NASIONAL

‘Jasmerah’ Di Tanah Bertuah

 

STABAT (podiumindonesia.com)- Era ’90 hingga tahun 2000-an, pasti mengenal yang namanya Yunus Saragih. Aktif dalam perpolitikan Sumatera Utara terkhusus di tanah Bertuah. Jabatan terakhir Bupati Langkat meski dalam waktu singkat.

Tak sampai setahun Yunus Saragih duduk di kursi empuk orang nomor satu Pemkab Langkat. Terhitung tujuh bulan, dari 16 Juni 2008 hingga 20 Februari 2009.

“Selama (tak sampai setahun) itu, saya tetap menjalankan tugas sesuai fungsi saya. Memang ada beberapa catatan yang saya buat, seperti perehaban dan pembangunan sekolah serta pembangunan jalan 2 kilometer di Kecamatan Selesai,” urainya.

Dan, kalau dilihat dari perehaban sekolah mau pun pembangunan jalan sepanjang 2 kilometer adalah hal lumrah sebagai kepala daerah. Menariknya, Yunus Saragih membangun atau merehab sekolah dan membuka jalan saat itu tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat.

Apalagi, kata Yunus Saragih, ketika itu dana APBD tak ada yang bisa dikelola. Artinya, Yunus Saragih harus berpikir keras untuk pembangunan sekolah dan jalan di Kabupaten Langkat. Bagaimana cara Yunus Saragih membangun ‘rumah’ generasi bangsa tersebut?

“Masa itu tak ada lagi dana APBD yang harus dikelola. Jadi cara saya dengan mengumpulkan pengusaha untuk bisa bahu membahu membangun sekolah dan jalan,” terangnya.

Nah, syukurnya para pengusaha di Langkat tertarik untuk menyisihkan dananya. Lalu terbangunlah sekolah dan jalan sepanjang 2 kilometer. Dari gebrakan Yunus Saragih bisa diartikan jangan cuma berpangku tangan menanti dana APBD. Semuanya bisa diperbuat, seperti kata pepatah ‘di mana ada kemauan di situ ada jalan’.

“Saya tak mau ada sekolah yang tak layak di Langkat ini. Dan saya berharap apa yang telah saya perbuat bisa diikuti kepala daerah berikutnya,” tukas Yunus Saragih menjawab kru PODIUM di rumahnya di Jalan Jenderal Sudirman No 30 AB, Kelurahan Perdamaian, Stabat, Langkat, belum lama ini.

Namun sayang, amanah terhitung bulanan yang sempat diukir Yunus Saragih dengan tinta emas, nyatanya tak berlanjut ke pemenang Pilkada 2009, yakni H Ngogesa Sitepu.

Mirisnya lagi, nama Yunus Saragih sempat hilang dari catatan sejarah kepala daerah Kabupaten Langkat. PODIUM pun menanyakan perihal tersebut kepadanya. Menyangkut hal itu, Yunus Saragih memperlihatkan salah satu tabloid yang berada di mejanya. Tabloid terbitan Langkat tersebut mengulas tentang HUT Kabupaten Langkat serta kepala daerahnya.

Tampak di tabloid tersebut nama Yunus Saragih tak ada di website mantan Bupati Langkat. Hanya saja di sana foto Yunus Saragih tetap terpampang.

“Kalau dugaan unsur kesengajaan, mungkin saja ada. Tapi pastinya seorang penulis sejarah kok tak paham tentang sejarah? Ini kan aneh. Jangan sembarangan menulis kalau memang tak tahu,” sindir Yunus.

Padahal kalimat ‘jangan sekali-kali meninggalkan sejarah’ alias Jasmerah sering terdengar di telinga. Ungkapan Jasmerah salah satu pengingat supaya rakyat Indonesia jangan lupa akan sejarah pejuang, atau orang-orang yang berjasa di bumi ibu pertiwi. Namun apa mau dikata pesan Jasmerah hilang di kampung Amir Hamzah.

“Sekali lagi saya tidak mempermasalahkan nama saya tak ada di situ (wikipedia atau (sumber https/www.langkatkab.go.id/page/9/sejarah Langkat, red)). Saya telah menjalankan tugas sebagaimana mestinya selama kurang setahun,” ulang Yunus.

Malahan, kata Yunus, banyak yang mengira bahwa dirinya menjabat pelaksana tugas (Plt) atau Pejabat Sementara (Pjs) menggantikan H Syamsul Arifin.

