ALIH fungsi hutan mangrove di pesisir Kabupaten Langkat apakah untuk pertambakan udang atau perkebunan kelapa sawit menimbulkan problema seolah-olah tak ada akhirnya. Beberapa desa seperti Desa Sei Bilah Kecamatan Sei Lepan, Desa Teluk Meku dan Dusun Paluh Sipat Kecamatan Babalan termasuk juga di Desa Secanggang dan Desa Selotong Kecamatan Secanggang terjadi alih fungsi hutan mangrove.
Mengembalikan hutan mangrove yang telah dimilik pengusaha bukan perkara mudah. Namun masyarakat pesisir Kabupaten Langkat boleh berhati lega. Secercah harapan mengembalikan hutan bakau kepada keadaan semula timbul manakakala Gubernur Sumut Edy Rahmayadi telah membuat janji. Mantan Pangkostrad itu menegaskan akan menindak tegas oknum-oknum melakukan perambah hutan mangrove di pesisir Kabupaten Langkat.
“Yang melakukan pelanggaran akan ditindak tegas karena hutan lindung itu dipake yang engga-engga bisa menjadi musibah di Sumut. Akibatnya pinggiran laut itu menjadi abrasi,” kata Edy , Selasa (20/8/2019) usai acara groundbreaking Sungai Bedera di Komplek Bumi Asri Medan bulan lalu.
Mantan Pangkostrad itu mengatakan, Tuhan menciptakan hutan mangrove karena ada gunanya, inilah salahnya hutan mangrove diganti menjadi perkebunan sawit. “Salah kalau hutan mangrove dibuat jadi perkebunan sawit. Intinya saat ini sedang didata semua mana hutan tora, hutan produksi, terbatas dan hutan lindung atau mangrove,” katanya.
Sejak terjadi alih fungsi hutan manggrup menjadi pertambakan udang kemudian beralih fungsi lagi menjadi perkebunan kelapa sawit di pesisir Kabupaten Langkat, kehidupan masyarakat di pesisir Kabupaten Langkat kehilangan sumber protein dan mata pencaharian dari mencari kepiting kelapa dan ikan air payau seperti belanak, kepiting dan udang. Kehidupan masyarakat nelayan dimarginalkan oleh pengusaha yang bersekongkol dengan pengusaha.
Alih fungsi hutan mangrove-nya cukup memprihatinkan karena memiskinkan masyarakat nelayan. Pengusaha tambak udang atau perkebunan sawit dilahan hutan mangroup yang telah dialihfungsikan tidak ada lagi memikirkan dampaknya kepada masyarakat yang menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.
Bahkan, ada satu desa yang terendam banjir semenjak adanya alih fungsi mangrove menjadi tambak dan sawit. Padahal, sebelumnya desa tersebut tidak pernah banjir sampai ke jalan. Kejadian ini tidak pernah terjadi sebelunya.
Tentunya masyarakat Langkat sangat berharap polisi, Pemkab Langkat dan Dinas Kehutanan Pemprov Sumut harus segera bertindak. Jangan sampai terjadi pembiaran konon kabarnya warga di pesisir Kabupaten Langkat tidak ada lagi yang berani melapor ke polisi. Sebab, pengusaha bisa menyuruh preman untuk melakukan intimidasi terhadap warga.
Apalagi Kapoldasu Irjen Pol Drs R Budi Winarso, menegaskan pihaknya memang fokus preman harus dibersihkan, karena selama ini mereka terkesan arogan dan sangat meresahkan masyarakat khususnya di Sumatera Utara.
“Kita saat ini memang fokus membersihkan preman dari Sumut, karena sangat meresahkan masyarakat,” tegas Kapoldasu melalui Kabid Humas Poldasu Kombes Helfi Assegaf, saat menjawab pertanyaan wartawan terkait pemberantasan preman di Sumut, di Mapolres Langkat, Selasa (3/5/2019).
Ditegaskan kembali, termasuk kegiatan premanisme juga harus dibersihkan, sehingga nantinya masyarakat tidak ada lagi merasa khawatir untuk melaksanakan berbagai kegiatannya di Sumatera Utara. Selain itu para mafia-mafia alih fungsi hutan bakau harus diberantas, pengusaha penzarah hutan mangrove harus ditangkap dan diprorses hukum. Jangan biarkan masyarakat dipesisir Pantai Timur Langkat mati kelaparan dilumbung padi/
Kini masyarakat pesisir pantai Timur Langkat menanti janji, semoga bukan janji tinggal janji seperti yang masyarakat alami selama ini. (***)