
BURUH bergerak. Angkat suara di depan podium. Mahasiswa turut dalam satu barisan. Bahkan di sebagian daerah turut serta pelajar. Massa bersatu menolak disahkannya UU Omnibus Law.
Di Medan, ribuan buruh melancarkan ‘serangan’ ke kantor DPRD Sumut. Mereka ingin menyuarakan aspirasi. Namun sayang yang berhadapan dengan mereka bukannya wakil rakyat malah polisi.
Ricuh, ya begitulah tergambar. Pengesahan Omnibus Law yang terkesan dipaksakan itu terjadi pada Senin malam. Selama tiga hari pula pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja ‘menskor’ kegiatan. Dengan maksud biar adem ayem tatkala Omnibis Law itu berjalan.
Namun semua bertolak belakang. Buruh merasa dikangkangi dengan kehadiran Omnibus Law yang kerap disebut orang dengan Undang-Undang Cilaka. Prediksi kaum buruh sejak awal, memang UU Cipta Kerja atau disingkat Cilaka itu mematikan sebagian hak mereka.
Seperti hak cuti, pemangkasan status yang dijadikan kontrak kerja, hari libur dan atau sebagainya. Inilah kondisi yang terjadi. Dan sekarang, hari ini Kamis (8/10/2020), emosi kaum buruh bersama mahasiswa tertumpahkan.
Pertanyaannya, ke mana para wakil rakyat Sumut? Ke mana pimpinan NKRI Jokowi? Ke mana arah dan kebijakan yang selama ini jadi harapan? Belum ada yang bisa menjawab. Alhasil, buruh bersatu menentang suatu kebijakan yang dianggap dikotomi.
Buruh bangkit, itu sudah pasti. Apalagi puluhan bahkan ratusan juta buruh melihat ada ketidak laziman dalam UU Cipta Kerja yang dinilai pro pengusaha. Mahasiswa ambil bagian dalam kelompok demo dan itu bukan tanpa alasan. Sebab, mereka (mahasiswa) punya orang tua, keluarga, sanal famili yang juga mengais rezeki dari pekerjaannya sebagai buruh.
Dengan kondisi yang terjadi selama tiga hari ini, buruh menuntut pencabutan UU Omnibus Law. Pemerintah selaku orang tua diharapkan bisa bersikap tegas dan bijak. Wakil rakyat yang seharusnya merakyat tak hanya diam. Dari sejumlah partai politik yang ada di gedung dewan terhormat di Senayan, cuma dua partai yang secara sah menolak Omnibus Law. Partai Demoktar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang bersikukuh UU tersebut tak layak disahkan.
Buruh (sebagaimana diberitakan) telah komit tetap melakukan aksi hingga UU Omnibus Law itu dicabut kembali. Pertanyaannya, mungkinkah UU itu dicabut? Sebagaimana dikatakan Ali Muchtar Ngabalin, ada jalur yang akan ditempuh bagi siapa saja yang ingin menolak keberadaan UU Omnibus Law. Mari kita tunggu bersama, apakah masih ada skenario lebih apik lagi dilakukan pemimpin negeri ini. SEMOGA. (***)