GEBANG (podiumindonesia.com)- Program padat karya penanaman mangrove (PKPM) oleh Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Provsu dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN) di masa pandemi Covid-19 di Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat, menjadi perhatian dan sorotan masyarakat.
Bukan tanpa alasan. Pasalnya, masyarakat merasa khawatir berdasarkan pantauan setiap pulang dari penanaman mangrove di sepanjang sungai Gebang dengan bot (sampan bermesin) bermuatan penumpang yang over kapasitas alias berlebih muatan. Sedangkan jarak penumpang bersentuhan satu sama lain. Dan ini disangsikan menciptakan klaster baru penyebaran virus pandemi Covid -19 di Langkat dikarenakan tidak mengikuti protokol kesehatan.
“Kita sebagai masyarakat harus berhati hati, selain membahayakan nyawa penumpang bisa menenggelamkan bot akibat penumpang yang berlebih. Seharusnya di bawah BPDASHL Provsu mengimbau kepada pemdamping mau pun kelompok serta masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan, tetap menjaga keselamatan mengingat hingga saat ini aktivitas kerumunan masa dihindarkan. Lihat aja hingga hari ini Bupati Langkat membatasi ASN masuk kantor,” ujar Erwin Ginting (55) masyarakat setempat, Rabu (11/11/2020).
Ungkapan berbeda juga disampaikan Herman alias Komo (42) warga setempat. Pengusaha udang ini mengatakan sangat bersyukur dengan adanya program padat karya tanam mangrove Presiden RI Joko Widodo ditangani tiga kementrian pusat Jakarta ini. Namun BPDASHL meskinya mengetahui kejanggalan kelompok yang menangani penanaman mangrove. Terkait dua permasalahan satu keberadaan kelompok Selingkar Jaya terkesan dikesampingkan.
“Padahal ini adalah tanah ulayat Selingkar yang didapat diserahkan oleh Kesultanan Langkat sama seperti Besilam terang menjadi perhatian serius bagi juriat Tuan Hakim Selingkar,” beber Herman alias Komo.
Untuk yang kedua menjadi perhatian masyarakat, tanah pesisir mana lagi yang di tanami kelompok ini. “Seingat kami di Pasar Rawa ini ada 50 hektar kalau tidak salah saya yang sudah di tanamin baik sebelum Gubernur Bapak Edy Rahmayadi datang maupun sesudah Gubernur datang tepatnya di Terusan Panjang Dusun Kelantan Desa Pasar Rawa. Artinya apa ini dimasukkan juga dalam usulan kelompok ke BPDASHL,” ungkap Abu Sopyan (58), tokoh agama setempat menyambung pembicaraan.
Menurutnya, kelompok penanam mangrove harus transparansi dalam hal ini terlebih program Presiden Jokowi Presiden RI terang ini memakan biaya milyaran rupiah. “Jadi masyarakat jangan main main terlebih ini untuk anak cucu kita nantinya, masyarakat ingin mendapat penjelasan berapa jumlah dan harga bibit,gaji masyarakat, bambu, pondok, sewa bot dan lainnya,” tegas Abu Sopyan.
Parma Sidabutar mengaku sebagai perwakilan/anggota kelompok LPHD (Lembaga Pemeliharaan Hutan Desa) Pasar Rawa ketika dikonfirmasi terkait kekhawatiran masyarakat mengatakan, untuk seperti pekerja di sampan rencana disiapkan baju pelampung.
Sambung Parma, untuk kelompok Selingkar Jaya LPHD sudah menggandengnya untuk penanaman di Pulau Selingkar, namun sebagai maaukan sebaiknya Selingkar Jaya lebih melegalitaskan kelompoknya sampai tingkat Kementerian LHK.
“Agar kedepan status kelompok terdaftar di Kementerian LHK harus diakui memang Selingkar adalah tanah ulayat. Untuk diketahui LPHD bertugas untuk penanaman saja sesuai petunjuk BPDASHL,” terang Parma.
Terkait terusan panjang yang ditanyakan, Parma menjelaskan, akan menyampaikan hal ini ke LPHD. “Untuk harga masyarakat tidak ada hak menanyakannya karena itu bukan gawe masyarakat,” tutur Parma mengelak. (pi/sahrul)