
Ketua Majelis Hakim Jarihat menanyakan kalau tidak memiliki izin apakah bisa memiliki, Ahli menjawab tidak bisa hal ini tentunya bertolak belakang bahwa soal kepemilikan belum bisa dikategorikan pidana sebelum ada perubahan dalam UU No.12 Tahun 1951 dan tidak bisa dari Perkap.
Bahkan Hakim Anggota, Tengku Oyong juga memaparkan soal keahlian. T Oyong pun mencontohkan ada kasus korban meninggal karena ditembak, maka yang dibutuhkan Ahli Forensik dan Balistik.
“Di sini kita butuhkan ahli persenjataan yang memahaminya, karena perkara berawal dari tentang kegunaannya dan perizinannnya soal Air Softgun,” ujar saksi Ahli.
Dalam beberapa keterangan yang disampaikan Roky menyebutkan bahwa perkap Nomor 8 tahun 2012 tanggal 27 Februari 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian senjata api untuk kepentingan olahraga tidak menjelaskan tuntutan pidana berkaitan prosedur izin.
“Dalam Perkap (Peraraturan Kapolri) tersebut tidak menyebutkan tentang tuntutan pidana berkaitan soal izin. Apabila memang persoalan izin di sana ada membahas tentang hukumnya, maka hanya berkaitan prosedur administrasi seperti denda,” jelas saksi ahli pidana dari Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta, Rocky Marbun di hadapan majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata.
Namun anggota majelis hakim T Oyong berpendapat, keterangan yang disampaikan oleh saksi hanya mengacu kepada Perkap yang berkaitan tentang kasus senpi ilegal tersebut. T Oyong juga sempat meminta saksi untuk memberikan penjelasan berkaitan hukum pidana sebagaimana bidang ahlinya.
“Kalau hanya mengacu kepada perkap kita bisa tinggal buka-buku saja. Menurut Anda sebagai ahli pidana, apa perbedaan antara keterangan saksi dengan saksi?” sebut T Oyong menguji kredibilitas saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan.
Namun pertanyaan tersebut tak sepenuhnya terjawan oleh saksi ahli yang hanya kembali menjelaskan tentang perkap Nomor 8 tahun 2012 tanggal 27 Februari 2012. “Jadi Anda di sini memberikan hadir untuk memberikan keterangan anda sebagai ahli sesuai keahlian anda, bukan membahas penjang lebar soal itu,” imbuh T Oyong menanggapi keterangan yang disampaikan saksi ahli.
Setelah mendengarkan keterangan Ahli, dilanjutkan keterangan terdakwa Joni. Dalam keterangan itu Joni mengatakan memiliki izin dan ikut club menembak. Diakuinya Air Softgun dibeli pada 2016 dari Indra Gunawan alias Asiong.
Ia berdalih saat penggeledahan oleh Polda Metro Jaya pada waktu itu dirinya gugup dan tak bisa menunjukan izin saat itu. Namun ketika proses pemeriksaan istrinya ada membawa perizinan ke depan penyidik.
Sementara itu sebelumnya, Edy Tuah Saragih dibawah sumpah yang dibacakan JPU menerangkan, Air Softgun tergolong senjata api yang dipergunakan untuk olah raga dan sejenisnya. Namun walaupun demikian pemilik Air Softgun harus memiliki izin.
Apabila tidak memiliki izin menggunakan senjata Air Softgun ini bisa dipidana sesuai PU 20/1960 Jo KEP Kapolri Nomor : SKEP/82/II/2014 JO R/13/I/2005, pengertian senjata api berarti alat apa saja yang sudah terpasang atau pun yang dapat mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dan penyalaan bahan yang mudah terbakar didalam alat tersebut, dan termasuk senjata buatan sendiri seperti senjata rakitan, serta tambahan yang dirancang atau dipasang pada alat demikian. Senjata api tiruan berarti benda apa saja yang serupa dengan senjata api yang layak disangka senjata api termasuk softgun.
Masih dalam kesaksiannya bahwa merujuk keputusan Kapolri Nomor Polisi : SKEP/82/II/2004, tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksaan pengawasan dan pengendalian senjata api Non Organik TNI/Polri bahwa senjata yang menyerupai senjata api (air softgun) senapan angin (air rifle) tersebut termasuk peralatan keamanan yang digolongkan senjata api.
Sebelumnya dalam kasus ini Joni
dijerat Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No.12 tahun 1951.(pi/win/ril)