Beranda OPINI Penghianatan Parpol

Penghianatan Parpol

123
0

SOAL mahar politik bukanlah sebuah rahasia. Hal itu kerap mengemuka saat gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Jumlahnya ratusan juta, miliaran hingga triliunan rupiah, hanya sekadar meraih persetujuan dari partainya.

Pun begitu, istilah mahar politik tidak berlaku bagi petinggi parpol. Termasuk jajarannya. Kata mereka, sosok yang didukung tanpa bayar sedikit pun. Tapi, ya itu tadi, duit yang diberikan kepada parpol cuma berupa biaya saksi ditambah dana kampanye.

Jadi, sama sekali tak ada yang namanya mahar politik. Apalagi kata mahar politik erat kaitannya dengan money politik. Takut ditelisik pihak berkompeten, biaya tetek bengek dalam pertarungan pesta lima tahunan itu dengan kata belece bermacam ragam.

Nah, baru-baru terungkap dua kasus menyangkut mahar politik. Dua parpol saat ini sedang uring-uringan. Yakni Partai Gerindra serta PKS. Diungkap salah satu bacalon Pilkada, bahwa mereka diminta untuk menyerahkan uang mahar. Dengan maksud mendapatkan mandat dari pejabat tinggi partai.

Malah kabarnya, hanya tatap muka saja, si calon juga harus merogoh kocek. Jumlahnya juga bervariasi. Meski dalam kalkulasinya, dikutip memang ada biaya-biaya taktis yang wajib dikeluarkan calon kepala daerah.

Apa yang terjadi ketika mahar politik dibelecehkan dengan istilah lain? Kalau ditilik semuanya tak ada beda. Dan tak salah, andai salah satu calon yang maju mengeluarkan dananya. Pun demikian, taklah sebanyak yang diperuntukkan. Artinya, dana wajib disetor tapi harus juga melihat bobot si calon yang akan didukung.

Kata Prabowo, ada calon yang didukung, walau tak punya dana. Ini dilihat dari ketokohan, kepemimpinan, dan kapabilitasnya. Makanya, saat mahar politik muncul lagi ke permukaan jelang Pilkada 2018 ini, pro-kontra mencuat.

Melihat dari kasus perkasus yang ada sekarang, Ketua Forum Karya Putra Sumatera Utara (FKP-SU), Tengku Syaiful Anhar menganggap bahwa telah terjadi penghiatan terhadap partai politik. Satu sisi, cerita menyangkut mahar politik yang seharusnya konsumsi pejabat partai. Di sisi lain, layaknya mencari calon atau kandidat dalam pertarungan Pilkada lebih mengutamakan sosok, intelektual dan apa pun yang berkaitan dengan kapasitas.

Namun, semuanya itu bertolak belakang, hingga akhirnya parpol lebih kepada kepentingan terutama yang punya dana segar. “Makanya hati-hati bermain politik dalam dunia parpol. Dari kasus ini (Partai Gerindra dan PKS), bisa kita lihat adanya penghiatan dalam parpol. Ya, ini karena sakit hati, tidak dianggap di parpol dan merasa dianaktirikan sehingga mencuat ke permukaan,” tukas Syaiful.

Putra Langkat ini juga menilai adanya kejanggalan sistematis di parpol. Terutama kriteria calon berduit dan merasa bisa didukung oleh parpol. “Kita harap pejabat parpol lebih bersikap bijak dalam menetukan calonnya di Pilkada. Dan kepada calon atau bacalon lebih bersikap dewasa. Karena apa yang terjadi dan kita dengar sekarang ini bisa merusak citra partai itu sendiri. Ujung-ujungnya kader parpol jadi ‘kutu loncat’,” tandas Syaiful. (***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini