MEDAN (podiumindonesia.com)- Diduga memalsukan akte kepemilikan saham, pengusaha hotel di Medan, Robert Hutahean alias Robert menjalani sidang perdana di ruang Cakra 9, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (29/7/2020).
Sidang yang digelar secara teleconfrence itu dipimpin majelis hakim diketuai Deson Togatorop dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) R Tarigan. Dalam dakwaan dibacakan JPU R Tarigan, Robert Hutahean yang bermukim di Komplek Kota Baru No. 8 Kel. Titipapan, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, ini dituding telah menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akte seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya.
Atas tindakan pria berusia 54 tahun tersebut, pihak rekanan yang sama-sama pemegang saham di bawah naungan PT Berlian Sarana Wisata, yakni Aini Sugoto mengalami kerugian materiil dan immateriil sekira Rp 10 miliar.
Kasus silap salip akte yang dilakukan Robert Hutahean tersebut terungkap pada 13 Juni 2019 lalu. Awal kerjasama kedua belah pihak itu, kata R Tarigan, bermula saat terdakwa Robert Hutahean dengan saksi Aini Sugoto mendirikan Perseroan Komanditer yang bernama CV Berlian Sarana Wisata bergerak di bidang Perhotelan.
Selanjutnya, saksi Aini Sugoto membeli sebidang tanah di Jalan Tengku Amir Hamzah Blok A Nomor 38,40,42,44 – 48, Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan yang di atasnya terdapat empat ruko. Kemudian saksi Aini Sugoto merubah ruko tersebut menjadi Hotel yang diberi nama Griya Hotel Medan dengan kapasitas 36 kamar.
Dan, pada 2008 saksi Aini Sugoto dengan terdakwa kembali membuat Akta Pendirian Perseroan Komanditer (CV) tersebut melalui Notaris Ratna Dewi, SH, M.Kn. Dua tahun berjalan, terdakwa dan saksi Aini Sugoto meningkatkan Perseroan Komanditer (CV ) menjadi Perseroan Terbatas (PT).
“Sehingga terbitlah akte No.10 tanggal 16 September 2011 tentang pendirian PT. Berlian Sarana Wisata dengan jumlah modal dasar sebesar 100 lembar bernilai perlembarnya Rp 1.000.000, sehingga seluruhnya berjumlah Rp 100 juta,” terang R Tarigan.
Bermodal 25 persen saham dari 100 lembar saham tersebut, terdakwa Robert Hutahean memiliki saham sebanyak 12 llembar sebesar Rp 12 juta dan saksi Aini Sugoto sebanyak 13 lembar saham.
Seiring perjalanan waktu, disepakati lagi oleh terdakwa dengan saksi Aini Sugoto tentang perubahan jumlah saham sebagaimana tertuang dalam akta No.11 tanggal 12 Oktober 2011. Isinya menyatakan modal perseroan menjadi 300 lembar dengan nilai keseluruhan Rp 300 juta.
Lalu disetor dana 80 saham, sedangkan sisanya (220 saham) masih disimpan dan akan dikeluarkan oleh Perseroan menurut keperluan modal dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Pada 15 Agustus 2018, mengangkat kembali segenap anggota Dewan Direksi dan Dewan Komisaris sesuai dengan jumlah saham masing-masing.
Namun karena tidak ada tertulis mengenai pembelian saham milik terdakwa sebanyak 8 lembar senilai Rp 8 juta, oleh saksi Aini Sugoto merasa keberatan sehingga konsep kasar tersebut dibatalkan. Nah, barulah pada 16 Agustus 2018 konsep minuta akta No.15 tentang Pemindahan Hak-Hak atas Saham tanggal 16 Agustus 2018 ditandatangani saksi Aini Sugoto.
Sesuai akta perubahan tersebut, maka Direktur dari PT Berlian Sarana Wisata selaku terdakwa sebagai pemilik 24 saham. Sementara saksi Aini Sugoto dalam jabatannya sebagai Komisaris dari PT. Berlian Sarana Wisata memiliki 56 saham. Namun lagi-lagi terdakwa menjual 8 sahamnya dari 24 saham awal. Saksi Aini Sugoto membeli 8 saham terdakwa, dan total memiliki 64 sesuai dengan Berita Acara Rapat akta Nomor 14 tanggal 16 Agustus 2018.
