BERSELFIE ria di depan podium utama. Gedung bundar yang biasanya sepi berubah ramai seketika. Lima tahun ke depan pekerjaan rumah (PR) itu tertumpu di pundak mereka. Harapan bagi 268 juta jiwa rakyat Indonesia. Akankah kinerja 575 anggota DPR RI ini lebih baik ketimbang periode sebelumnya?
JAKARTA (podiumindonesia.com)- Cerita sikut menyikut, carut marut penggelembungan suara hingga sengketa telah berakhir di meja MK (Mahkamah Konstitusi). Tersedia 711 kursi, terdiri dari 575 anggota DPR RI dan 136 anggota MPR. Tepat 2 Oktober 2019 kemarin, wakil rakyat itu berucap sumpah. Babak baru asa penduduk negeri menanti janji.
Mengutip bait lagu ‘Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat. Wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tahu nyanyian lagu setuju’.
Namun sayang, senandung lagu Iwan Fals berjudul ‘Surat Buat Wakil Rakyat’ seolah belum menyentuh ke nurani legislator. Selama 32 tahun pula, terhitung lagu tersebut dirilis pada 1987 sampai 2019 ini, sindiran mengenai wakil rakyat tampak masih ‘adem ayem’.
Padahal tak sedikit uang rakyat ‘dikeruk’ cuma untuk rapat, rapat dan rapat demi mengubah atau membuat rancangan undang-undang. Telaah Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) menyebut kinerja DPR sepanjang lima tahun sebelumnya sangat mengecewakan.
“Untuk lembaga yang saat pemilu 2014 membutuhkan anggaran 18,9 triliun, dan setahun membutuhkan Rp 5,7 triliun (tahun 2018). Kinerja legislasi DPR 2014 – 2019 boleh dikatakan mengecewakan,” tegas Direktur Puskapsi, Bayu Dwi Anggono, kemarin.
Bayu memaparkan landasan kinerja DPR periode 2014-2019 layak disebut mengecewakan. Salah satunya target legislasi dalam Program Legislasi Nasional (Prolgenas) yang tidak terpenuhi. Dari 189 RUU target selama 5 tahun, DPR baru mengesahkan 84 UU atau hanya sekitar 40 persen dari target. Sementara dari 84 RUU yang disahkan DPR periode 2014-2019, hanya sebanyak 35 RUU atau 42 persen yang masuk Prolegnas prioritas.
“Sisanya, 49 RUU atau 58 persen masuk kategori di luar prolegnas yaitu daftar kumulatif terbuka seperti pengesahan perjanjian internasional tertentu, akibat putusan Mahkamah Konstitusi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,” kata Bayu.
Di akhir masa jabatan, DPR selalu berkilah rendahnya produktivitas legislasi karena lebih menekankan aspek kualitas UU dibandingkan kuantitas. Bayu mengingatkan, DPR sendiri yang menentukan target legislasi dalam Prolegnas di awal masa jabatan.
“Jika sejak awal menekankan pada kualitas dan bukan kuantitas seharusnya jumlah RUU yang ada dalam Prolegnas tidak perlu sebesar itu,” katanya.
Dari aspek kualitas, kata Bayu, pembentukan UU yang dilakukan DPR juga bermasalah. Selain berbagai UU kontroversial terjadi di akhir masa jabatan karena pembahasannya yang mendadak, tertutup, dan bertolak belakang dengan kehendak publik, Bayu menegaskan DPR periode 2014 – 2019 sudah membentuk sejumlah UU bermasalah.
Salah satunya perubahan UU MD3 pada awal 2018 yang menjadikan DPR sebagai lembaga yang jauh dari rakyat dan antikritik karena ada pasal yang bisa memerintahkan kepolisian memanggil paksa dan menyandera orang yang tidak menghadiri panggilan DPR.
Selain itu, terdapat pasal tentang tugas Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Bayu menilai, DPR periode 2014-2019 lebih condong mengurus legislasi yang terkait dengan kepentingan dan bagi-bagi kekuasaan bagi anggota DPR sendiri ketimbang publik. Hal ini ditunjukkan DPR dengan berulang kali merevisi UU MD3.
Bahkan, UU MD3 mencatat rekor sebagai UU yang paling sering direvisi di periode ini. Rendahnya kuantitas maupun kualitas legislasi tak hanya terjadi pada periode 2014-2019 tetapi juga DPR periode sebelumnya.
