STABAT (podiumindonesia.com)- Pembangunan waduk dan saluran irigasi melintasi dua desa di Kecamatan Wampu Desa, Stabat Lama dan Desa Stabat Lama barat telah melenyapkan ribuan pohon rumbia. Padahal pada dasawarsa tahun 50-an hingga tahun 90-an daun rumbia menjadi sumber kehidupan masyarakat di Desa Stabat Lama.
Dusun Pasarbatu pernah menjadi sentra produksi atap rumbia. Seluruh warga di dusun itu di belakang rumah mereka tumbuh subur pohon rumbia. Pengrajin daun atap rumbia di zaman itu menjual hasil sematannya pada toke H Safi’i.
Atap rumbia dipasarkan Safi’i sampai ke Medan, Deli Serdang dan Aceh Tamiang. Kini, usahanya telah mati. Banyak faktor penyebabnya. Di antaranya lahan tanaman rumbia banyak beralih fungsi menjadi tanaman lain. Penyebab lainnya pemilik rumbia memajak daun rumbia kepada orang lain.
Si pemajak kurang memperhatikan kelestarian pohon rumbia. Mereka mnyisakan dua pelepah seharusnya empat pelepah. Akibatnya pohon rumbia daunnya tumbuh kecil dan banyak yang mati.
Nuai, anak almarhum H Safi’i mencoba mewarisi usaha peninggalan ayahandanya. Saat ditemui PODIUM di rumahnya beberapa waktu lalu mengatakan sulit untuk mempertahankan usaha jual beli atap rumbia dan tepas.
Selain pasukan dari pengrajin di desa ini sudah tidak ada lahan tumbuh dan berkembang pohon rumbia kian menyusut. Dulu di tahun 90 han hingga pertengahan 2000-an masih dapat pasokan dari Kecamatan Tanjungpura dan Secanggang atap terbuat dari daun nipah.
“Tapi sejak lahan pohon nipah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit tak ada lagi daun nipah untuk disemat menjadi atap,” ujar Nuai.
Sejak tahun 2000-an itu, Nuai tak lagi dapat meneruskan usahanya. Ia bersama istri beralih profesi menjadi penjual kain rombengan ke pekan-pekan. Itu pun tidak dapat bertahan lama Meneruskan usaha toke atap tak mungkin lagi.
Akhirnya usaha warisan yang ditinggalkan almarhum ayahnya harus berakhir mengenaskan. Di saat kian menyusutnya lahan tempat tumbuh pohon rumbia pembangunan proyek irigasi Wampu mengambil lahan pohon rumbia yang tumbuh sepanjang tanggul Sei. Wampu.
Proyek pembangunan irigasi melenyapkan pohon rumbia sepanjang tanggung Sei, Wampu sepanjang puluhan kilo meter.
Kini pengrajin atap daun rumbia di Pasar Batu tinggal Andak Ayak. Bagi pri berusia 65 tahun itu, tak ada pilihan lain untuk menyambung hidup selain memajak daun rumbia warga di desanya. Andak Ayak harus bertahan entah sampai kapan. Sementara hidup harus diperjuangkan baginya tidak ada pilihan lain.
Dulu di tahun 70-an hingga 80-an, Andak Ayak memperkerjakan buruh penyemat atap sebanyak 10 orang. “Tapi memasuki tahun 2000-an hingga kini usahaku gulung tikar. Tak banyak lagi daun rumbia bisa disemat. Dulu pada dekade tahun 70 hingga akhir 80 banyak warga di dusun ini mengantungkan nasib padaku, ada yang bekerja menyemat atap ada yang mengambil daun rumbia dengan bersepeda,” kisahnya.
Menurut cerita Andak Ayak, ada juga warga yang menyemat sendiri atap rumbiahnya lalu menjualnya pada pembeli yang datang ke desa mereka. “Saat ini permintaan atap rumbia datang dari peternak ayam potong, tapi dusun kami tak bisa memasoknya,” sahutnya dengan raut wajah sedih.
Kini di Dusun Pasarbatu pemasaran atap dijajakan di depan rumah pengrajin. Seperti yang dilakukan Hamdan dan Usup. Mereka mengambil atap sendiri menyemat atap sendiri dengan melibatkan anak dan istri. (RUSDI)