Home HUKUM Korupsi PDAM Tirta Rp1,9 M, Eks Walkot Tj Balai Ditegur Majelis Hakim

Korupsi PDAM Tirta Rp1,9 M, Eks Walkot Tj Balai Ditegur Majelis Hakim

38
0
Mantan Walikota Tanjung Balai saat memberi kesaksian di Pengadilan Tipikor PN Medan.



MEDAN (podiumindoonesia.com)- Ketua Majelis Hakim Tipikor Ahmad Sayuti menegur kelima saksi termasuk mantan Wali Kota Tanjung Balai, Thamrin Munthe dalam persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi di PDAM Tirta Kualo, Tanjung Balai yang merugikan negara Rp1,9 miliar dari total anggaran Rp11 milliar pada APBD 2015.

Kelimanya memberikan kesaksian atas ketiga terdakwa yakni Direktur PDAM Tirta Kualo, Zaharuddin, PPK PDAM Tirta Kualo Herianto serta Direktur PT. Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing, yang mana dalam kasus ini tidak dilakukan penahanan.

Dalam persidangan tersebut, Ahmad mempertanyakan alasan dari Thamrin yang menandatangani persetujuan penyertaan modal untuk PDAM Tirta Kualo pada akhir tahun. Ada pun penyertaan itu selain meningkatkan pelayanan dengan Pembangunan Water Treatment Plant (WTP) III dan Pemasangan Pipa Distribusi Utama Sepanjang 600 M di Lokasi WTP Beting Semelur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Kota Tanjung Balai yang berasal dari 2012, 2013 dan 2014.

Menjawab pertanyaan majelis hakim, Thamrin menyatakan kalau itu sudah persetujuan dewan mau pun dari SKPD. Mendengar itu majelis mempertanyakan kenapa harus di penghujung, biasanya di awal tahun. Lalu dengan singkat ia menjawab secara teknis mengaku tidak memahaminya.

“Lho kenapa bisa begitu. Anda kan pimpinan, jadi beginilah akibatnya terjadi pengerjaan yang tidak sesuai pengerjaannya,” sebut Majelis Hakim.

Meski tak banyak informasi didapat dari Thamrin, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan Ketua PPTK Yudil Heri Nasution bersama dua anggotanya Syarifuddin serta Selamat Riadi serta Wakil Direktur CV Gendake, Suprianto.

Dalam keterangan, Yudil menerangkan bahwa pihaknya menerima SK pengangkatan dari Direktur Tirta Kualo, Zaharuddin. Sedangkan PPK Herianto menyebutkan ada beberapa kali laporan pengerjaan kepada PPK akan tetapi tidak pernah ditindaklanjuti, termasuk Direktur PT. Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing (terdakwa) yang tak pernah di lokasi. Hanya saja kerap diwakili Mahdi Aziz Siregar sebagai konsultan pengawas.

Bahkan, menurut Yudil bahwa konsultan pengawas yang ditunjuk dalam kasus ini sebenarnya Wakil Direktur CV Gendake Suprianto yang tidak pernah datang. Kesaksian Yudil ini pun diamini oleh dua saksi yang juga sesama anggota PPTK.

Ketidaksesuaian dilaporkan dari jumlah pekerja yang tak maksimal hanya dua hingga lima orang saja di lapangan.

“Laporan yang kita sampaikan masalah pemasangan pengukur kekeruhan air yang tak berfungsi dan pagar pompa serta seharus memakai kabel travo kelistrikan digantikan Genzet,” ucapnya.

Masih dalam persidangan, Wakil Direktur CV Gendake Suprianto bahwa perusahaan mendapat proyek pengerjaan sebesar Rp 355 juta. 

Ia pun mengaku hanya sebulan sekali turun kelapangan karena pengawasan pengerjaan diserahkan kepada Mahdi. Dan Mahdi sendiri pun mendapat honor dari CV Gendake sebesar Rp60 Juta. Dari fakta persidangan Suprianto tidak tahu berapa persen jumlah pengerjaan fisik dalam setiap tiga kali termin pembayaran. 

Bahkan ia mengaku dipaksa menandatangani untuk pembayaran termin ketiga meski pekerjaan belum selesai 100 persen. Dalam kesaksiannya ia juga dijanjikan memperpanjang pekerjaan dengan imbalan Rp70 juta kepada dirinya. Namun semua itu bohong dan tidak ada realisasinya kepada dirinya.

Mendengar itu, Majelis Hakim hanya tertekun dan wajarlah bermasalah pekerjaannya kalau seperti ini. Dilihat dari penanggaran hingga pengerjaannya sarat dengan masalah. Usai mendengarkan kesaksian kelimanya, majelis menunda persidangan hingga Kamis (2/7/2020).(pi/win/ams)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here