MEDAN (podiumindonesia.com)- Tim Kuasa Hukum dari Drs. Syahruddin Siregar, M.A yakni Kamaluddin Pane, SH, MH, Ranto Sibarani, SH, Yudi Sibarani, SH, Gumilar Aditya Nugroho menilai Dakwaan Penuntut Umum terhadap kliennya Obscure Libel, Selasa (24/8/2021).
“Kami menilai dakwaan penunutut umum tak jelas, kabur dan tidak sesuai fakta. Ini kita ketahui setelah mempelajari dan memperhatian kronologi secara seksama sebagaimana uraian yang disampaikan dalam surat dakwaannya,” ujar Kamaluddin Pane, SH, MH dalam eksepsi yang diajukannya dihadapan Majelis Hakim.
Perkara yang menjerat Drs. Syahruddin Siregar M.A saat menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada kegiatan pembangunan Gedung UIN SU Medan Tahun 2018 yang bersumber dari Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
“Karena tidak sesuai fakta, maka dari itu kami selaku tim kuasa hukum Drs. Syahruddin Siregar mengajukan eksepsi sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) dan Pasal 143 Ayat (2) Huruf B KUHAP,” ucap Kamalauddin Pane, SH, MH.
Menurut Kamal Pane, beberapa catatan yang dijadikan alasan dasar eksepsi di antaranya, sebagai pejabat PPK, Drs. Syahruddin Siregar M.A telah melakukan perbuatan sesuai tata aturan pada bidang pengadaan barang jasa pemerintah. Jadi, perpanjangan masa kerja yang diberikan kepada PT. Multi Karya Bisnis Perkasa karena memang diakomodasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 25/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembayaran Kegiatan Yang Dibiayai Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sebagaimana tersebut pada Pasal 22 hingga 28 yang pada pokoknya adalah Pasal 22 Angka (1) disebutkan “Pekerjaan kontrak tahunan yang dibiayai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang tidak diselesaikan sampai dengan akhir masa kontrak dalam tahun anggaran berkenaan, penyelesaian sisa pekerjaan dapat dilanjutkan kepada tahun berikutnya”.
Selanjutnya, pada Angka (2) ditegaskan “penyelesaian sisa pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menambah pagu anggaran tahun berikutnya sepanjang sumber pendanaannya masih tersedia”.
“Jadi perlu kami sampaikan, memang sangat penting pemahaman yang utuh terhadap ketentuan peraturan terkait pengadaan barang dan jasa, apalagi ada pengaturan khusus terkait dana yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),” terang Kamal.
Tak hanya itu, Kamal Pane juga menjelaskan bahwa dakwaan penuntut umum ‘kabur’ karena tidak dapat membedakan antara Nilai Kontrak kegiatan keseluruhan yaitu sebesar Rp. 44. 973.352.461.00 dengan Pembayaran progress Pekerjaan sebesar 91.07 persen sebesar Rp. 40.959.232.086.
Nilai ini adalah berdasarkan penilaian Konsultan Pengawas atau Konsultan Manajemen Konstruksi (KMK) yaitu PT. Kanta Karya Utama, dan sisa pembayaran akhir tahun sebanyak sisa pekerjaan yang belum diselesaikan PT Multi Karya Bisnis perkasa sebesar Rp. 4.016.120.375. Sedangkan uang sisa pekerjaan ditempatkan di Bank Jawa Barat, bukan diberikan kepada kontraktor sebagaimana disebut dalam dakwaan. Yakni bahwa pembayaran sudah dilakukan 100 persen merupakan kekeliruan pemahaman terhadap mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Jadi begini perlu kami terangkan, pembayaran sebesar Rp. 40.959.232.086 senilai dengan pekerjaan telah mencapai 91.07 % menurut Konsultan yang menyimpulkan, dan perlu diketahui hingga saat ini pihak Konsultan Pengawas yaitu PT. Kanta Karya Utama tidak ada yang menjadi tersangka atau terdakwa. Jadi, mengapa saudara Drs. Syahruddin Siregar dijadikan tersangka! Sebagai PPK melakukan pembayaran sebesar persentase progress kerja 91.07 % dengan total dana Rp. 40.959.232.086 adalah rekomendasi Konsultan Pengawas. Dan sisa dana pembayaran akhir tahun sebesar Rp. 4.016.120.375 atau senilai sisa pekerjaan sebesar 8.93 % juga ditempatkan di bank, bukan diserahkan kepada Perusahaan. Disebutkan penuntut umum adanya pembayaran 100 persen terhadap pekerjaan yang bersisa adalah keliru,” tegasnya.
Terhadap sisa pekerjaan yang belum diselesaikan tersebut, Drs. Syahruddin Siregar selaku PPK juga telah mengambil tindakan Administratif berupa Teguran, Peringatan, dan memasukkan PT. Multi Karya Bisnis Perkasa dalam daftar hitam. Serangkaian perbuatan Syahruddin Siregar tersebut sudah termasuk dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah (Bestuurzorg), yang dapat digolongkan dalam perbuatan Tindakan Hukum Bersegi Dua (Tweezijdige Publiek Rechtshandelingen). “Yang mana tindakan Bersegi Dua ini adalah tindakan yang dibuat oleh pemerintah tidak sepihak, artinya melibatkan pihak lain,” terang Kamal.
Selain itu Kamal juga mengungkapkan, adanya perbedaan perhitungan persentase kesiapan pekerjaan pembangunan gedung UINSU Medan oleh PT Multi Karya Bisnis Perkasa menjadi masalah klasik. Konsultan pengawas atau Konsultan Manajemen Konstruksi (KMK) PT. Kanta Karya Utama menilai persentase pekerjaan mencapai 91.07 persen sisa pekerjaan yang belum selesai sebesar 8. 93 persen penuntut umum menyatakan persentase kerja mencapai hanya 74. 17 persen menurut tim ITS Surabaya dan BPKP.
“Sehingga penuntut umum menyatakan ada kerugian Negara sebesar Rp. 10.350.091.337,00, perbedaan perhitungan ini yang selalu menjadi masalah, harusnya perhitungan ada atau tidaknya kerugian Negara dilakukan sesuai pentunjuk Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, yang mana menegaskan bahwa yang memiliki kewenangan konstitusional ada atau tidaknya kerugian Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” urai Kamal.
Atas hal tersebut, Kamal Pane menyimpulkan, dalam perkara UINSU Medan perlu perhitungan dan kajian mendalam untuk menyatakan kerugian negara, dengan perhitungan, sisa pembayaran akhir tahun sebesar Rp. 4.016.120.375 yang dari awal ada pada negara
“Ditambah pengembalian kepada Negara oleh Prof. Saidurrahman sebesar Rp. 10.350.091.338, ditambah lagi dengan progres pembangunan yang mencapai 91.07 persen versi Konsultan atau 74. 17 persen, versi lenuntut umum,” tukasnya.
Sebagai kuasa hukum, lanjut Kamal, pihaknya sangat mengharapkan agar Majelis Hakim benar-benar memperhatikan setiap aspek secara utuh, konprehensif secara mendalam terhadap permasalahan dan dinamika hukum atas surat dakwaan dan eksepsi yang diajukan oleh Tim Kuasa hukum.
“Tentu kita sangat mengharapkan adanya keadilan terhadap Saudara Drs. Syahruddin Siregar M.A karena kita menganut azas Presumption Of Innocent, apabila tindakan administratif berujung pada pidana, lama-lama sangat potensial para pegawai takut melakukan kegiatan pengadaan,” pungkas Kamal. (pi/win)