MEDAN (podiumindonesia.com)- Belum usai kisah Ir M Suhairi, mantan PPK Proyek Pengerjaan EPC IPA Martubung PDAM Tirtanadi yang dituntut 12 tahun dan denda Rp 500 juta oleh penuntut umum, di Cakra 9, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, kemarin.
Kini cerita bergulir dari kuasa hukumnya, Suhermanto. Kepada wartawan, kemarin usai sidang, Suhermanto yang akrab disapa Herman ini menyatakan bahwa kliennya dizholimi penuntut umum atas tuntutan 12 tahun penjara.
“Kita sangat terkejut atas tuntannya dan kita merasa dzholimi, jadi ini (tuntutan 12) preseden bagi kita ke depannya untuk terus mengawal hukum yang berjalan selama ini,” katanya.
Pastinya, Suhermanto menyatakan keberatan atas tuntutan jaksa terhadap kliennya. “Itu kan proyek lumpsum dan jelas jaksa telah merubah isi kontrak dari lumpsum dengan harga satuan” ujar Suhermanto.
Bahkan Herman bilang tuntutan 12 tahun yang diterima kliennya merupakan hal yang sangat luar biasa. Soal langkah yang dilakukan, Suhermanto mengakui akan melakukan pledoi terhadap kliennya selaku terdakwa.
Seperti diberitakan, Tim Penuntut Umum Kejari Belawan menuntut Mantan PPK Proyek Pengerjaan EPC IPA Martubung PDAM Tirtanadi, Suhairi dan Staff Keuangan Kso Promits-Lju Flora Simbolon masing-masing selama 12 tahun penjara dalam persidangan terpisah yang berlangsung di Cakra 9, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan.
Selain hukuman penjara kedua terdakwa dikenakan membayar denda sebesar Rp 500 juta atau digantikan kurungan badan selama enam bulan apabila tidak membayarnya semenjak putusan dinyatakan inkrah. Khusus untuk Flora Simbolon, penuntut umum Tipikor Kejari Belawan mewajibkan membayar uang pengganti Rp 16 miliar setelah dikurangi dari sisa uang pembayaran atau retensi sebesar Rp 2 miliar dari total uang pengganti Rp 18 miliarlebih atau diganti dengan kurungan badan selama enam tahun bila tidak membayarnya.
Kedua terdakwq terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 18 miliar dari total nilai proyek Rp 58 miliar. Dalam tuntutan yang dibacakan penuntut umum Tipikor Kejari Belawan Heri dkk, menyatakan bahwa keduanya terbukti melanggar pasal 2 UU Tipikor jo pasal 55.
Selain memanipulasi laporan proyek pembangunan yang seolah-olah selesai 100 persen. Masih menurut penuntut umum ada keganjilan dalam kontrak saat pelelangan kontrak harga satuan namun dalam pelaksanaan lumpsum.
Penuntut umum menilai bahwa Suhairi seharusnya tidak melanjutkan proyek saat penyerahan kewenangan dari Hamdani kepada dirinya. Begitu juga seharusnya selaku PPK melengkapi kekurangan dari temuan PPHP, dan hal yang sama juga kepada pihak penyedia jasa untuk melengkapi kekurangan.
Ketua majelis hakim Sapril Batubara memberikan waktu sepekan kepada penasehat hukum masing-masing terdakwa. (syahduri)