MEDAN (podiumindonesia.com)- Zakir Husin, terdakwa kasus kepemilikan narkoba 4,9 gram yang kini terancam 12 tahun penjara, secara gamblang mengisahkan dirinya telah lama ditarget polisi. Ya, tembak mati.
Demikian kata Zakir pada persidangan lanjutan pembacaan pledoi di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (25/6). “Jadi kenapa selama ini saya menghindar, karena yang ada di pikiran saya ancaman tembak. Apalagi hal itu saya dengar langsung dari istri saya,” ujarnya.
Terus terang, lanjut Zakir, dirinya trauma dikarenakan peristiwa pada 2002 lalu. “Saya pernah ditangkap dengan barang bukti yang dimasukkan ke dalam jaket saya. Itulah alasan mengapa saya pergi dan menghindari dari masalah ini. Karena itu pula saya pergi ke Batam dan MAlaysia,” terang pria turunan India tersebut.
Lebih lanjut diungkap laki berusia 47 tahun tersebut, pada awal penggeledehan, jaket yang dikenakan berada di depannya. Dan saksi, menurut Zakir, tidak ditemukan apa pun dalam jaketnya.
“Kemudian jaket dibawa petugas. Dalam waktu 15 menit jaket itu dikembalikan petugas. Tiba-tiba saja di dalam jaket itu terdapat plastik klip yang diperlihatkan kepada saya. Di situ saya petugas bertanya kenapa ada plastik klip. Tapi saya bertahan tetap tidak tahu karena memang sedari awal jaket saya itu tak ada apa pun di dalamnya,” beber Zakir.
Jawaban tidak tahu itu membuat petugas geram. “Saya jadi bulan-bulanan mereka, saya didesak harus mengakui temuan di dalam jaket saya itu. Saya pundipaksa mengakui bahwa plastik klip di jaket saya adalah milik saya,” katanya di depan majelis hakim dipimpin Sri Wahyuni Batubara.
Dari situ Zakir dibawa ke depan Polrestabes Medan untuk menunggu Kanit yang bersangkutan. Lalu Zakir dibawa keliling ke Jalan Pancing tepatnya di depanIAIN.
“Di daerah itu ada perumahan bermasalah yang berlahan kosong dan saya disuruh turun dengan tangan terborgol. Saya kemudian disuruh lari, tapi saya tetap menolak segala permintaan mereka (petugas-red). Karena saya tidak mau melarikan, saya melihat petugas-petugas itu mengeluarkan senjata dan sayadisuruh menghadap membelakangi mereka,” imbuhnya.
Tak pelak, lepas Zakir membelangi petugas yang memegang senjata, dia pun mendengar letusan peluru diarahkan ke kakinya. Zakir yang kalut mendengarletusan senjata memohon kepada petugas untuk tidak ditembak.
“Tapi petugas tidak memperdulikan saya. Kembali mereka (petugas) menyuruh saya membelakangi yang diberengi dengan letusan peluru ke dua. Hingga peluru kelima tepat mengenai mata kaki saya,” cerita Zakir.
Setelah petugas puas, masih diterangkan Zakir dalam pledionya, barulah mereka memboyongnya ke dalam mobil. Zakir pun diletakkan di dekat ban cadangan.
“Kondisi saya sangat lemas karena darah terus bercucuran dari kaki. Walau begitu saya masih mendengar Kanit menghubungi seseorang. Dalam percakapan itu saya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Kanit “Wik titipanmu sudah saya kerjakan, 5 butir peluru sudah dtembakkan dan sepertinya dia bakal cacat”. Itulah mengapa saya terus menghindar dari masalah ini,” katanya.
Anehnya lagi yang dirasakan Zakir, setiap penangkapan narkoba oleh pihak kepolisian, baik di Kampung Kubur dan Medan Polonia, polisi selalu bilang kalau itu barang milknya.
“Bila tersangka bilang tidak, barulah petugas melakukan penyelidikan. Makanya kok cuma saya digitukan?” ucapnya.
Dari kasus perkasus yang dialami, Zakir menilai ada suatu dendam pihak kepolisian pada dirinya. “Makanya sedari awal saya tetap berpegang kalau saya tidak bersalah dalam kasus ini,” pungkasnya.
Seperti diketahui, selain dituntut 12 tahun penjara, Zakir juga dikenakan denda Rp 1 miliar dengan subsider 6 bulan kurungan. Zakir dijerat JPU dengan pasal Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. (pi/syahduri)