DELISERDANG (podiumindonesia.com) – Pengamat Hukum, Barli Halim SH MH menilai, klarifikasi dari Ali Yusuf Siregar terkait masalah pelantikan 89 pejabat eselon III telah mempertegas kezaliman yang tersembunyi dari seorang mantan kepala daerah.
Sebab, penjelasan tentang mekanisme pengangkatan dinilai telah membuka tabir betapa tidak bijaknya seorang Bupati Deliserdang terhadap bawahan.
Menurut Barli, masalah pelantikan 89 pejabat eselon III di Pemkab Deliserdang bukan bukan terletak pada persoalan izin Kementerian atau mekanisme yang berlaku sesuai Undang-undang saja.
Melainkan dampak yang terjadi ketika sebuah keputusan dijalankan dengan kondisi yang bisa menyebabkan orang lain menjadi korban.
“Jadi sebenarnya, video klarifikasi Ali Yusuf Siregar pada saat pendaftaran di KPU Deli Serdang, yang kita dapat dari media sosial, mempertegas kezaliman yang ia sembunyikan sendiri. Artinya, mengabaikan nasib orang lain yang juga merupakan bawahannya saat itu”, ujar Barli kepada wartawan, baru-baru ini.
Ditambahkan Barli, tidak lanjut dari rangkaian proses pelantikan sebagaimana penjelasan Ali Yusuf Siregar, bahwa sebanyak 89 pejabat eselon III akan dilantik setelah mendapatkan izin dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun di sisi lain, ada dua pejabat eselon III yang menjalani proses lelang dan diusulkan (lulus) naik ke eselon II.
“Dari 89 orang pejabat eselon III yang akan dilantik itu, dua diantaranya akan mengisi jabatan kedua orang yang ikut lelang tadi. Namun posisi barunya, belum ada izin untuk dilantik dari Kementerian. Adilnya, kepala daerah itu harus menunggu proses lelang selesai hingga izin melantik keluar dari Kemendagri. Agar dua pejabat yang ikut lelang tadi, tidak ‘nonjob’ secara otomatis, menunggu dilantik,” jelas Barli.
Kenapa zalim, karena ini semacam efek domino. Harusnya pelantikan itu dilakukan serentak, setelah semuanya mendapat izin. Baik yang eselon II, maupun eselon III hasil lelang jabatan.
Tetapi ternyata, justru di penghujung masa jabatan, Ali Yusuf Siregar yang saat itu Bupati Deliserdang, melantik 89 pejabat eselon III dimaksud. Dampaknya, dua pejabat yang lulus lelang jabatan eselon II, menjadi ‘nonjob’ secara otomatis menunggu izin pelantikan keduanya dari Kemendagri.
“Patut kita duga, ini ada unsur Mal Administrasi. Sebab pelantikan 89 pejabat eselon III, secara otomatis dua pejabat yang lolos lelang jabatan eselon III, meninggalkan jabatannya hingga batas waktu yang tidak diketahui. Jadi, AYS tidak menonjolkan pejabat, tetapi perbuatannya menjadikan bawahannya sendiri, nonjob otomatis. Inilah yang kita maksud, kezaliman yang disembunyikan. Karena tidak mungkin seorang kepala daerah tidak tahu itu,” katanya lagi.
Selain itu, Barli melihat persoalan ini bisa menjadi jalan bagi ASN yang menjadi korban ‘nonjob’ otomatis atas tindakan AYS (Bupati Deliserdang saat itu), mengajukan gugatan atas dugaan kelalaian kepala daerah.
“Aneh saja kalau yang bersangkutan memberikan klarifikasi, seakan-akan ia tidak bersalah, padahal dia masih bisa menghentikan untuk melantik 2 orang pejabat eselon 3 yang memaksa orang menjadi korban. Apalagi kabarnya, dia mencalonkan diri di Pilkada Deliserdang. Apa mau menambah kezaliman lagi? Kasihan dua pejabat yang lolos lelang jabatan, nasibnya hingga kini belum jelas,” pungkasnya.
Sementara terkait ada tidaknya pelanggaran aturan oleh AYS, Barli mengaku masih mendalami lebih lanjut terkait pelantikan yang berdampak pada ‘nonjob’-nya seseorang. Termasuk waktu pelantikan yang berlangsung sehari sebelum masa jabatan Bupati berakhir, merupakan langkah yang mencurigakan. (red-PI)