
MEDAN (podiumindonesia.com)- BELAJAR dari jaringan (Daring) atau secara online. Etika pembelajaran normal saat ini. Dengan maksud memutus mata rantai penyebaran Corona Virus Disease (Covid) yang muncul pada 2019 lalu. Dapatkah sistem tersebut diterima para orang tua murid?
Diterima atau tidak, ya harus diikuti. Sebab itu merupakan keputusan dari pemerintah melalui Kemendikbud. Hanya saja, dalam sistem ini orang tua harus mengeluarkan biaya ekstra. Seperti, membeli hape adroid untuk anaknya dan paling utama pulsa berupa paket kuota.
Keluhan atas dua kasus (hape dan pulsa) dikeluhkan sejumlah orang tua. Pasalnya, bagi orang tua yang memiliki penghasilan seadanya, sedikit sulit membeli hape yang harganya sejutaan. Belum lagi biaya gono-gini lainnya. Adalah Faisal, salah seorang orang tua siswa yang mengeluhkan soal itu.
Buah hatinya diterima SMP Negeri kawasan Kampung Baru, Medan. Sebelum berlangsungnya belajar daring, Faisal harus putar otak mendaftarkan putrinya itu secara online. Usai diterima di SMP Negeri tersebut, ternyata masalah pria 45 tahun bermarga Siregar ini, toh belum juga usai.
Datang ke sekolah sebagaimana diundang pihak sekolah, dia mengikuti rapat siswa. Di situ disebutkan setiap anak atau murid wajib memiliki hape android. Warga Titi Kuning, Kecamatan Medan Johor ini pun dibuat bingung. Karena selama ini dia hanya memiliki satu hape jaman dulu alias jadul. Pulsa pun kadang ada dan kadang tidak.
Tak pelak, untuk memenuhi syarat dari pihak sekolah, Faisal terpaksa meminjam uang. Hape didapat dan anaknya mulai belajar daring seperti murid sekalian. Akankah berjalan mulus? Lagi-lagi masalah Faisal belum usai. Dia terpaksa mengumpul uang seperak demi seperak untuk membeli paket hape anaknya.
Dari uang belanja yang diserahkan ke istrinya, Faisal mengumpul uang tersebut. Nah, seiring berjalannya waktu, info dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedikit melegakan hatinya. Ya, Kemendikbud memberikan bantuan uang pulsa belajar daring. Namun sayang, nominal yang dikeluarkan pihak sekolah tempat anaknya mengenyam pendidikan tak sesuai.
Alhasil, Faisal cuma bisa mengelus dada melihat kondisi pembelajaran sekarang di negeri ini. Situasi yang hampir mirip dialami Putra. Ayah dua anak ini juga mengeluhkan soal hape android yang harus dibelikan kepada buah hatinya itu. Pun untuk belajar, tapi hape android yang dipunyai Putra hanya satu.
Dan hape tersebut terpaksa dibagi kepada anaknya yang sedang mengerjakan tugas dari sekolahnya. Mirisnya, pulang aktivitas barulah hape itu diserahkan Putra kepada anaknya. Ya, mereka terpaksa bergantian memakai hapenya. Pagi hingga sore dipakai Putra dan malam harinya dipakai anaknya tersebut untuk belajar daring.
Bagaimana dengan pulsa atau paketnya. Sejauh ini, pihak sekolah sudah mendata nomor para wali siswa. Namun lagi-lagi bantuan pulsa yang dijanjikan tak kunjung datang. Sebagaimana nasib Faisal, Putra pun seolah pasrah menghadapi belajar daring yang merupakan aturan dan peratuan pemerintah.
Penerapan sistem belajar daring yang saat ini dilakukan pihak sekolah di tengah masa pandemi Covid-19 bukan tidak memiliki kendala. Banyak hal menuai kritikan dan keluhan di kalangan orangtua/wali murid. Satu di antara kendala itu adalah kebutuhan biaya paket internet yang cukup besar.
Orangtua/wali murid mengeluhkan semenjak belajar online dari rumah masing-masing, kebutuhan ekonomi mereka semakin bertambah akibat adanya pengeluaran pembelian kuota internet sementara pendapatan justru berkurang.
Menanggapi hal tersebut beberapa sekolah di Kota Medan memberikan bantuan paket internet untuk guru dan siswanya yang kurang mampu, guna mendukung pembelajaran daring yang efektif dan efisien.
Di SMAN 13 Medan, Kepala Sekolah Mukhlis mengakui bahwa ada sekitar seratusan siswa kurang mampu dan puluhan guru diberikan bantuan paket data setiap bulannya .
Dikatakan Mukhlis, kebijakan itu sesusai dengan instruksi Kemdikbud yang memperbolehkan sekolah mengalokasikan dana Bantuan Operasi Sekolah (BOS) untuk membeli kuota internet siswa dan guru .
“Alhamdulillah, melalui dana BOS ini siswa dan guru kita terbantu dalam hal pembelian paket internet. Jadi, orangtua pun tidak perlu khawatir lagi untuk biaya paket. Besaran kuotanya , untuk siswa Rp50 ribu dan guru Rp100ribu. Jadi , siswa yang dapat itu sudah kita data, tapi bilamana ada siswa yang belum terdata kita sarankan untuk melapor kepada sekolah,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) bisa digunakan untuk membeli kuota internet para guru dan peserta didik. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya penyesuaian di tengah pandemi virus Corona.
“Dana BOS bisa digunakan, dana BOS kita bisa diadaptasi selama masa krisis ini bisa untuk membeli kuota (internet) pada para guru dan juga siswa. Jadi diperbolehkan untuk menambah subsidi kuota internet,” kata Nadiem.