“Ada tulisan menyebutkan saya cuma Plt atau Pjs bupati. Padahal sebenarnya saya diangkat menjadi Bupati Langkat menggantikan Syamsul Arifin. Nah, ini kan keliru. Pengangkatan saya lewat SK Mendagri, bukan main-main,” serunya.

Memang, telusur PODIUM beberapa waktu lalu (sebelum berita ini naik cetak) tepatnya di https/www.langkatkab.go.id/page/9/sejarah Langkat dan wikipedia, nama Yusuf Saragih terlompati.

Tertulis setelah eks Bupati Langkat H Syamsul Arifin, kemudian di bawahnya H Ngogesa Sitepu pada urutan 9.

Sedangkan diketahui H Syamsul Arifin menjabat dua periode kemudian coba peruntungan ke kancah Gubernur Sumut tepatnya 2008. Selanjutnya tongkat estafet dipegang oleh Yunus Saragih. Pun ‘seumur jagung’ menjabat, pastinya nama Yunus Saragih layak masuk di wikipedia mau pun https/www.langkatkab.go.id/page/9/sejarah Langkat.

Ironi, saat PODIUM menggelar rapat redaksi memastikan keabsahan nama Yunus Saragih hilang di dua sumber (seperti di atas), tiba-tiba semuanya terjawab. Dua sumber (https/www.langkatkab.go.id/page/9/sejarah Langkat dan wikipedia) itu telah mencantumkan nama Yunus Saragih berada di urutan 9 menggantikan posisi Bupati H Ngogesa Sitepu.

Alhasil, Bupati Ngogesa Sitepu turun ke urutan 10 sebagai kepala daerah Kabupaten Langkat. Seiring kemunculan nama Yunus Saragih di dua sumber tersebut, tanda tanya mengemuka. Kenapa nama Yunus Saragih muncul di dua sumber itu tatkala jelang berakhirnya jabatan H Ngogesa Sitepu serta pelantikan Bupati Langkat baru Terbit Rencana Perangin-angin?

Apakah Pemkab Langkat baru sadar setelah 10 tahun berselang nama Yunus Saragih hilang? Dua pertanyaan itu langsung dijawab politikus Langkat, Safril SH.

Hilang dan munculnya kembali nama Yunus Saragih di https/www.langkatkab.go.id/page/9/sejarah Langkat dan wikipedia, dinilai Safril terindikasi adanya rekayasa yang dilakukan Pemkab Langkat.

“Karena dari dulu nama Yunus Saragih tak pernah terakomodir di website. Yang perlu kita cari tahu, siapa dalang atau pihak yang mencari kesempatan atau mencari muka jelang habisnya masa jabatan bupati lama Ngogesa Sitepu dan pelantikan Terbit Rencana Peranginangin,” tegas Safril kepada kru PODIUM, Jumat (15/2).

Safril menyebut dengan tidak adanya nama Yunus Saragih di dua sumber saat itu berarti tak ada Bupati Langkat selepas Syamsul Arifin menduduki posisi Gubernur Sumut.

“Saya tegasnya itu kebodohan atau kelalaian struktural Pemkab Langkat. Dari situ bisa kita lihat tikda adanya ahli Pemkab Langkat, orang yang spesialis mengenai sejarah Langkat. Masak namanya (Yunus Saragih) bisa dihilangin,” sebut politisi PDI Perjuangan ini.

Dia pun menduga penempatan posisi untuk satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkab Langkat banyak yang tak sesuai disiplin ilmunya. Semisal, masalah bangunan. “Ya tempatkanlah ahli insinyur berkualitas. Jangan cuma senangnya saja lalu meletakkan jabatan pejabat,” imbuhnya.

Bahkan, kata Safril, dirinya pernah menyindir salah satu Kepala SKPD dianggap tak sesuai keilmuannya. “Saya masih ingat saat itu Bupati Ngogesa meletakkan Kadis Pariwisata yang dulunya bekerja di Satpol PP. Ya mati suri-lah. Walau sedikit aneh tapi kita tidak heran karena itu sudah biasa kita lihat,” sahutnya sambil melempar senyum.

Makanya, tambah Safril tidak ada kemajuan pembangunan di Langkat. Ke depan untuk Bupati Langkat yang baru (Terbit Rencana Peranginangin), Safril berharap bisa mengakomodir keinginan dan kemauan rakyatnya.

