MEDAN (podiumindonesia.com)- Tiga pasangan calon (Paslon) telah menjalani tes kesehatan. Masing-masing, Edy Rahmayadi-Ijeck, Djarot-Sihar dan JR Saragih-Ance. Hanya saja, banyak pengamat mengatakan bahwa pertarungan Pilgubsu kali ini yakni persaiangan antara Edy Rahmayadi dan Djarot saja.
Apalagi keduanya memiliki kesamaan, yaitu tidak pernah berkarir politik di Sumut, serta tidak mempunyai basis politik di Sumut. Bukan tokoh lokal tapi keduanya cukup populer.
Nilai lebih dimiliki Edy yang merupakan orang asli Sumut. Ditambah dukungan dari Petahana akan membantu karena komunikasi dengan masyarakat sudah dibangun selama menjabat. Daerah pesisir timur Sumut yang pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu akan menjadi basis suara terbesar. Khususnya wilayah Langkat, Deli Serdang dan Medan.
Meski pun Sumut merupakan salah satu basis PDIP tidak serta merta memudahkan langkah Djarot. Di masa lalu partai ini pernah kalah dalam Pilgub Sumut tahun 2013 dengan mengusung Effendi Simbolon. Kemungkinan alasan karena beliau kurang dikenal masyarakat walaupun ia berasal dari sana.
Walau pun begitu pamor Djarot sendiri cukup tinggi di Sumut. Khususnya di wilayah tengah sekitar Danau Toba yang banyak dihuni oleh Suku Batak dengan mayoritas beragama Kristen. Belum lagi mereka sudah jenuh dengan gubernur sebelumnya yang gonta-ganti berurusan dengan KPK.
Kans Djarot di Pilgubsu ini sebenarnya cukup berat. Tantangan terbesarnya adalah namanya relatif belum dikenal luas di Sumut. Berbeda dengan Jakarta di mana masyarakat sudah melek informasi. Selain itu benar bahwa ada banyak orang Jawa di Sumut, tapi tidak ada hubungan psikologis yang sangat kuat antara komunitas Jawa Sumut dan Djarot.
Mereka akan lebih cenderung memilih calon yang dikenal. Apalagi Sumut, selama ini terkenal dengan rasa kedaerahannya. Edy akan berusaha untuk mengamankan suara dari basis pendukung Melayu. Sementara dari basis pendukung Jawa masih terpecah antara dirinya dan Djarot.
Poros ketiga yang dibentuk Demokrat dengan PKB dan PKPI akan menjadi kelanjutan dari Pilgub DKI. Mengusung JR Saragih, Bupati Simalungun dua periode yang juga kader Demokrat. Munculnya poros ini akan menjadikan suara dari basis pendukung Batak terpecah antara Djarot dengan JR.
Pemilih Batak yang menyukai figur Djarot dan ikut menyaksikan sepak terjangnya di Jakarta akan memilih beliau. Sementara pemilih Batak yang cenderung lebih menginginkan seorang calon gubernur berdarah Batak akan memilih JR.
Bila dilihat dari besaran agama yang paling banyak di anut, sebagain besar penduduk provinsi Sumatera Utara memeluk agama Islam, yang berikutnya adalah Agama Kristen, Katolik dan Budha. Agama Islam menjadi mayoritas di beberapa kabupaten dan kota di antaranya Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Batu Bara, Padang Lawas Utara, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Kota Sibolga, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Medan, Binjai dan Kota Padangsidempuan.
Sedangkan di kota dan kabupaten lainya yang tidak disebutkan di atas, sebagian besar penduduknya menanut agama Kristen , sedangkan Agama Katolik dengan jumlah besar di Provinsi ini ada di Kabupaten Karo, Nias Selatan, Samosir, Deli Serdang dan Simalungun, Agama Budha dengan populasi besar berada di Kota Medan.