Dijelaskan, dana BOS sebetulnya memang tidak boleh digunakan untuk membeli kuota internet. Namun, karena saat ini diberlakukan kebijakan belajar dari rumah, dana BOS bisa digunakan untuk membeli kuota internet.
“Misalnya tadi kan tidak boleh menggunakan kuota untuk murid, sekarang diperbolehkan. Tadinya dana BOS alokasi dilimit 15% untuk honorer, sekarang kita bisa lepaskan 50%. Jadinya peraturannya itu bukan jumlah rupiahnya berapa, peraturannya itu sekarang boleh digunakan untuk itu (alokasi kuota internet). Presentasi dialokasikannya berapa itu ditentukan oleh kepala sekolah masing-masing,” papar Nadiem.
Nadiem juga menyebutkan, ada anggaran tambahan sebesar Rp7,2 triliun digunakan untuk subsidi kuota internet selama empat bulan, terhitung sejak September–Desember 2020. Selama waktu itu siswa akan mendapat kuota 35 gigabyte (GB)/bulan, guru akan mendapat 42 GB/bulan, mahasiswa dan dosen 50GB/bulan. Kuota gratis Kemendikbud ini untuk mendukung Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
Selain itu, Kemendikbud juga mengalokasikan dana sebesar Rp1,7 triliun untuk para penerima tunjangan profesi guru dan tenaga kependidikan, dosen, serta guru besar. Diharapkan, kebijakan ini dapat membantu perekonomian para penerima tunjangan di masa krisis.
Sumber dana program tersebut berasal dari optimalisasi anggaran Kemendikbud serta dukungan anggaran Bagian Anggaran dan Bendahara Umum Negara (BA BUN) 2020 dengan total anggaran sebesar Rp8,9 triliun. Untuk subsidi kuota guru akan dibiayai melalui realokasi anggaran Program Organisasi Penggerak yang diundur pelaksanaannya ke tahun 2021.
“Untuk mendapatkan kuota internet gratis, sekolah harus mengisi data nomor telepon seluler siswa di aplikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemendikbud,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud Sutanto.
Aplikasi ini berfungsi untuk menjaring data pokok pendidikan (satuan pendidikan, peserta didik serta pendidik dan tenaga kependidikan) yang dimanfaatkan dalam berbagai kebijakan pendidikan yaitu BOS, bansos, tunjangan, ujian nasional, dan lain-lain.
Terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Islam M Ali Ramdhani menyampaikan sudah bertemu dengan pihak KPPN atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Dari pertemuan tersebut dipastikan bahwa hari itu Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sudah terbit.
Ali Ramdhani selaku KPA sudah menandatangani penyaluran anggaran kepada Bank penyalur. “Jadi untuk penerima bantuan tahap I sudah dapat menerima pekan ini,” kata Ali yang didampingi Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono seperti dikutip dari laman Kemenag.go.id.
Menurut Ali dana bantuan operasional (BOP) yang dicairkan pada tahap I ini diperuntukkan bagi pesantren dan lembaga pendidikan yang namanya tercantum dalam surat keputusan (SK) yang dikeluarkan pada 12 Agustus 2020 lalu. Bantuan untuk tahap kedua saat ini sedang dalam proses validasi. Diharapkan pada awal September nanti Dirjen Pendis sudah bisa menandatangani Surat Keputusan atau SK-nya.
“Sehingga dapat segera dilanjutkan proses penyalurannya juga. Kami sangat berhati-hati untuk melakukan validasi ini,” kata Ali.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono mengatakan bahwa total bantuan operasional yang cari pada tahap I pekan ini sebesar Rp.930.835.000.000,-. Bantuan tersebut disalurkan ke 9.511 pondok pesantren, 29.550 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT), dan 20.124 LPTQ/TPQ. Bantuan juga diberikan untuk pembelajaran daring bagi 12.508 lembaga.
“Sisanya, akan disalurkan setelah validasi dilakukan dan SK tahap kedua selesai ditandatangani pada awal September mendatang. Ini sesuai dengan arahan Pak Menteri yang berharap seluruh bantuan dapat segera tersalurkan,” kata Waryono.
Menteri Agama Fachrul Razi berpesan kepada jajaran Ditjen Pendidikan Islam agar melanjutkan proses yang sudah berlangsung dan dana bantuan segera tersalurkan.
Seperti diketahui Kementerian Agama menerima amanah untuk menyalurkan dana bantuan untuk pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan Islam di masa pandemi Covid-19 sebesar Rp 2,599 triliun . Anggaran disalurkan dalam bentuk Bantuan Operasional (BOP) untuk 21.173 pesantren. Terdiri dari 14.906 pesantren dengan kategori kecil yakni dengan 50 sampai 500 santri yang akan mendapat bantuan sebesar Rp 25 juta.
Selanjutnya 4.032 pesantren kategori sedang dengan 500 sampai 1.500 santri yang akan mendapat bantuan Rp 40 juta. Dan terakhir bantuan juga akan diberikan kepada 2.235 pesantren kategori besar dengan santri di atas 1.500 orang yang nilai bantuannya adalah Rp 50 juta.
Kementerian Agama juga menyalurkan bantuan untuk pembelajaran Online kepada 14.115 lembaga, yang masing-masing mendapatkan Rp 15 juta. Dana ini diberikan per bulan Rp 5 juta selama tiga bulan. Tak hanya pesantren, bantuan juga diberikan sebagai BOP untuk 62.153 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT). Masing-masing MDT akan mendapat Rp 10 juta, 112.008 Lembaga Pendidikan Al Qur’an (LPQ) yang masing-masing mendapat bantuan Rp 10 juta. (pi/nt)