“Kalau memang begitu juga, ya sama saja. Sudah 20 tahun Langkat ini tak ada perkembangan, sejak masa Syamsul Arifin 2 periode dan Ngogesa juga 2 periode. Pembangunan tidak signifikan, pembangunan berkualitas tidak ada,” sergahnya.

Safril yang kini turut dalam pertarungan legislatif bernaung di PDI Perjuangan 2019 Dapil I Langkat (Kecamatan Wampum Secanggang, Hinai dan Stabat) ini menjelaskan, dulu dia dipercaya membangun lapangan bola di Langkat tepatnya di dekat kantor DPRD Langkat.

“Sekarang lapangan bola itu jadi idola. Termasuk saya juga yang membangun tribunnya. Jadi awalnya lapangan bola itu sawah. Sekarang tengok saja orang berebut main di sana,” imbuhnya.

Makanya, kata Safril lagi, kadang-kadang sebagai warga Langkat tak tahu program bupati ke depan. Begitu juga bupati terdahulu, cuma visi misinya yang muluk-muluk.

“Tak perlu janji muluk-muluk. Kita dapat lihat sendiri kalau Binjai itu jauh lebih maju ketimbang Langkat. Malahan uang Langkat itu tidak sedikit, kalau saya tidak salah sekitar Rp 2 trilunan lebih untuk pembangunannya. Bukan tak banyak tu bangunan, baru dibangun sudah rusak, bahkan sekarang banyak yang fiktif. Pemeringtah suka-suka hatinya saja tanpa memikirkan rakyatnya,” pungkas Safril.

Beda Sistem

Kini usia Yunus Saragih telah 69 tahun. Tempramen sedikit berkurang, tak seperti dulu yang dikenal garang. Naik turun (tensi) masa itu lebih karena terbawa jiwa aktivis sebagai pembela rakyat kecil terutama masalah tanah.

Tak hanya berjuang di Kabupaten Langkat atau Binjai, Yunus Saragih juga terjun langsung ke Medan, berkoar di gedung DPRD Sumut. Bersama rekan sejawatnya Syamsul Hilal, mereka suka rela ‘terbang’ ke sana ke mari.

Itulah Yunus Saragih yang selalu berjuang dan berjuang. Terpanggil membela kaum marginal, alhasil Yunus Saragih meneruskan ‘hobbinya’ itu ke kancah politik.

Pun, kata dia, darah politik mengalir dari tubuh sang ayah lewat bendera Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenis. Terlepas dari usia remaja hingga dewasa, Yunus dipercaya memegang tampuk kuasa Partai Demorasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Langkat.

Partai gawean Megawati ini dinilai Yunus adalah reinkarnasi PNI Marhaenis. Apalagi visi misi PDI Perjuangan seolah memiliki ide yang sama semasa sang deklarator Soekarno. Kepada PODIUM, beberapa pekan lalu sempat bertemu, Yunus Saragih mengisahkan bahwa apa yang dibangun Ir Soekarno yang tak lain Presiden Pertama Indonesia itu murni membela kaum lemah, rakyatnya.

Ditanya, apa saja ajaran Bung Karno yang hingga kini masih dipegang teguh olehnya, Yunus Saragih pun menjelaskan. Setidaknya, kata dia, ada lima intisari dari ajaran Bung Karno. Pertama memahami ketahanan ideologi bagaimana mempertahankan politik yang menegakkan NKRI.

“Kedua, ketahanan pangan. Yaitu masalah ekonomi. Jangan seperti sekarang. Soekarno bilang kita harus berdikari. Tapi sekarang apa-apa kita bergantung pada asing. Sampai garam kita impor. Ini bertentangan dengan ajaran Seokarno,” terangnya.

Ketiga, ketahanan kesehatan. Semua masyarakat Indonesia harus memiliki jiwa yang sehat dalam tubuh yang kuat. Hal itu menurutnya sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa ini.

Keempat, lanjutnya, adalah ketahanan pendidikan. Yakni bagaimana menciptakan manusia yang unggul dalam bidang ekonomi, politik sosial dan budaya sebagaimana tertera dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1.

“Yang kelima yaitu ketahanan kewarganegaraan. Negara kita luas sekali. Konon kalau dihitung panjang pantainya bisa mengelilingi bola dunia. Manusianya harus menguasai bumi pertiwi-nya sendiri. Dan harus menjadi tuan rumah dari tanah air ini,” ujarnya.

