MEDAN (podiumindonesia.com)- Aliansi Penyelamat Masjid Amal Silaturahim (APMAS) menolak rencana pemindahan Masjid Amal Silaturahim oleh Perum Perumnas dalam proyek peremajaan dan pembangunan rumah susun Sukaramai, Medan.
Perum Perumnas dituding memperlakukan masjid seperti pedagang kaki lima. Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain sangat menyayangkan sikap pemerintah membiarkan terjadinya penggusuran terhadap mesjid di Kota Medan.
Padahal masjid sebagai rumah ibadah telah memiliki alas hukum yang jelas sehingga tidak dengan mudah untuk memindah-mindahkan mesjid.
“Setidaknya ada 12 mesjid yang diperlakukan seperti pedagang kaki lima. Digusur dari satu tempat ke tempat lain seperti halnya Mesjid Amal Silaturahim ini,” kata Tengku Zulkarnain usai menunaikan shalat zuhur berjamaah di Masjid Amal Silaturahim Jalan Timah Putih Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area, Kota Medan, kemarin.
Seharusnya Perum Perumnas selaku penanggung jawab Proyek Peremajaan dan Pembangunan Rusun Sukaramai menjadikan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf sebagai pertimbangan. Sebelum akhirnya memindahkan Masjid Amal Silaturahim yang berdiri sejak tahun 1995 silam di depan Rusun Sukaramai.
Setelah sebelumnya dipindahkan dari Gang Melur di kelurahan yang sama akibat proyek pembangunan Kompleks Perumahan Asia Mega Mas. Dalam persoalan mesjid, UU Nomor 41 Tentang Wakaf dalam Pasal 40.f tentang Perubahan Status Harta Benda Wakaf melarang aset wakaf untuk ditukar.
Hal ini diperkuat Pasal 41 yang menegaskan pengecualian harta benda wakaf tidak boleh bertententangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah. Secara syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan telah menerbitkan fatwa Nomor 47 tahun 2011 bahwa tanah yang direlakan pemiliknya untuk dibangun di atasnya masjid, walaupun tidak diikrarkan.
Terbitnya fatwa MUI didasari oleh munculnya pertanyaan di tengah masyarakat yang dapat menimbulkan kesimpangsiuran penafsiran dan pemahaman tentang hukum tanah yang dibangun di atasnya masjid. Bahkan pada tahun 1983, MUI Sumatera Utara telah menerbitkan Fatwa dan Hukum terkait Mesjid.
Dijelaskan mesjid boleh ditukar dan atau dijual (istibdal) apabila tidak dapat dipergunakan sama sekali, berada di pinggir jalan yang sempit dan dibutuhkan untuk perluasan jalan, boleh dijual/ditukar untuk kepentingan umum.
Selagi sesuai dengan jenis wakaf yang dijual atau diganti atau kedudukannya sama dengan asalnya. Pelaksana penukaran atau penujualan mesjid sebagai harta wakaf adalah hak Imam/qadhi sesuai petunjuk Kepala KUA dan MUI Sumatera Utara.