STABAT (podiumindonesia.com)- Bersatu sebuah kenyataan yang begitu sulit dalam kehidupan masyarakat Melayu Langkat di negeri ini. Akibat tidak ada persatuan menjadi tersingkir di kampung halaman sendiri.
Usaha untuk mempersatukan bukan tidak ada, bahkan sudah berulangkali. Namun kemudian bubar kembali atau menjadi antara ada dan tiada. Hal itu terjadi karena tidak memiliki tokoh pemersatu, akibatnya seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Hanya bisa berciap-ciap tapi tidak bisa berbuat.
Meski demikian, tokoh-tokoh masyarakat melayu Langkat tak pernah henti mempersatukan etnis melayu. Berbagai Ormas dibentuk salah satunya bernama MAHAL (Masyarakat Hukum Adat Langkat). Visi dan Misi dari MAHAL adalah memperjuangkan hak-hak hukum adat Langkat. Setelah revolusi social 30 Juli 1947 masyarakat hukum adat Langkat terabaikan.
Hanya bisa diam karena tidak ada kekuatan. Mungkin karena sudah merasa lemah atau kalah, atau mungkin tidak mempunyai keberanian untuk sekedar mengungkap kenyataan. Inilah kenyataan dialami puak melayu di negeri Langkat ini.
Kenyataan ini maka lahirlah pemikiran dari tokoh Melayu Langkat untuk memperjuangkan hak ulayatnya dinegeri leluhurnya. Sabtu 12 Januari 2013 bertempat di Rumah Makan Singasana II Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Perdamaian, Stabat terbentuklah Ormas diberi nama Mahal (Masyarakat Hukum Adat Langkat). Abah H Jabarsyah putra pucuk paluh Secanggang didaulat menjadi Ketua Umum.
Dalam pidato setelah terpilih, Abah H Jabarsyah mengatakan lembaga ini mengayomi seluruh etnis di Langkat. “Karena orang melayu sangat toleran terhadap suku pendatang,” katanya kala itu.
Dari mana pun mereka berasal kalau sudah tinggal menetap di Langkat mereka adalah bahagian dari etnis melayu.
“Apa yang saja gagas ini karena T Syaiful Anhar meminta saya keluar dari pucuk paluh Secanggang,” ujar Abah H Jabarsyah.
Abah H Jabarsyah menjelaskan, melalui masyarakat Hukum Adat Langkat kita menuntut diperdakan hokum adat Langkat, dan perda Syariat Islam di Langkat karena masyarakat melayu Langkat pemilik negeri ini 100 persen beragama Islam.
“Kita juga menuntut kepada pemerintah pusat di Jakarta berdirinya partai local di Langkat. Kita menuntut kesejahteraan masyarakat Langkat dengan mengembalikan hak-hak ulayat masyarakat hukuym adat Langkat,” tukasnya.
Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Langkat nantinya diharapkan menjadi sosial kontrol terhadap berbagai kebijakan penguasa Langkat termasuk di dalamnya eksekutif, yudikatif dan legeslatif.
Selama ini, ujar Abah H Jabarsyah, sangat banyak terjadi berbagai bentuk kezholiman yang dilakukan penguasa Langkat terhadap masyarakat Hukum Adat Langkat.
Misalnya alih fungsi hutan bakau menjadi pertambakan udang dan lahan pertanian kelapa sawit. Alih fungsi hutan bakau bukan mensejahterakan masyarakat pesisir tapi justru sebaliknya.
Puluhan perusahaan swasta yang berinvestasi di Langkat tidak membawa kesejahteran bagi masyarakat Langkat tetapi sebaliknya penderitaan panjang.
T Syaiful Anhar, dewan pendiri MAHAL ketika itu mengimbau jangan lagi seperti pribahasa “Bagaikan lemukut di tepi Gantang”.
“Ada dan tiada keberadaan kita di negeri Langkat relegius ini sama saja. Kita harus tampil ke depan menjadi arus perubahan pemikiran, kita harus merubah pradigma pemikiran Lebai Malang atau Pak Belalang kepada pemikiran yang realities. Kita pemilik negeri Langkat jangan hanya duduk manis sebagai penonton di tengah penjarahan ekonomi,” kata T Syiful.
Hutan dan laut serta kekayaan alam yang terkandung diperut bumi Langkat terus menerus dieksplotasi dan dijarah oleh petani berdasi. Berapa persen masyarakat Langkat yang menikmatinya? Justru yang terjadi sebaliknya. Masyarakat pesisir didera kemiskinan mati di lumbung padi.
“Ini fakta yang menggugah kita menggungat eksistensi masyarakat melayu di Bumi Langkat kepada pemerintah,” imbuhnya.
Ormas yang bernama MAHAL melibatkan tokoh-tokoh melayu Langkat, duduk sebagai dewan Pembina dan penasihat. Ada H Imran Muchtar BSC SH, waktu itu anggota DPR RI dari Partai Demokrat, ada Fachrur Roji anggota DPRD Sumut dari PDIP, ada Abdul Khair MM, wakil ketua DPRD Langkat. (RUSDI)