MEDAN (podiumindonesia.com)- Sidang kasus senjata api ilegal dengan terdakwa Joni warga Komplek Brayan City Kelurahan Pulo Brayan, Kecamatan Medan Barat, kembali digelar di ruang Cakra III Pengadilan Negeri Medan, Rabu (25/11/2020) sore.
Dalam sidang beragendakan tuntutan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejatisu Anwar Ketaren meminta majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun penjara terhadap terdakwa Joni.
“Meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Joni dengan pidana penjara selama 2 tahun,” ujar JPU.
Jaksa menilai terdakwa Joni telah terbiukti bersalah melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.
Usai mendengar tuntutan, ketua majelis hakim Jarihat Simarmata memberikan waktu selambat-lambatnya 14 hari ke depan kepada terdakwa dan kuasa hukumnya untuk menyampaikan pembelaan (pledoi). Majelis hakim kemudian menutup persidangan dan akam dilanjutkan kembali pada pekan depan dengan agenda pembelaan.
Sebagaimana mengutip dari dakwaan JPU Anwar Ketaren disebutkan, bahwa kasus itu bermula pada 7 Februari 2020 sekitar pukul 07.30 WIB, terdakwa digerebek petugas kepolisian di rumahnya.
Saat itu petugas mencurigai terdakwa masuk ke dalam jaringan judi online. Ketika petugas menggeledah rumah terdakwa, petugas menemukan sebuah tas jinjing yang disimpan di dalam lemari.
“Ternyata, tas itu berisi sepucuk senjata Air Soft Gun lengkap dengan tabung gas dan gotri/mimis,” ucap jaksa.
Jaksa menjelaskan, di hadapan petugas terdakwa tidak dapat menunjukkan izin atas kepemilikan dan menyimpan senjata Air Soft Gun tersebut. Terdakwa mengakui bahwa senjata tersebut diperoleh dengan cara membeli dari seseorang bernama Indra Gunawan alias Asiong yang bekerja sebagai pengurus satpam Komplek Brayan City seharga Rp1.500.000, pada tahun 2017.
“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951,” tandas jaksa. (pi/win/ril)