JAKARTA (podiumindonesia.com)- Ekonom senior Rizal Ramli mengakui utang luar negeri Indonesia masih menjadi topik menarik untuk dibicarakan.
Terlebih setelah ada pengumuman Bank Indonesia bahwa ULN Indonesia tahun 2017, mencapai lebih Rp 4.000 triliun. “Masih ada saja yang tanya soal utang,” beber Rizal Ramli.
Rizal mengingatkan jumlah ULN Indonesia itu sudah ‘lampu kuning’. “Sudah gali lubang tutup jurang,” tegas Rizal.
Indikatornya keseimbangan primer (primary balance) negatif yang berarti sebagian bunga utang dibayar tidak dari pendapatan melainkan utang baru.
Debt Service Ratio (DSR) terhadap kinerja ekspor juga turut berkontribusi pada kurang produktifnya ULN Indonesia. DSR Indonesia kini sudah menyentuh 39 persen. Kemudian tax ratio baru sebesar 10,4 persen, lebih rendah dari sejumlah negara di ASEAN. “Tax ratio hanya 10 persen-an karena pengelolaan fiskal tidak prudent alias ugal-ugalan,” terang RR.
Indikator lainnya yaitu trade account, service account, dan current account semuanya negatif. Di samping faktor US Fed Rate.
“Itulah salah alasan utama kenapa kurs Rupiah terus anjlok,” urai Rizal Ramli.
Klaim Istana telah mengelola makro ekonomi dengan hati-hati, menurut Rizal patut dipertanyakan. Pernyataan tersebut sama sekali jauh dari fakta di lapangan.
“Kok bisa ngaku-ngaku kelola makro ekonomi hati2 (prudent)?? Bokis (bohong) amat,” tukas mantan menteri koordinator bidang perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini. (PI/RMOL)