Dikatakan, DPR periode 2004-2009 hanya menyelesaikan 193 RUU dari target 284 RUU dalam Prolegnas. Sementara DPR periode 2009-2014 hanya menyelesaikan 126 RUU dari target 247 RUU.
Kualitas legislasi yang dihasilkan DPR pun tercermin dari data putusan MK terkait pengujian UU. Dari 641 UU yang diuji hingga hari ini, MK telah memutus sebanyak 1.262 perkara dengan jumlah perkara yang dikabulkan sebanyak 261 atau 20 persen.
Dengan berbagai persoalan tersebut, Bayu menyatakan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan DPR periode 2019-2024. Bayu mengingatkan, DPR ke depan sudah seharusnya menghindari korupsi, menyerap aspirasi rakyat di daerah dan serius mengikuti sidang.
“Serta menghindari kinerja legislasi lamban dan tidak berpihak kepada rakyat,” katanya.
Sementara hasil riset Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut DPR RI 2014-2019 telah menetapkan sebanyak 222 Rancangan Undang-undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2014-2019.
Rinciannya 189 RUU (55 di antaranya adalah RUU prioritas) dan 33 RUU lain yang bersifat kumulatif.
Nah, RUU yang berhasil disahkan hingga April 2019 hanya sebanyak 26 UU atau sebesar 10 persen dari total target Prolegnas. Jumlah itu sudah termasuk penetapan Peraturan Pengganti Perundang- undangan (Perppu) menjadi UU.
Data terbaru dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) per 26 September 2019, hanya 35 RUU yang berhasil disahkan dewan selama menjabat.
Kalkulasi ICW dan Formappi menunjukkan DPR hanya bisa menyelesaikan lima sampai tujuh pembahasan UU atau revisi UU setiap tahun. Jumlah itu tentunya di luar RUU Kumulatif yang sudah disahkan.
Selain dari sisi jumlah, kualitas UU yang dihasilkan pun jauh dari harapan dan kadang memicu kontroversi di masyarakat. Misalnya, revisi UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menjadi UU MD3, Februari 2018.
Substansinya banyak digugat oleh elemen masyarakat sipil. Seiring perjalanan, hanya butuh tiga bulan saja bagi sejumlah elemen masyarakat sipil untuk menggugat UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, MK mengabulkan permohonan uji materi terkait pasal pemanggilan paksa bagi yang menghina atau merendahkan kehormatan DPR.
Lain halnya ungkapan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Dikatakan selama kurun waktu lima tahun pada periode 2014-2019, DPR RI telah bekerja keras dan berjuangan dengan sepenuh hati untuk mewujudkan aspirasi dan harapan rakyat.
“Sampai tanggal 29 September 2019, DPR RI telah menyelesaikan 91 RUU yang terdiri dari 36 RUU dari daftar Prolegnas 2015-2019 dan 55 RUU kumulatif terbuka,” ungkap Bamsoet, sapaan akrabnya.
Perempuan Pertama
Puan Maharani resmi menjadi Ketua DPR periode 2019-2024. Tak hanya itu, anak pendiri Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarno Putri ini juga tercatat sebagai pimpinan DPR perempuan pertama di Indonesia. Untuk jabatan Ketua MPR adalah Bambang Soesatyo, dan Ketua DPD dipegang La Nyalla Mattalitti.
Seperti diketahui Ketua dan Wakil Ketua DPR 2019-2024 dipilih berdasarkan hasil Pileg 2019. Partai yang berhak mendapat kursi pimpinan DPR adalah PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, dan PKB. PDIP berhak mendapatkan jatah kursi Ketua DPR karena keluar sebagai pemenang Pemilu 2019.
Puan Maharani didamping empat wakil antara lain Azis Syamsuddin dari Golkar, Sufmi Dasco dari Gerindra, Rachmat Gobel dari NasDem, dan Muhaimin Iskandar dari PKB.
Hanya saja, komposisi 575 anggota DPR 2019-2024 masih dipegang petahana alias wakil rakyat yang lama. Yakni sebanyak 298 atau 50,26 persen petahana dan 277 adalah anggota DPR wajah baru.