Untuk Etnis Batak sendiri berada di angka 41.95%, Jawa 32.62%, Nias 6.36%, Melayu 4.92%, Tionghoa 3.07%, Minangkabau 2.66%, Banjar 0.97% dan Lain-lain 7.45%. Agama Islam yang mayoritas di Sumut berada di peringkat pertama, yakni 63.91%, Kristen Protestan 27.86%, Katolik 5.41%, Buddha 2.43%, Hindu 0.35%, Konghucu 0.02%, Parmalim 0.01% dan lainya 0.01%.
Pengamat politik Universitas Sumatera Utara (USU) Warjio memperkirakan Edy-Ijeck akan mendominasi Pilgub Sumut. Syaratnya, Edy bisa meyakinkan pemilih yang belum menentukan pilihannya di Pilgub Sumut.
Meski ada tiga pasang calon, menurut Warjio, pertarungan ini akan menjadi pertarungan Gerindra dan PDIP. Sementara poros baru yang dibentuk Demokrat, kurang meyakinkan. JR Saragih adalah Bupati Simalungun, sementara Ance Selian adalah mantan anggota DPRD Sumut periode 2014.
Djarot menurut Warjio akan unggul di wilayah yang menjadi basis PDIP seperti Simalungun, Siantar, dan wilayah Tapanuli.
“Tapi daerah pesisir Edy-Ijeck akan unggul dan kemudian wilayah Medan, Langkat, Deli Serdang mereka akan menang di kota-kota besar berdasarkan parpol dan religius keagamaan,” ujarnya.
Ketua Progres 98, Faizal Assegaf, beberapa waktu lalu sempat memprediksi, bahwa Letjend Edy sudah punya kalkulasi politik yang jitu. Termasuk data intelijen yang dimiliki, memberi petunjuk yang terang akan dirinya bakal menang di Pilgub Sumut.
Faizal menyebut, peluang kemenangan Edy Rahmayadi setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, soliditas dan pengaruh kekuatan partai oposisi (Gerindra, PAN dan PKS). Juga faktor sugesti dan inheren jaringan TNI dengan masyarakat di akar rumput.
“TNI memang dilarang berpolitik praktis, namun solidaritas prajurit dalam bentuk dukungan moril tidak bisa dicegah. Apalagi visi dan kepemimpinan Letjend Edy bertujuan dibaktikan untuk kemajuan rakyat dan negara,” kata mantan aktivis mahasiswa 98 ini.
“Kenapa harus resah bila prajurit beri dukungan moral kepada figur TNI yang berjiwa nasionalis dan dicintai rakyat?” sambungnya.
Suka atau tidak, menurut Faizal, manuver cerdas sosok Letjen Edy untuk masuk di orbit Pilgub Sumut secara efektif telah mengunci figur yang direstui Jokowi dan diusung PDI Perjuangan.
“Jadi, sebaiknya PDIP menyadari, figur yang mereka usung dengan klaim mendapat restu dan dukungan Istana, sudah tidak laku. Perlu legowo untuk menerima kenyataan bahwa selangkah lagi Edy Rahmayadi dan rakyat Sumut akan tampil sebagai pemenang,” tukasnya.
Peneliti CSIS Arya Fernandes mengaku belum bisa memprediksi siapa yang akan menang di Pilgub Sumut. Keduanya juga belum pernah terjun dunia politik lokal di Sumut.
Sebab itu, Arya menilai mesin partai harus bisa membantu kedua calon jika ingin menang.
“Kondisi seperti ini soliditas mesin partai akan membantu. Karena sisi ketokohan publik Sumut tentu tidak pernah presentasi orang berinteraksi atau bertatap muka langsung belum pernah,” tutur Arya.
Meski begitu, Arya mengaku calon wakil gubernur yang akan mendampingi Djarot dan Edy bisa membantu. Apalagi jika kedua memilih calon pertahana untuk Pilgub Sumut.
“Calon wakil membantu suara siapa yang akan diajukan, calon kepala daerah petahana akan membantu kenapa? karena basis politik jelas, interaksi jelas dan sering komunikasi dengan masyarakat di sana,” tutur dia.
