JAKARTA (podiumindonesia.com)- Penggunaan obat PCC (paracetamol, caffeine, dan carisoprodol) membuat heboh warga Kendari. Beberapa penggunanya ada yang berhalusinasi, lari ke laut hingga tenggelam. Obat itu juga telah merenggut nyawa sejumlah orang. Seberapa mengerikannya obat PCC?
Seperti kejadian yang dialami seorang siswa SD berinisial R asal Kendari yang tewas akibat overdosis PCC. Bocah itu juga mencampur PCC dengan Somadril dan Tramadol.
Efek mengerikan dari PCC juga dialami Riski (20), warga Kendari, Sulawesi Tenggara. Ayah Riski, Rauf, mengatakan anaknya diketahui mengonsumsi obat bersama adiknya. Awalnya Riski berhalusinasi hingga melompat ke got depan rumah.
“Anak saya meminum obat mumbul yang dicampur dengan pil PCC, awalnya melompat ke got depan rumah. Adiknya berhasil diselamatkan, namun kakaknya bernama Riski berlari ke arah laut dan menceburkan dirinya,” terang Rauf.
Korban kakak-adik ini merasa kepanasan, efek dari obat yang dikonsumsinya. Sang kakak berlari ke arah laut dan menceburkan diri. Sayangnya, ia tenggelam dan ditemukan sudah tidak bernyawa.
Dari keterangan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, obat PCC dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Data Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara mengatakan saat ini sudah terdapat 60 korban penyalahgunaan obat PCC yang dirawat di tiga RS. Korban dirawat di RSJ Kendari (46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang).
“Pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan kepribadian dan gangguan disorientasi, sebagian datang dalam kondisi delirium setelah menggunakan obat berbentuk tablet berwarna putih bertulisan ‘PCC’ dengan kandungan obat belum diketahui,” ujar Menkes dalam siaran pers yang diterima detikcom, Kamis (14/9/2017).
dr Hari Nugroho dari Institute Of Mental Health Addiction and Neurosience (IMAN) mengatakan obat PCC sebenarnya merupakan obat yang bersifat relaksan atau yang berfungsi untuk melemahkan otot-otot kejang. Jika dikonsumsi berbutir-butir, efek yang ditimbulkan adalah perasaan ‘fly’.
“Kalau dicoba oleh anak-anak, risiko terjadinya keracunan akan lebih besar,” ujar Hari.
PCC sendiri termasuk obat keras. Obat tersebut tidak bisa dikonsumsi sembarangan dan harus dengan izin dokter. Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari mengatakan PCC digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan obat sakit jantung.
Selain itu, Arman menegaskan PCC berbeda dengan Flakka, meski efeknya disebut-sebut hampir mirip, yakni membuat pemakainya berhalusinasi.
“Menurut literatur yang kami peroleh memang kandungan obat ini sementara ini bukan merupakan narkotik dan juga bukan yang sekarang ini tersebar di tengah masyarakat adalah jenis Flakka, bukan,” ujarnya. (dtc/int)