Berdasar jenis kelamin, laki-laki masih mendominasi calon anggota DPR RI terpilih. Ada 463 (80,52 persen) caleg pria dan 112 (19,48 persen) caleg perempuan. Dari segi usia, paling banyak caleg terpilih berumur 41 hingga 60 tahun. Jumlahnya sebanyak 284 orang (66,78 persen). Persentase caleg berusia lebih dari 61 tahun menempati urutan kedua terbanyak, yaitu 96 orang (16,70 persen). Terakhir, caleg muda berusia 21 hingga 40 tahun presentasenya sebesar 16,52 persen atau 95 orang.
Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, caleg DPR terpilih didominasi lulusan S2. Jumlahnya sebanyak 210 orang (36,5 persen). Selanjutnya, sebanyak 198 caleg (34,4 persen) lulus pendidikan S1/D4, sebanyak 56 orang (9,7 persen) lulus dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat, 53 orang (9,2 persen) lulusan S3, 6 orang caleg (1,0 persen) lulusan D3 dan lainnya sebanyak 52 orang (9,0 persen).
Usai dilantik, para anggota DPR akan segera mulai bekerja untuk periode 2019-2024. Mereka juga akan menerima gaji, tunjangan, dan penerimaan lain yang mencapai lebih dari Rp50 juta.
Rincian gaji dan tunjangan anggota DPR RI ini telah diatur dalam Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR RI.
Sementara untuk ketetapan gaji diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 tentang kenaikan indeks sejumlah tunjangan bagi anggota DPR.
Gaji anggota DPR ada tiga kategori, yakni gaji anggota DPR, gaji anggota DPR merangkap Wakil Ketua, dan gaji anggota DPR merangkap Ketua. Untuk anggota DPR saja, mereka menerima gaji pokok sebesar Rp4,2 juta. Gaji ini belum termasuk beragam tunjangan yang jika ditotal mencapai Rp19,1 juta.
Selain itu anggota DPR juga masih mendapat pemasukan dari mata gaji penerimaan lain. Untuk mata gaji penerimaan lain, anggota DPR menerima tunjangan kehormatan sebesar Rp5,5 juta, tunjangan komunikasi intensif Rp15,5 juta, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp3,7 juta, bantuan langganan listrik dan telepon Rp7,7 juta dan asisten anggota Rp2,2 juta.
Total dari penerimaan lain, anggota DPR mendapat Rp34,8 juta. Anggota DPR masih juga menerima mata gaji lain dari biaya perjalanan, rumah jabatan, perawatan kesehatan, uang duka, dan biaya pemakaman. Anggota DPR pun mendapat uang pensiun.
Jika ditotal, anggota DPR periode 2019-2024 akan menerima gaji hingga Rp66,1 juta per bulan. Jumlah ini berbeda dengan anggota DPR merangkap Wakil Ketua sebesar Rp78,8 juta, dan anggota DPR merangkap Ketua Rp80,3 juta.
Diketahui, sebelumnya Bambang menjabat sebagai Ketua DPR RI. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang ia serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018, tercatat total hartanya senilai Rp 98.019.420.429.
Hartanya terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 71.217.095.000. Sementara itu, harta berupa alat transportasi dan mesin berjumlah Rp 18.560.000.000. Bambang memiliki 13 kendaraan, antara lain motor Harley Davidson dan mobil Rolls Royce Phantom Sedan.
Tugas DPR
Lalu apa saja tugas DPR selama lima tahun mengabdi? Anggota DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Setiap fungsi DPR memiliki tugas dan wewenang tersendiri. Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang, seperti:
-Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) -Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) -Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah)
-Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
-Menetapkan UU bersama dengan Presiden
-Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
*Fungsi Anggaran
-Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)
-Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama -Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK
-Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara
*Tugas dan wewenang:
-Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah
-Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama).
-Selain itu, DPR juga memiliki enam tugas dan wewenang lainnya, yakni menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat -Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
-Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain -Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
-Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden.
Dikutip dari salah satu laman melaporkan, Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi beban berat DPR baru untuk melanjutkan tugas anggota dewan sebelumnya. Seperti yang diberitakan selama ini, RUU KUHP banyak menimbulkan sejumlah protes hingga aksi demo besar-besaran di berbagai daerah pun terjadi.
Taufik Basari, anggota DPR dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) periode 2019-2024 juga menilai Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) yang banyak dikritik dan menimbulkan sejumlah protes, lebih fokus pada pendekatan kriminalisasi. “Dengan masalah-masalah itu, kita harus menyisir ulang. Melihat lagi, membaca kalimat per kalimat, kata per kata tiap-tiap pasal untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam RUU KUHP,” ujar Taufik Basari. (pi/nt)