SULIT untuk jujur. Padahal jujur itu salah satu kunci sukses. Sifat jujur telah ditanamkan dalam diri kita sejak dini. Berhasil karena jujur patut diacungi jempol. Dan kalah mengakui secara jujur juga lebih tinggi derajatnya.
Namun sekarang, apalagi masa-masa pemilihan umum ini banyak yang tak jujur. Jujur terabaikan dan lebih mementingkan klaim. Pun kadang berbuah kesengsaraan tapi masih terus dilakukan.
Malu akui kejujuran kepada manusia ketimbang sama Tuhan nya. Inilah manusia. Sulit mengakui kejujuran. Demi merengkuh tampuk kepemimpinan semua dilakukan.
Kata-kata jujur dikesampingkan. Dibuang jauh-jauh hanya karena nafsu duniawi. Dibenci Tuhan, lebih memilih disayang setan. Sebab, sifat ketidakjujuran cuma meruntuhkan pahala.
Menafsirkan kejujuran sebagai kemenangan, itu sah-sah saja. Kalau memang benar jalannya. Yang tergambar kini menang dengan berbagai cara curang. Imbasnya kehancuran.
Miris, berbagai drama digelar di panggung pesta lima tahunan. Beli suara lewat rupiah, berjanji di kala meminta, seolah patron menang atas dasar kejujuran.
Sungguh jujur jarang tampak di permukaan. Hanya berucap bla…blaa…lalu bertingkah ala kadarnya. Berkeringat, berpeluh, menang, itulah yang diharapkan. Bukan mengklaim tanpa rasa kejujuran. (***)
