Home EKONOMI Kelapa Oseng & Minyak Ikan Asin (Oleh: ESP PARINDURI)

Kelapa Oseng & Minyak Ikan Asin (Oleh: ESP PARINDURI)

80
0

DULU, masa ’70, ya hingga sekira ’80-an, kita masih ingat sarapan pagi sambal kelapa oseng dengan minyak ikan asin saya. Ditambah lagi nasi panas, walau berasnya, ya..beras catu jatah pegawai negeri sipil. Namun setelah semuanya dicampur, wow nikmatnya luar biasa.

Dan itu dirasakan penulis di masa-masa kelam. Maklum, harga mahal, semuanya barang atau bahan dari catu. Sebelum mengambil beras di gudang yang telah disediakan, terlebih dahulu omak-omak yang suaminya PNS, mendekati si tukang gudang.

Dengan maksud supaya janganlah beras yang dikasi penuh kutu dan padi. Bahkan, setiap omak-omak yang datang ke gudang itu sudah ada ‘calo’ nya yang kerap mencari beras untuk dibawa pulang. Tak lah banyak dikasi kepada si pencari beras bersih di gudang itu, cuma ala kadarnya.

Sampai di rumah, beras terkemas dalam goni jerami dibuka. Lalu dipilah-pilih pakai tampi. Duduk bersama untuk mencari padi dan kutu beras. Nah, kotoran padi dan kutu itu dibuang untuk makan ternak ayam. Pun begitu, toh kita tetap sehat. Makan ala kadarnya, cuma pakai kelapa oseng plus minyak ikan asin.

Seluruh anak-anak sebelumnya juga disuruh duduk bersama. Nasi dijatah, kelapa oseng dan minyak ikan asin juga begitu. Lepas itu barulah berjalan kaki ke sekolah. Ada yang cuma mengenakan sepatu bolong di depannya alias sepatu sudah haus, ada yang mengenakan tas terbuat dari plastik dan ada juga cuma menjinjing dengan tangan.

Namun itu tadi, kebersamaan di tahun-tahun sulit tersebut tak mungkin terlupakan. Adakah yang tak makan saat itu? Sepertinya tidak. Hanya saja lauk pauk yang membedakan. Orang-orang dengan keberadaan mumpuni lauknya begitu nikmat, sudah bisa makan ikan kadang daging. Nah, kalau yang namanya bisa makan daging ayam saja, sudah hebat tenan.

Jangan ditanya uang saku untuk jajan. Seperti biasa, ala kadarnya dan alhamdulillah. Walau serba kekurangan tak ada yang namanya mencuri, maling atau apalah ceritanya. Merasa serba kekurangan membuat orang terkadang (masa) itu takut berbuat dosa. Sebab, yang ditanamkan orang tua adalah akhlak, jujur dan jangan rakus.

Apalagi kendaraan saat itu bisa dihitung dengan jari. Cuma pakai sepeda ontel atau Vespa, itu sudah dianggap elit. Sepanjanga waktu yang berseliwuran di jalan cuma berjalan kaki. Tak perlu malu, sungkan atau apalah, yang penting bisa belajar di sekolah-sekolah negeri. (bersambung-red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here