Uniknya Bacalon Wagub
Para bakal calon Wakil Gubernur Sumut yang maju di Pilkada 2018 memilik latar belakang yang unik. Sihar Sitorus, pendamping Djarot misalnya, adalah tokoh yang gila bola. Anak Medan ini bahkan tak segan menggelontorkan dana untuk PSMS Medan, klub kebanggaan masyarakat Medan.
Selain itu, pria lulusan Universitas of Arizona ini juga sempat menjabat sebagai Komite Eksekutif PSSI. Ia pula banyak menuangkan ide-ide untuk sepak bola nasional.
Selain gila bola, pria kelahiran 13 Juli 1968 itu juga ahli di bidang administrasi bisnis. Sebelum memutuskan maju Pilkada Sumut, ia bukan bekerja sebagai tenaga ahli Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Selain Sihar, ada pula nama Musa Rejekshah, bakal calon wakil gubernur Sumut mendampingi Eddy Rahmayadi. Musa yang kerap disapa Ijeck Shah itu adalah penggemar otomotif, terutama motor.
Ia sempat menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Provinsi Ikatan Motor Indonesia (IMI) selama dua periode. Selain itu, Ijeck juga sempat menjadi Ketua Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) Sumut.
Tak hanya motor, Ijeck juga menggemari mobil. Ia bahkan pernah ikut kejuaraan nasional Speed of Road pada 2005 silam.
Berbeda dengan Sihar dan Ijeck, bakal calon Wakil Gubernur Sumut yang mendampingi JR Saragih, Ance Selian justru seorang politikus dari PKB. Saat ini dia menjabat sebagai Ketua DPW PKB Sumut.
Mengenai kekayaan, dari data laporan terakhir menyebutkan bahwa Edy memiliki harta tidak bergerak (tanah dan bangunan) Rp 3.040.000.000. Harta bergerak Rp 593.000.000 dan harta bergerak lainnya Rp 276.600.000,-
Surat berharga Rp 200.000.000,- Giro dan Setara Kas Rp 751.500.000,- Sehingga jika ditotalkan harta Edy Rahmayadi mencapai Rp 4.861.100.000,-.
Bupati Simalungun ini tercatat sudah empat kali melaporkan harta kekayaan ke KPK yakni di tahun 2010, 2014, 2015 dan 2016.
Dari Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) yang diserahkan DR JR Saragih kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan telah diverifikasi oleh KPK, JR Saragih memiliki total kekayaan Rp. 46.781.656.485,- pada tahun 2015, sedangkan pada tahun 2016 terjadi peningkatan harta kekayaan nya menjadi Rp. 63.315.856.496,- atau naik sekitar Rp. 16.534.200.011,- dalam setahun.
Harta kekayaan JR Saragih didominasi harta non bergerak berupa tanah dan bangunan lainnya dengan nilai Rp. 48.283.829.000,- pada tahun 2015, naik menjadi Rp. 61.182.622.000,- sementara harta bergerak berupa alat transportasi dan mesin lainnya terjadi penurunan nilai menjadi Rp. 3.404.964.160,- dimana pada tahun 2015 sebesar Rp. 4.456.835.200,-.
Untuk surat berharga yaitu sebesar Rp. 7.346.000.000,- dan untuk Giro dan setara kas lainnya senilai Rp. 6.041.990.486,- pada tahun 2015 turun menjadi Rp. 5.285.563.697,-
Namun yang menarik dari LHKPN tersebut, JR Saragih memiliki peningkatan hutang pada 2016 sebesar Rp. 13.903.283.361,- dimana sebelumnya pada tahun 2015 senilai Rp. 12.000.000.000,-. Total kekayaan JR Saragih Rp. 63.315.856.496,-
Dari data LHKPN, Djarot Saiful Hidajat telah lima kali melaporkan harta kekayaan, yakni di tahun 2001, 2005, 2014, 2015 dan 2016.
Djarot memiliki harta tidak bergerak senilai Rp 1.805.499.000,- dan harta bergerak senilai Rp 425.000.000,-. Ada juga giro dan setara kas senilai Rp 4.028.965.364,-. Sehingga jika ditotalkan Djarot memiliki harta senilai Rp 6.295.603.364. (P01/nt)