LHOKSEUMAWE (podiumindonesia.com)- Ratusan para pedagang di pasar pajak Inpres, Lhokseumawe yang tergabung dalam Solidaritas Pedagang Bersatu (SPB) diikut serta bersama Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR), melakukan demo di kantor Walikota Lhokseumawe, Senin (16/9/2019) pagi.
Pantauan di lapangan, para pedagang dan mahasiswa tiba di kantor walikota sekitar pukul 09.45 WIB. Pendemo mengusung sejumlah spanduk dan poster yang bertuliskan. Aksi ini dipicu terkait adanya penggusuran para pedagang di pajak Inpres sebulan lalu bahkan beberapa permasalahan lainnya di pajak tersebut. Sekita 30 menit, aksi pendemo terlihat disambut Wakil Walikota Yusuf Muhamad didampingi Sekdako Miswar.
Dalam aksi demo tersebut, para pedagang mendesak Walikota Lhokseumawe untuk mencopot Kadis Perindakop yang tidak hadir untuk memberikan solusi di depan akasi para pedagang berdemo. Mereka menilai Kadis Perindakop tidak becus dan meminta kepada pihak penegak hukum untuk mengusut pengutipan retribusi tersebut.
Selain itu mereka meminta kepada DPRK Lhokseumawe segera membentuk Tim Pansus agar menyelidiki indikasi korupsi retribusi. “Bila tuntutan kami tidak diproses, maka para pedagang akan melakukan mogok berjualan di pajak inpres,” teriak koordinator aksi, Sofyan di depan kantor Walikota.
Sementara Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR), menyatakan, persoalan yang dihadapi para pedagang ini merupakan bentuk perhatian para mahasiswa umumnya khususnya SMUR turun hadir mencari jalan keluar dan menuntut keadilan kepada Disperindag, guna menyampaikan aspirasi dengan harapan mampu memberikan solusi.
“Ternyata Disperindag tidak mampu memenuhi aspirasi dari pedagang dalam Surat yang dikeluarkan oleh Disperindag dengan Nomor 5 10/10 35/2019 berbunyi tidak sesuai dengan harapan dari pada aspirasi pedagang,” ujar Korlap Dedi Ismatulah.
Oleh sebab itu, SPB dan SMUR mengecam dan mengutuk pemerintah dan kadisperindag lhokseumawe melalui premanisme yang melakukan tindakan represifitas terhadap pedagang pasar Inpres. Karena tindakan brutal tersebut tidak dibenarkan dalam konstitusi mana pun. Hal ini juga menggambarkan sikap jelas, bahwa selama ini pemerintahan progresif kerakyatan belum terwujud
“Maka selama itu pula pemerintah rezim neoliberal akan terus merampas ruang hidup masyarakat,” paparnya dalam peryataaan sikap tertulis.(pi/yet)