“Serta pemindahan hak-hak atas saham akte No.15 tanggal. 16 Agustus 2018 yang telah ditanda tangani terdakwa serta telah membubuhkan cap Jempol tangan Kiri dan Kanan terdakwa yang diterbitkan oleh Notaris Ratna Dewi, S.H.,M.Kn,” ungkap R Tarigan.
Karena sejak berdirinya PT Berlian Sarana Wisata (2011-2019) terdakwa tidak pernah membuat laporan keuangan, sehingga pada 27 Mei 2019 saksi Aini Sugoto meminta agar diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS ) Luar Biasa sekaligus meminta pertanggung jawaban keuangan perusahaan. Hanya saja, RUPS yang digelar 10 Juni 2019, saksi Aini Sugoto meninggalkan rapat yang dilaksanakan di Lantai V ruang Meeting Griya Hotel Medan Jalan Tengku Amir Hamzah.
Dengan alasan, saksi Aini Sugoto menganggap Irfandi, Darsono Sormin, Syahrial, serta Fanny Putri Manurung yang menjabat sebagai Staf Human Resources Departemen, tidak layak ikut dalam RUPS tersebut. Bahkan saksi Aini Sugoto meminta agar dibuat kembali RSPS sesuai aturan yang berlaku.
Mirisnya, saham PT Berlian Sarana Wisata yang disimpan berjumlah 220 lembar tersebut tanpa sepengetahuan saksi Aini Sugoto telah dijual oleh terdakwa Robert Hutahean kepada saksi Irfandi sebanyak 70 lembar, Darsono Sormin sebanyak 20 lembar, dan kepada Syahrial ada 10 lembar.
Anehnya, niat menjual 220 saham yang tersimpan sama sekali tak pernah ditawarkan kepada saksi Aini Sugoto selaku Komisaris dan pemegang saham mayoritas pada perusahaan tersebut. Terdakwa Robert Hutahean juga seolah ‘mengesahkan’ RUPS sebelumnya dengan susunan Wakil Direktur dijabat Irfandi, Darsono Sormin sebagai Komisaris dan Syahrizal sebagai anggota dan demikian pula saksi Aini Sugoto jadi anggota.
Usai RUPS yang dianggap sepihak tersebut, pada 13 Juni 2019, terdakwa Robert Hutahean mendatangi kantor Notaris Gordon Eliwon Harianja, S.H di Jalan Amal Luhur No.24 Lingkungan II, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan untuk meminta dibuatkan Akta Penegasan RUPS Luar Biasa PT. Berlian Sarana Wisata sesuai dengan hasil rapat pada tanggal 10 Juni 2019.
Nyatanya, ada perbedaan Akta Berita Acara Rapat Nomor. 14 tanggal 16 Agustus 2018 yang dipergunakan oleh Robert Hutahean dengan yang berada pada Notaris saksi Ratna Dewi, SH, M.Kn (sebagai arsip).
Pada Akta Nomor. 14 yang diserahkan pada terdakwa Robert Hutahean tertulis masa berlakunya kepengurusan berakhir pada tanggal 08-06-2023, dan tidak terdapat klausul yang tidak dituliskan yaitu memberikan persetujuan kepada terdakwa untuk menjual sebahagian sahamnya (8 lembar) saksi Aini Sugoto,
“Sedangkan yang ada pada saksi Aini Sugoto tertulis masa berlakunya kepengurusan berakhir pada tanggal 05-07-2023 dan ada klausul yang menyatakan bahwa Tuan Robert Hutahean sejumlah 16 (enam belas) lembar dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp 16 juta,” beber R Tarigan.
Dengan demikian akibat perbuatan terdakwa tersebut yang memberikan Akta No.14 tanggal 16 Agustus 2018 tidak sesuai dengan isi akta sebenarnya.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 266 ayat (2) KUHPidana dan Pasal 263 ayat (2) KUPidana,” pungkasnya. Sidang lanjutan dilaksanakam pekan depan. (pi/win)