankan dari pada pengadian kepada masyarakat.
Undang-undang menempatkan Kades diposisi sebagai raja. Kades pengelola anggaran hidupnya ada yang lebih mentereng dari atasannya. Lihatlah waktu pelantikan kemarin. Kades yang dilantik tampil kren. Setelah menduduki kursi Kades dana ADD cair, beberapa kades sulit ditemui warga di kantornya. (***)