Oleh: Rusdi Stabat
LANGKAT, 17 Januari lalu, baru saja merayakan hari jadinya yang ke 266. Dalam rentang sejarah yang panjang itu. Kehidupan masyarakat Langkat dimulai dari pemerintahan Kesultanan Langkat yang berjaya semasa Sultan Haji Musa Al Khalid Al Mahadiah Muazzam Syah bin Raja Ahmad.
Menurut bahasa tutur dari orang-orangtua setiap tahun Sultan Langkat mengeluarkan zakat dan sedekah dengan mengumpulkan seluruh rakyat di masjid atau istana pada malam 27 Ramadhan.
Kepada rakyat yang dating diberikan uang F 2,5 per orang. Di zaman itu uang sebanyak itu cukup untuk membeli beras 50 kati. Selain itu memberikan bantuan-bantuan lainnya seperti minyak lampu yang digunakan untuk penerangan di bulan Ramadhan.
Menjelang Hari Raya Idul Fitri Sultan menyembelih ratusan ekor sapi yang dagingnya dibagikan kepada rakyatnya.
Bagi puak melayu kebun mereka luas termasuk sawah dan ladang. Mereka menjadi tuan tanah di kampung halamannya. Kini semua itu tinggal masa lalu menjadi cerita pelipur lara, karena tanah-tanah pusaka habis terjual berpindah kepemilikannya kepada etnis pendatang dari pulau jawa, yang di zaman belanda sebagai kuli kontrak.
Berkaitan dengan hari-hari besar Islam seperti Ramadhan kesultanan Langkat memberikan sumbangan ke masjid-masjid beruapa makanan dan minuman untuk masyarakat yang melaksanakan sholat tarawih dan tadarus. Selain itu memberikan sedekah kepada masyarakat miskin ketika menjelang idul Fitri. Kekayaan kesultanan Langkat turut dinikmati oleh rakyatnya.
Meskipun di masa Kesultanan Langkat kehidupan masyarakat berkasta-kasta. Ada golongan bangsawan ada golongan rakyat jelata. Golongan bangsawan keturunan raja-raja dikenal dengan gelar tengku, sultan dan datuk.
Dengan adanya kasta pada masyarakat maka keturunan bangsawan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bersekolah, menjadi pegawai kerajaan, menjadi juruan. Dengan jabatan disandang mereka hidup berkecukupan dibandingkan dengan rakyat jelata hidup sederhana.
Meskipun demikian rakyat biasa juga bisa hidup mewah mereka adalah tuan-tuan tanah dan orang-orang kepercayaan sultan. Kondisi di masa kesultanan Langkat agaknya tak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat saat ini.
Di alaman demokrasi dewasa ini kehidupan masyarakat masih juga sama, pejabat membangun kerajaan dengan mewariskan jabatan pada anak menantu dan isterinya. Uang dan kekuasaan akhirnya berkutat disekitar penguasa dan yang menikmati orang-orang yang berada dekat denga ring kekuasaan.
Rakyat biasa hanya menerima tempiasnya saja, kondisi ini diperparah dengan masalah administrasi negara yang tidak professional syarat dengan KKN menyebabkan rakyat miskin bertambah miskin. Salah satunya program pemerintah yang tidak sejalan dengan hasil dilapangan.
Pemerintah telah membuat beberapa kebijakan diantanya seperti:, pendidikan, kesehatan. Bantuan kredit permodalan pada UKM.
Kebijakan bidang pendidikan dalam upaya penanggulanngan anak putus sekolah dan program wajib belajar 10 tahun, melalui bantuan dan BOS (Biaya Oprasional Sekolah), tetapi masih ada juga anak-anak yang tidak sekolah, dan mengemis di jalan atau bekerja.
Belum lagi kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana bos oleh oknum di dinas Pendidikan dan Pengajaran. Di jalanan kita manyaksikan anak-anak di bawah umur bekerja, mereka harusnya diberi pendidikan.
Mengenai kebijakan bidang kesehatan program BPJS misalnya program ini juga tidak sejalan dengan hasil, mereka yang stratifikasinya di bawah tidak di layani dengan baik, sering sekali rumah sakit mengabaikan orang-orang yang berobat dengan kartu miskin, mereka membedakan pasien kaya dengan pasien miskin. Orang-orang kaya datang berobat dilayani dengan sangat baik, sedangkan pasien miskin diterlantarkan.
Di bidang pembangunan ekonomi baik di pedesaan atau perkotaan ,pemerintah telah membuat program akses terhadap modal, seperti program PNPM atau sejenisnya. Programnya sangat baik ada tapi hasil tidak tepat sasaran, hanya menghabiskan uang negara.
Misalnya pembelian mesin jahit melalui program PNPM, mesinnya ada tapi tidak berguna karena tidak tepat sasaran sumber daya manusia yang belum berkualitas, harusnya mesin diberikan dengan upaya menciptakan skiil yang sesuai dengan pendapatan.
Artinya di berikan mesin kepada orang yang mebutuhkan yang mempunyai skil, kemudia misalnya lagi pembelian mesin padi yang tidak ada sosialisasi cara pengunaan, akhirnya tidak bisa membuahkan hasil, mesin tidak dapat digunakan karena tidak di dukung oleh sosialisasi, akhirnya mesin dijual uangnya dibagi-bagi kepada kelompok petani.
Deskriminasi sosial membuat orang yang rendah ekonominya tidak mendapat bantuan apa-apa tetapi semakin di abaikan, mereka seperti lingkaran setan, tidak ada yang menjamin orang miskin ini menjadi naik level pasalnya dilihat dari pendidikan yang sangat kurang, ekonomi yang menjepit, mereka terus miskin karena system yang tidak berpihak kepada mereka.
Masalah kemiskinan di Langkat tidak mungkin dapat diselasikan sendiri oleh pemerintah termasuk juga dalam menyelesaikan semua masalah sosial tanpa dukungan dari masyarakat. Demikian pula sebaliknya, masyarakat juga tidak dapat upaya penyelesaian sendiri tanpa ada dukungan pemerintah.
Belitan masalah kemiskinan tidak bisa dihindari oleh masyarakat di Langkat saat ini, misalnya dalam urusan melamar kerja di Pemkab Langkat sistem sogok-menyogok,masih berlaku dan bukan lagi rahasia umum meskipun sulit untuk dibuktikan, yang pada akhirnya yang miskin makin miskin yang kaya makin kaya. (***)