Berikutnya adalah Trisakti yang berisi tiga pondasi penting. Yaitu, berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

Namun itu cerita dulu, yang namanya partai politik penuh dengan perjuangan, tidak seperti sekarang.
Pada 2009, Langkat menggelar Pilkada. Periode pertama itu Yunus Saragih hanya jadi penonton terbaik. Sang jawara adalah Ngogesa Sitepu berdampingan dengan Budiono. Periode selanjutnya Yunus Saragih turut dalam calon bupati di pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Walau kader PDI Perjuangan, tapi Yunus Saragih tak didelegasikan partainya. Dia pun maju lewat jalur independen berpasangan dengan Sahmadi Fiddin.

Alasannya kembali mencalonkan sebagai Bupati Langkat karena pekerjaan rumah yang tertunda kala dia mengantikan mantan Bupati Langkat, Syamsyul Arifin yang dilantik menjadi Gubernur Sumatera Utara, 14 Agustus 2008.

“Banyak dulu pekerjaan yang belum selesai, karena dulu menjabat singkat. Ini saya mencalonkan diri untuk menyelesaikan pekerjaan yang dulu tertunda,” tuturnya didampingi wakilnya Sahmadi Fiddin kepada awak media.

“Saya tak punya modal untuk maju (masa itu). Harapan saya apa yang telah saya lakukan ketika itu (membangun sekolah dan jalan) bisa jadi kunci. Tapi nyatanya nol, lagian memang banyak yang tak menginginkan saya (jadi Bupati Langkat),” ujarnya sedikit berseloroh.

Menurut Yunus Saragih, selama menjabat dulu, dia dikenal keras, tak mencla-mencle, tegas dan tak tergiur rupiah alias korupsi.

“Mungkin, dulu selama kurang setahun saya menjabat, kalau memang saya ingin duit, sangat mudah saya dapati. Tapi saya terus terang menjauhkan hal itu, makanya kadang banyak yang tak sejalan dengan saya,” sebutnya.

Dan, karena sistem yang dinilainya sudah ‘menyamping’ itu pula membuatnya harus hengkang dari dunia politik yang sempat membesarkan namanya itu.

“Sistem tak lagi sejalan dengan diri saya, makanya saya keluar dari kancah politik. Sistem sekarang sudah berubah dan lebih memikirkan uang,” tukas Yunus Saragih.

“Mau jadi apa pun di Langkat ini harus ada uang. Saya keluar dari dunia politik karena hati nurani saya tidak bisa menerima sistem politik kita semata-mata dibangun berdasarkan uang. Untuk mendapatkan kekuasaan harus dibeli dengan uang,” imbuhnya.

Sekadar mengingatkan, pada pemilihan Bupati Langkat 1999-2004 ada tiga nama untuk mendampingi H Syamsul Arifin yakni Saleh Bangun, Mahesa Bangun dan Yunus Saragih.

“Sementara Kopercab PDIP Langkat merekomendasikan saya sebagai wakil Bupati Langkat mendampingi H Syamsul Arifin,” katanya.

Nama itu dikirim ke Jakarta DPP PDIP. Di sana nama Yunus Saragih sebagai rekomendasi berduet dengan Syamsul Arifin.

Selama dua periode H Syamsul Arifin berpasangan denga Yunus Saragih membangun Langkat. Menyinggung tentang mahar politik zaman itu, Yunus Saragih sama sekali tak menampil.

“Mahar masa itu sudah ada, akibat permainan uang mahar banyak kader tak diusung partai. Kondisi kehidupan partai politik menjadi fragmatis dan untuk mendapatkan kursi kekuasaan harus ada uang. Dari situlah saya memutuskan hengkang dari panggung politik,” tandasnya.

Setelah turun dari panggung politil, Drs H Yunus Saragih MM berdomisili di ujung Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat tepatnya di Desa Padang Cermin.

Di rumah berbentuk persengrahan kini kelihatan tidak terurus. Rumput-rumput liar tumbuh di sekitar pekarangan rumah yang berada di tengah-tengah perkebunan kepala sawit terpisah dengan pemukiman warga.

Rumah persangrahan mantan Bupati Kabupaten Langkat kini ditempati salah seorang anaknya. (win/rusdi/agus)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button