LANGKAT (podiumindoenesia.com)- Berkaca dari kasus ‘pencaplokan’ lahan milik Kesultanan Serdang yang dikuasai BUMN, itu harus diantisipasi sedini mungkin. Apalagi saat ini sejengkal tanah sangat berarti. Untuk itu perlunya rasa senasib sepenanggungan di antara keluarga Kesultanan, dan tak terkecuali yang ada di Kabupaten Langkat.
Hal ini diungkapkan tokoh masyakat Langkat, H Tengku Zainuddin Kelana kepada kru media ini, di Wampu, Jumat (21/7/2023). “Pihak Kesultanan Serdang melalui Tengku Sri Maharaja Serdang Hermansyah telah membuka langkah baik bagi keluarga Kesultanan yang ada di Sumut untuk bisa mendata ulang aset yang selama ini dikuasai oleh pihak-pihak tertentua, ya termasuk pengakuan dari pemerintah. Untuk itu diperlukan rasa bersatu di antara generasi Kesultanan, termasuk yang ada di Langkat ini,” sebut HT Zainuddin Kelana yang akrab disapa Ayah Din.
Nah, yang disayangkan setelah (pencapolokan) itu terjadi, baru para Kesultanan ‘berisik’ dan saling klaim. Hendaknya, lanjut Ayah Din, hal-hal tersebut bisa diantisipasi, kalau memang seluruh keluarga Kesultanan bersatu.
“Intinya, seluruh keluarga Kesultanan terkhusus di Langkat harus bersatu. Supaya jangan sembarang orang mengklaim tanah Kesultanan miliknya. Sekarang saja bisa kita lihat, banyak dari keluarga Kesultanan yang seolah jadi ‘penonton’ di tanah pewaris orangtuanya,” imbuhnya.
Ayah Dian yang dikenal konsen dalam peningkatan budaya Melayu ini tak memungkiri bahwa para mafia tanah ‘bermain’ sedemikian rupa untuk mencaplok hak waris Kesultanan. Para mafia tanah bahkan tak segan-segan melakukan segala hal untuk dapat menguasai lahan yang jelas-jelas bukan milik mereka.
“Artinya di sini bahwa para mafia tanah kerap menggandeng BPN. Harusnya itu tak mungkin terjadi kalau saja para pewaris Kesultanan bersatu mempertahankan haknya,” tegas Ayah Din yang juga mantan pengurus MABMI ini.Secara tegas pula Ayah Din meminta ahli waris menyelamatkan tanah Kesultanan Langkat.
Diketahui baru-baru ini Tengku Sri Maharaja Serdang Hermansyah menyebut bahwa tanah di lokasi Sport Center sekitarnya di Desa Sena Kabupaten Deli Serdang dan lahan KNIA adalah milik Kesultanan Serdang.
“Semua peristiwa yang terjadi saat ini pasti ada sejarahnya yang telah terukir, persoalannya ada beberapa pihak yang tidak menginginkan sejarah itu diungkap ke publik apalagi menyangkut kekuasaan dan kekayaan,” sebut Tengku Sri Maharaja Hermansyah kepada waretawan, Senin kemarin.
Bahkan, kata dia, jangankan lahan Sport Center, lahan yang dikuasai Angkasapura Kuala Namu Indonesia Airport (KNIA) dulunya milik Kesultanan Serdang di bawah wilayah Kerajaan Ramunia.
“Tetapi bukti sejarah berbentuk Makam didalam lokasi pagar Bandara yang terkenal dengan nama Makam Keramat Udang yang merupakan Makam Tuanku Tunggal (Tengku Sri Maharaja Ke-I), jika bisa dibongkar pasti akan dibongkar agar tidak terungkap sejarahnya,” sindirnya.
Dulunya, ulas Tengku Sri Maharaja Serdang ke-VII ini, sebelum masuk bagian wilayah Republik Indonesia, di atas Lahan Bandara KNIA dan Sport Center sekitanya merupakan lahan milik Kesultanan Serdang yang berbentuk perkebunan. Lahan itu dikelola (disewa) oleh perusahaan milik Pemerintahan Kesultanan Deli yang bernama NV Senembah Mascapai.
“Ada namanya perkebunan Ramunia, Perkebunan Panara, Perkebunan Sena, Tumpatan Nibung dan lain-lain, sedangkan untuk para pekerja perkebunannya, pihak Kesultanan Deli bekerjasama dengan pihak Pengusaha Belanda memakai tenaga kerja berasal dari pulau jawa,” serunya.
“Walau sebenarnya Kesultanan Serdang memiliki data wilayah tersebut, tetapi para pihak yang ingin menguasai lahan tersebut tetap bertahan mengatakan bahwa tidak ada lahan Tengku dan Datok karena saat ini zaman Pemerintahan Republik Indonesia dan bukan zaman Pemerintahan Kerajaan,” tutupnya.
Diketahui bahwa lahan KNIA dan Sport Center sekitarnya masuk dalam wilayah Lembaga 4 orang Besar dan informasi yang didapat dari Tengku Sri Maharaja bahwa selain membahas tentang Pemerintahan Adat Kesultanan Serdang, Lembaga 4 orang besar juga akan membahas lahan-lahan yang telah dirampok orang-orang, perusahaan mau pun pemerintah. (red)