BAHOROK (podiumindonesia.com)- Seperti kata pepatah ‘semakin tinggi pohon, semakin lebat buahnya dan semakin kencang angin menerpanya’. Ya, begitulah yang kerap terjadi di negeri ini. Artinya, usaha yang dibangun dengan peluh dan keringat, setelah sukses banyak saja cobaan.
Nasib kurang baik laiknya pepatah tersebut dialami Muriansyah. Pria 58 ini merupakan pensiunan staf PTPN II Kebun Batang Serangan yang tinggal di Jalan Berdikari, Kelurahan Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Nah, dari sedikit demi sedikit mengumpul rezeki, dia pun membeli sebidang tanah seluas 3.501.88 M2 milik Wasimin, warga Tanjung Beringin Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat.
Lahan yang dibeli sesuai Surat Pernyataan Penyerahan dan Pelepasan Hak Atas Tanah Ganti Rugi nomor: 592.2—60 tertanggal 1 April 2010 yang diketahui Lurah Pekan Bahorok Amir Hasan dan Camat Bahorok Drs Sekula Singarimbun.
Selama tinggal di sana, Muriansyah dikenal masyarakat sangat baik dan suka membantu. Tidak pernah bermasalah atas kepemilikan tanahnya. Namun belakangan ini sejak dirinya memiliki usaha budi daya ternak ayam potong secara resmi dikeluarkan oleh Lurah Pekan Bahorok Tengku Nursyiah.SE , nomor: 145-707/PB/K/2019, kemudian terjadi gonjang-ganjing.
“Dan saat saya ingin mendirikan usaha itu telah mengundang warga sekitar. Warga pun setuju dengan usaha saya serta membubuhkan tanda tangannya,” sebut Muriansyah kepada wartawan, Jumat kemarin.
Saat mendapatkan restu membangun usaha itu, Warsito memberikan jalan dengan perjanjian secara lisan. “Dia kasi jalan saya, kasi parit di tanah saya untuk pembuangan limbah rumah tangganya, termasuk limbak Balai Pengobatan Abdi Kurnia milik dr Eva,” terang Muriansyah.
Namun belakangan cerita berubah. Warsito menutup menutup jalan sehingga menyulitkan Muriansyah mengangkut ayam pesanan konsumennya. Kecewa, alhasil Muriansyah menutup usahanya. Dan karena jalan itu ditutup, Muriansyah pun terpaksa menutup parit yang diberikannya sehingga warga pun tak bisa lagi membuang limbahnya.
Tak pelak, Muriansyah juga menembok sekeliling rumahnya. Aneh, kata Muriansyah, Balai Pengobatan Abdi Kurnia malah mempermasalahkan soal tanahnya. Pihak Balai Pengobatan Abdi Kurnia menyatakan ukuran tanah mereka berkurang.
“Sedangkan setahu saya tanah itu dibeli pihak Balai Pengobatan Abdi Kurnia dari Ucok Dores. Dan saya minta ukur ulang tanah milik saya oleh kepling, lurah dan camat dan para tetanga peringgan sesuai dengan ukuran tanah yang tercantum di surat. Seperti abang saksikan dan lihat sendiri, tanah saya pas ukurannya sesuai dengan suratnya,” papar Muriansyah memperihatkan bukti otentik miliknya.
Giliran pengukuranm tanah milik Balai Pengobatan Abdi Kurnia dr Eva berdasarkan pengamatan wartawan, terjadi perdebatan sengit antara Ucok Dores, si penjual tanah dengan dr Eva pembeli. Ketika ukurannya sampai melewati parit hingga ke beram jalan. Di situ dr Eva tidak terima.
Menurut penjual dulu belum ada parit dan dr Eva menunjukkan patok yang keberadaannya jauh dari parit. Tapi, menurut Ucok Dores, patok itu bukan patok batas. Saking emosinya, dr Eva mengancam Ucok Dores akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
Kemudian dr Eva minta diukur ulang dari patok yang ditunjuk ke arah belakang. Meski pun pihak kecamatan dan lurah sudah diingatkan tidak bisa, tapi dr Eva dan ibunya tetap ngotot minta diukur dari patok depan ke belakang,
Selanjutnya, Muriansyah dipanggil. Namun Muriansyah tidak bersedia menyaksikan karena menurutnya ukuran tanah sudah selesai diukur dan tidak ada masalah. Tapi akhirnya Muriansyah datang dan dilakukan pengukuran ulang.
Setelah diukur, tanah milik Muriansyah termakan 1,7 meter. Pastinya, Muriansyah tidak terima. “Beli tanah sama orang lain kurang ukurannya kok tanah saya diambil,” tukasnya.
Mirisnya lagi, pihak kecamatan mau pun kelurahan seolah lepas tangan usai melakukan pengukuran. Namun dr Eva tetap perduli dan tetap mematok batas tanahnya yang telah memakan lahan orang lain. Di situ terjadi pertengkaran sengit antara dr Eva dengan Muriansyah.
“Ketika bapak ini membuat pemagaran saya tidak dilibatkan dan pemalsuaan tanda tangan dan bapak ini tidak punya alas hak hanya surat pernyataan. Silahkan kau mengadu,” tantang dr Eva.
Lurah Pekan Bahorok Tengku Nurasyiah di sela-sela pengukuran tanah mengaku pusing. Pasalnya, sudah berulang kedua belah pihak ribut terus.(pi/sahrul)