Home BERITA UTAMA Dugaan Kredit Fiktif (1): Disidang, Nama Boss Property Di Medan Disebut, Canakya...

Dugaan Kredit Fiktif (1): Disidang, Nama Boss Property Di Medan Disebut, Canakya Rengkuh Duit Rp 39,5 M Dari Bank BTN

61
0
Sidang Canakya Suman yang digelar secara video confrence di ruang Cakra 7 PN Medan.

MEDAN (podiumindonesia.com)- Modusnya mengagunkan sertifkat. Jumlahnya tak sedikit, ada sekira 93 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Anehnya, SHGB tersebut bukanlah nama yang bersangkutan. Melainkan masih nama atau milik orang lain. Pertanyaanya, mengapa pihak Bank BTN menerima agunan tersebut? Dan, apakah hal tersebut dibenarkan?

Namun pastinya kasus dugaan penggelapan dan penipuan atas peminjaman kredit di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan telah memasuki ranah hukum. Bahkan telah digelar beberapa persidangannya. Kali ini, Jumat (27/11/2020) di ruang Cakra 7, Pengadilan Negeri Medan, beragendakan mendengarkan keterangan terdakwa, Canakya Suman.

Sidang secara video conference (online) dipimpin majelis hakim T Oyong. Dalam keterangannya, pria 40 tahun membenarkan agunan tersebut berupa 93 SHGB. Hanya saja, SHGB yang dibelinya dari pengusaha property Kota Medan, Mujianto tersebut belum balik nama.

“Selaku debitur, saya meminjamkan kredit konstruksi untuk membangun perumahan di Komplek Graha Helvetia. Nilai pinjamannya Rp 39,5 miliar dengan jaminan 93 SHGB milik saya yang saya beli dari Mujianto,” ucap terdakwa Canakya.

Direktur PT Krisna Agung Yuda Abadi (KAYA) ini pun mengaku sudah melunasi 48 dari 93 SHGB ke pihak BTN. Hanya saja, cara pengambilan SHGB yang sudah dilunasi tersebut melalui notaris Elvira dan staf notaris bernama Sulianto alias Pak Lek atas arahan pihak BTN. 

“Saya membeli dari Mujianto dan mengagunkan ke BTN. Sertifikat belum balik nama dan masih nama Mujianto. Sebagian sudah saya tebus. Ada 48 SHGB yang sudah saya tebus ke pihak BTN. Dengan cara saya deposit kan uang saya ke ATM dan secara otomatis auto debit,” bebernya.

Syaratnya, kata Canakya, adalah surat permohonan penebusan sertifikat yang ditujukan ke BTN. Rp 515 juta per satu sertifikat. BTN tidak ada mengeluarkan sepucuk surat pun dan hanya mengarahkan ke notaris untuk pengambilan SHGB yang sebelumnya jadi agunan.

Awalnya, cerita Canakya, sejak tahun 2014 proses peminjaman uang tersebut, kondisi kredit tidak ada masalah. Tapi pada akhir 2017 menuju awal 2018, pembayaran kredit ada kendala. Terkait pengambilan 48 SHGB yang telah dilunasi.

Canakya mengatakan setelah mendapat arahan dari pihak BTN, lalu ia menemui notaris Elvira. Dan setelah itu ia diarahkan untuk berurusan dengan Pak Lek, staf notaris. 

“Ada beberapa kali kami bertemu di Cambridge dan setiap pertemuan saya kasih Pak Lek 100 ribu,” ucapnya.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, lalu majelis hakim mengagendakan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nelson dari Kejatisu pada 01 Desember 2020 mendatang. (red-bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here