Beranda DAERAH Kepala Daerah Diberi Kewenangan Tentukan Status Hukum Lahan Eks HGU: Pemda Bisa...

Kepala Daerah Diberi Kewenangan Tentukan Status Hukum Lahan Eks HGU: Pemda Bisa Lakukan Intervensi

3
0

MEDAN – Dari 5.783 hektare (Ha) lahan eks PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di Sumatera Utara (Sumut), 70 persennya berada di Kabupaten Deli Serdang. Saat ini, daerah lahan tersebut tanpa status.

Sebagai pemerintah, Pemerintah Kabupaten (Pemkan) Deli Serdang tidak bisa mengintervensi tanah/lahan itu. Tidak hanya itu, Pemkab Deli Serdang juga tidak bisa membantu ketika warga yang mendiami lahan tersebut terkena bencana, seperti kebakaran, puting beliung, dan lainnya.

Hal ini didasarkan peraturan-peraturan terdahulu sesuai otonomi daerah, baik gubernur, bupati/walikota tidak bisa membuat kebijakan di atas lahan/tanah tanpa status atau Hak Guna Usaha (HGU) yang telah berakhir.

“Sekarang kondisinya, kami (Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan pemerintah daerah lain) tidak bisa membangun wilayah kami sesuai dengan beban yang diterima, yaitu program pembangunan 3 juta rumah, kalau status lahan eks PTPN di Sumatera Utara tidak memiliki kewenangan dan regulasi yang tepat,” kata Wakil Bupati (Wabup) Deli Serdang, Lom Lom Suwondo SS dalam penyampaiannya, pada Kunjungan Kerja (Kunker) Spesifik Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang membahas tentang Pelayanan Pertanahan Dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) Sektor Pertanahan Serta Permasalahan Tata Ruang di Provinsi Sumatera Utara di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Medan, Kamis (3/7/2025).

Persoalan lainnya lagi, warga yang berdiam di lahan-lahan eks HGU PTPN tersebut bersifat nomaden, sehingga sering terjadi kekerasan, kriminal dan menyumbangkan polemik sosial.

Wabup berharap, para kepala daerah mendapat wewenang untuk menentukan status hukum tanah eks PTPN yang HGU-nya telah berakhir. Agar pemerintah daerah bisa melakukan upaya-upaya intervensi, tidak hanya pada lahan, tapi juga warga yang tinggal di tanah tersebut.

“Kami, pemerintah daerah, untuk bisa membangun gedung sekolah, rumah sakit harus membayar atas lahan eks PTPN tersebut, agak sedih juga. Itu keluhan sekaligus masukkan kepada Bapak-Bapak dari Komisi II DPR RI,” keluh Wabup.

Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), M Bobby Afif Nasution menyampaikan konflik agraria di kabupaten/kota di Sumut sampai sekarang masih terjadi dan belum terselesaikan. Konflik tersebut berdampak serius terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat lokal.

“Konflik agraria di Sumut bukan persoalan setahun dan dua tahun. Bahkan bisa dikatakan dalam tahun-tahun politik persoalan agraria ini menjadi janji politik bagi siapa yang mau berkontestasi, dan ini terus bergulir tanpa bisa diatasi,” kata Gubsu.

Lebih jauh dijelaskan, menurut data Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, konflik agraria di Sumut tertinggi secara nasional, mencapai 34 ribu hektare lahan dengan 33 kasus. Dari 33 kasus, 20 konflik terjadi di wilayah perkebunan milik PTPN.

Faktor utama penyebab konflik adalah klaim tumpang tindih antara masyarakat, perusahaan dan hak adat. Selain itu, ketidakjelasan status pasca-berakhirnya masa HGU.

Gubsu berharap, kunjungan Komisi II DPR RI ini bisa ikut membantu penyelesaian konflik agraria di Sumut, dengan melibatkan berbagai pihak untuk penguatan kebijakan dan regulasi yang mendukung percepatan penyelesaian.

Menanggapi keluhan-keluhan itu, Ketua Komisi II DPR RI yang juga Ketua Tim Kunker Spesifik, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda bersama anggota DPR RI lainnya, berjanji akan memyampaikannya ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Keuangan, agar persoalan ini bisa mendapat solusi.

“Ini menjadi salah satu tugas Komisi II DPR RI, kami akan fasilitasi seluruh pemerintahan daerah di Sumut dengan Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan. Insya Allah, niat baik kita bersama terselesaiakan permasalahan di Sumut,” harapnya.

Di kesempatan yang sama, Kepala Kanwil BPN Sumut, Muhammad Sri Pranoto menyampaikan, untuk menyelesaikan konflik agraria di Sumut diperlukan transparansi penuh dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, baik kabupaten/kota.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini