MEDAN (podiumindonesia.com)- 29 Desember 2018. Sorban putih diselempangkan Syekh Haji Hasyim Al-Syarwani, Tuan Guru Babussalam di pundak salah satu kontestasi Pilpres 2019. Apakah ini suatu pertanda ‘restu’, atau cenderamata?
Namun, kedatangan orang nomor satu di negeri ini bukanlah kampanye, melainkan silaturrahmi plus menghadiri agenda nasional.
“Tadi saya bersilaturahim dengan Tuan Guru Besilam di Babussalam ini dalam rangka membalas kunjungan beliau. Dulu saat saya masih di Solo, beliau datang, beliau rawuh di Solo. Saya membalas kedatangan beliau yang jauh dari Babussalam ke Solo,” ujar Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi di Pondok Pesantren (Ponpes) Babussalam, Kampung Besilam, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat.
Ia menuturkan pengasuh ponpes Syekh Haji Hasyim Al-Syarwani Tuan Guru Babussalam menyampaikan beberapa pesan. “Secara umum, beliau sampaikan agar Indonesia ini dikelola dengan kerja keras dan jangan menyia-nyiakan amanah rakyat,” tutur Jokowi.
Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi mengatakan kedatangan Presiden Jokowi ke Sumut dalam rangka kunjungan kerja, juga menghadiri Natal Nasional 2018.
Terlepas dari pemberian sorban warna putih entah pertanda ‘restu’ atau apalah namanya yang diberikan pengasuh ponpes Syekh Haji Hasyim Al-Syarwani Tuan Guru Babussalam, pastinya posisi petahana sedikit diuntungkan. Apa pasal?
Dari telaah PODIUM, bahwa petahana yakni Jokowi seolah bersinerji dengan rangkaian kerja ke daerah. Nah, di sini terlihat ada keuntungan bagi petahana. Pun demikian, di balik itu semua apa yang telah dilakukan masing-masing kontestasi, tetap terpantau oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Tak terkecuali petahana, Jokowi-Ma’ruf. Dan ini tampak awal 2019 yang digadang-gadang dimulainya pertarungan kesungguhan untuk merebut kursi RI 1 dan 2 pada 17 April mendatang.
Selain itu, dampak dari ‘membuncitnya’ tim kampanye petahana dengan nama Tim Kampanye Nasional (TKN) memberi angin segar menjuarai di Pilpres 2019 nanti. Terbukti, dari data diperoleh PODIUM, tim kampanye petahan sebanyak 5.279 orang.
Anggota tim kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin terdiri dari para menteri, anggota DPR, pimpinan parpol, hingga para caleg 2019 dari partai koalisinya.
Ketua tim kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin dipegang oleh pengusaha Erick Thohir. Sementara itu di posisi dewan penasehat ada 9 nama, salah satunya Megawati Soekarnoputeri.
Ada pun 13 orang menjadi dewan pengarah, salah satunya yakni Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Dan hal ini berbanding terbalik dengan tim kampanye Prabowo-Sandiaga Uno dengan total anggota tim 94 orang. Komposisi anggotanya juga beragam mulai dari anggota DPR, pimpinan partai hingga mantan menteri.
Berbeda dengan Jokowi-Ma’ruf Amin, Prabowo-Sandiaga tak memasukan caleg ke dokumen tim kampanye yang masuk ke KPU. Ketua tim kampanye Prabowo-Sandiaga Uno dipegang oleh Mantan Panglima TNI (Purn) Djoko Santoso.
Untuk ketua dewan pembina ditempati oleh Prabowo Subianto dan Ketua Dewan Penasehat Zulkifli Hasan.
Keunggulan lain dari kontestasi 01 yakni banyaknya partai pendukung. Terhitung ada sembilan partai politik yang menyatukan barisan, seperti PDIP, Golkar, PKB, Hanura, NasDem, Perindo, PSI, PPP, PKPI, dan seluruh kader serta ratusan massa pendukung.
Dari Prabowo-Sandi cuma dipegang lima partai, yaitu PKS, PAN, Demokrat, Gerindra dan Berkarya.
Menurut Riset CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali, menyebutkan ada tiga faktor yang dapat menentukan kemenangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pilpres 2019 mendatang. Tiga faktor itu yakni, perebutan suara generasi muda, perebutan suara pemilih muslim, dan perebutan suara di kawasan Jawa dan Sumatera.
Dengan presentase jumlah pemilih 52% di Pilpres 2019, pasangan capres dan cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin memperoleh elektabilitas di generasi Z (18-21 tahun) sebanyak 45,9%. Sedangkan Prabowo-Sandiaga sebesar 40,1%. Elektabilitas Jokowi-Ma’ruf pun unggul di kategori milenial (21-35 tahun) dengan 52,3% sementara Prabowo-Sandiaga 36,3%.
“Jokowi-Ma’ruf Amin unggul di semua kelompok usia, tapi di kelompok usia Generasi Z margin kedua pasangan tak berbeda jauh,” ungkapnya belum lama ini.
Faktor selanjutnya ialah perebutan suara pemilih muslim yang angkanya mencapai 87,6% dari total pemilih di Pilpres 2019. Jokowi-Ma’ruf memperoleh elektabilitas 52,2% sedangkan Prabowo-Sandiaga memperoleh 36,3%.
Apabila dirinci, Jokowi-Ma’ruf memperoleh elektabilitas di kalangan Nahdlatul Ulama sebesar 53,8% dan Prabowo-Sandiaga sebesar 35,7%. Lalu untuk elektabilitas di kalangan Muhammadiyah, Jokowi-Ma’ruf memperoleh 48,6% dan Prabowo-Sandiaga 40,4%.
“Pasangan Jokowi–KH Ma’ruf Amin unggul baik pada pemilih berlatarbelakang NU dan Muhammadiyah. Namun, pada pemilih Muhammadiyah pasangan Prabowo–Sandiago tidak jauh tertinggal elektabilitasnya,” terangnya.
Untuk faktor yang ketiga, yakni perolehan suara di kawasan Jawa dan Sumatera, pasangan Prabowo-Sandiaga unggul di Sumatera, sementara Pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul di Jawa.
Dengan jumlah pemilih nasional sebesar 21% di Pulau Sumatera, Prabowo-Sandi memeroleh elektabilitas 48.9% sementara Jokowi-Ma’ruf 41%. Dengan jumlah pemilih nasional sebesar 57.5% di Pulau Jawa, Jokowi-Ma’ruf memperoleh elektabilitas 61.7%, Prabowo-Sandi 27.5%.
“Pasangan Prabowo-Sandi unggul di Pulau Sumatera, sementara Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin unggul di Pulau Jawa. Pemilih yang berasal dari Jawa-Sumatera merupakan lumbung suara Pilpres 2019, mencapai 78,5%. Besarnya margin antar dua pasang kandidat Capres-Cawapres di Jawa dan Sumatera akan menentukan,” ujarnya.
Nah, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan jumlah pemilih untuk pemilu 2019. Jumlahnya mencapai sekitar 192 juta pemilih.
Ada pun jumlah pemilih secara keseluruhan, baik di dalam serta luar negeri, adalah 192.828.520 pemilih.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 190.770.329 merupakan pemilih di dalam negeri. Sedangkan pemilih di luar negeri sebanyak 2.058.191 pemilih. Jumlah pemilih luar negeri ini tersebar di 130 perwakilan RI di seluruh dunia.
Mengenai pemilih laki-laki secara total, baik di dalam negeri maupun luar negeri, adalah 96.271.476 pemilih. Sedangkan perempuan sebanyak 96.557.044 pemilih.
Lebih rinci lagi, jumlah pemilih laki-laki di dalam negeri sebanyak 95.368.749 pemilih. Sedangkan jumlah perempuan sebanyak 95.401.580 pemilih.
Jumlah pemilih laki-laki di luar negeri sebanyak 902.727 pemilih. Sedangkan perempuan sebanyak 1.155.464 pemilih.
Ketika penetapan DPT terakhir, yakni pada Kamis 15 November 2018, jumlah pemilih dari 28 provinsi yang terdiri dari 418 Kabupaten/Kota sebanyak 141.412.533 pemilih. Secara rinci, jumlah itu terdiri dari 70.586.944 pemilih laki-laki dan 70.825.549 pemilih perempuan
Strategi Pemenangan
Tinggal tiga bulan lebih lagi kesempatan untuk menarik suara bagi pasangan 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) dan 02 (Prabowo-Sandiaga Uno). Masing-masing tim sukses bekerjasa keras hingga masa tenang mendatang. Strategi pun diatur sedemikian rupa.
Seperti info diperoleh, calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno akan memindahkan markas tim pemenangan ke Jawa Tengah (Jateng). Padahal, provinsi tersebut selama ini dikenal sebagai kandang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sedangkan tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf fokus menggarap Jawa Barat (Jabar), yang merupakan basis partai-partai pendukung Prabowo. Mengapa strategi ini ditempuh?
Rencana pemindahan kantor pusat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno disampaikan Direktur Materi Debat BPN Sudirman Said saat meresmikan Posko Relawan Prabowo-Sandi di Tegal, awal pekan ini. Tujuan pemindahan tersebut untuk memberikan perhatian khusus terhadap upaya pemenangan pasangan calon presiden nomor urut 02 tersebut di Jateng.
Maklum, Jateng salah satu daerah pemilihan (dapil) penting yang suaranya harus didulang dengan optimal. Dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang terakhir dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih di provinsi Jateng mencapai 27,4 juta orang, terbesar ketiga setelah Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim).
Menurut Sudirman, yang juga menjabat sebagai Koordinator Pemenangan Prabowo-Sandi di Jawa Tengah, rencana pemindahan diputuskan setelah mengkaji posisi penting Jateng dalam perebutan suara di Pemilihan Presiden (Pilpres). Di Pilpres 2014, Joko Widodo (Jokowi) memperoleh 70,9 juta suara, sementara Prabowo meraih 62,5 juta suara. Artinya, selisih kemenangan Jokowi atas Prabowo cukup besar yakni 8,4 juta suara.
Dari total selisih tersebut, selisih 6,5 juta suara ternyata berasal dari Jateng. Jokowi menang telak di Jateng dengan perolehan 12,9 juta suara atau 66,6 persen. Prabowo hanya memperoleh 6,4 juta suara atau 33,4 persen.
Artinya, kalau ingin meraih akumulasi suara yang optimal, Prabowo harus mendulang dukungan yang lebih banyak lagi di Jateng dibandingkan perolehan suaranya di Pilpres yang lalu.
Dari survei internal BPN, Jokowi memang masih unggul tipis. Namun, Prabowo-Sandi memperoleh tambahan dukungan suara yang signifikan dari dapil di Sumatera, Kalimantan,dan Sulawesi. Di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat, Prabowo juga diprediksi akan unggul telak. Di Jawa Timur, selisih perolehan suara akan tipis seperti Pilpres 2014. Artinya, medan penentu sekarang ada di Jateng.
Seperti juga tim sukses Prabowo, tim Jokowi juga ingin mendulang suara di kandang lawan. Menurut Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding, Jokowi bahkan sudah unggul di Jabar. Dari survei internal TKN, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf di Jawa Barat saat ini mencapai 47 persen. Sementara elektabilitas Prabowo-Sandi masih 42 persen.
Sedangkan wilayah Priangan Timur mencakup Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran. Elektabilitas Jokowi juga masih lemah di daerah perbatasan dengan Jakarta seperti Bekasi, Depok, dan Bogor.
Survei tim Jokowi menemukan, elektabilitas Jokowi memang unggul, namun stagnan. Hitungan internal tim, dari total 514 kabupaten/kota, Jokowi hampir pasti unggul di 260-an kabupaten/kota atau sekitar 50-an persen. Tetapi jumlahnya tidak banyak berubah. Sementara Prabowo-Sandi hampir pasti unggul di 60-an kabupaten/kota.
Mayoritas daerah basis Prabowo tersebut berada di Jawa Barat. Dan jumlahnya terus bertambah. Makanya, TKN menyasar Jawa Barat sebagai salah satu lumbung suara. Untuk menggarap Jawa Barat, tim Jokowi membentuk beberapa tim bayangan seperti tim Delta dan Bravo 5. Namun, efektivitas mereka sampai sekarang belum terlihat.
Pengamat politik yang juga Direktur Lembaga Survei Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) Hendri Satrio menilai, manuver Prabowo-Sandi untuk memindahkan markas pemenangan ke Jateng sebagai rencana brilian.
Sebab, strategi yang harus ditempuh pasangan oposisi tersebut adalah memperkecil jarak atau selisih suara dengan Jokowi yang di daerah yang dulu menjadi basis Jokowi, terutama Jawa Tengah.
Sementara strategi tim Jokowi Untuk mendongkrak elektabilitas di Jawa Barat, menurut pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie, akan efektif dengan mendorong Maruf Amin sebagai votegetter. Figur Maruf sebagai ulama akan punya efek mendulang suara di Banten dan Jawa Barat yang bisa dikategorikan sebagai wilayah ‘hijau’.
Erick Thohir, Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf, juga mengakui, stagnasi elektabilitas pasangan jagoannya karena sang cawapres belum aktif berkampanye. Ia mengungkapkan, selama ini yang dilakukan Ma’ruf hanya bersilahturahmi dan serta menguatkan basis tim pendukung. “Kalau nanti Abah (Maruf) sudah kampanye, wuih,” ujarnya. (PI/NT)