LANGKAT (podiumindonesia.com)- Tentunya kita mengetahui bahwa Kabupaten Langkat, salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, merupakan Kabupaten yang memiliki ciri khas keMelayuan.
Hal itu disampaikan Sekretaris Kompak Kabupaten Langkat Hidayat Syahputra, di Stabat, Jumat (25/01).
“Sebuah Kabupaten yang dilatar belakangi oleh kerajaan Melayu yaitu Kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat merupakan Kerajaan monarki tertua di antara monarki-monarki Melayu di Sumatera Timur,” katanya.
Maka sudah sangat pantaslah Kabupaten Langkat disebut dengan tanah Melayu. Sebagai daerah yang dikenal dengan kemelayuannya tersebut tentulah ini merupakan aset yang seharusnya mampu dikelola dengan baik oleh seluruh stakeholder di Kabupaten Langkat.
Dalam hal implementasi pembangunan daerah, juga selayaknya tidak boleh lepas dari falsafah Melayu yang cukup dikenal diantaranya adalah “Tak akan Hilang Melayu Dibumi”, falsafah inilah yang seharusnya menjadi ruh dari pembangunan Kabupaten Langkat.
Nilai-nilai budaya dan identitas daerah yang terkandung dalam falsafah tersebut, selanjutnya diharapkan akan mewarnai segala sendi kehidupan dalam berbagai bentuk aktivitas, baik pemerintahan, pendidikan, sosial dan kehidupan bermasyarakat, serta artefak seni-budaya daerah yang diwujudkan dengan ciri khas kemelayuannya.
Julukan sebagai kota sejarah, kota pelajar, dan pusat keagamaan, budaya haruslah dihidupkan kembali ditengah arus modernisasi yang terus melaju, bukan tidak mungkin apabila dasar falsafah yang dimiliki ini tidak disertakan dalam perencanaan pembangunan di berbagai bidang akan berdampak pada tergerusnya nilai-nilai kearifan dan budaya lokal, ungkapnya.
“Telah kita ketahui bersama bahwa identitas dan nilai-nilai budaya lokal merupakan ciri khas yang dimiliki suatu daerah merupakan modal pembangunan yang dimiliki suatu daerah,” katanya.
Pebedaan karakter satu daerah dengan daerah lainnya tentunya mempunyai perbedaan sosio-kultur sekaligus memperkaya nilai suatu daerah bahwa segala sesuatu yang terkandung didalamnya memiliki nilai-nilai sebagai karakter yang melekat.
Tentunya ini menjadi penting, kita harus menyadari bahwa jati diri dan seni-budaya lokal sangat perlu untuk dilestraikan dan dikembangkan sesuai era kekinian. Ikon-ikon Langkat yang menjadi ciri khas daerah misalnya Mesjid-mesjid warisan kesultanan Langkat, harus mendapat perhatian tersendiri, rumah-rumah kedatukan dan artefak kesultanan Langkat lainnya, harus dapat dipelihara, dirawat dan dijaga.
Selain dari pada itu harus ada upaya untuk membangkitkan lagi jajanan kuliner khas melayu seperti Halua, Kue Rasida dan jenis makan khas melayu lainnya.
“Dimana langkah upaya melestarikan dan megembangkan budaya bukanlah hanya sebatas formalitas dan hanya berlaku atas dasar instruksional saja. Namun bagaimana upaya tersebut dilakukan atas kesadaran bersama dan kebanggaan atas warisan budaya lokal,” ujarnya.
Belakangan ini kalau boleh diamati, upaya gerakan melestarikan dan mengembangkan budaya lokal Langkat baru sebatas penampilan, pameran, pentas dan lomba atau pada event tertentu.
Di kalangan birokrat daerah “mengenakan pakaian adat” hanya setahun sekali pada saat perayaan Hari Jadi Kabupaten Langkat saja. Tentunya harapan kedepannya upaya pelestarian budaya tersebut tidak dihanya berhenti sampai disitu. Pelestarian juga harus masuk pada kehidupan non formal masyarakat Langkat.
“Pelestarian budaya juga harus menyetuh pada aktivitas pendidikan formal di Kabupaten Langkat, dimana disetiap hari tertentu seluruh siswa dan guru menggunakan pakaian Malayu,” harapnya.
Juga dimasukan pendidikan muatan lokal seperti pelajaran Arab Melayu dan Sastra melayu. Hal ini juga harus dilaksanakan di instansi-instansi pemerintahan di Kabupaten Langkat, sehingga upaya pelestarian buadaya lokal tidak sebatas angan-angan.
Sepertinya sudah pada waktunya upaya pelestarian dan pengembangan budaya Melayu bisa menyentuh segala aspek kehidupan tanpa melepaskan simbol-simbol dan makna kearifan lokalnya.
Pembangunan infrastruktur mulai dari pendirian gedung, bangunan, perkantoran, pertokoan, kawasan industri, perdagangan, perumahan, fasilitas publik dan transportasi termasuk para pekerja di sektor pelayanan umum selayaknya dikaitkan dengan identitas dan budaya yang erat dengan nilai-nilai kelokalan itu.
Sehingga ketika masyarakat luar Langkat datang atau memasuki kawasan Kabupaten Langkat merasakan suasana ke-malayu-annya. Sama hal ketika kita memasuki wilayah Provinsi Bali misalnya, begitu kita menginjakkan kaki di seluruh kawasan ini sangat menampakkan suasana ke-Bali-annya.
“Identitas dan nilai-nilai budaya lokal disana sangat dijunjung tinggi walaupun budaya luar asing masuk namun Bali masih menunjukkan jati dirinya sebagai daerah yang tidak tercerabut dari akar budaya dan tradisi khasnya,” katanya.
Sebagai seseorang yang dilahirkan dan dibesarkan di Langkat, saya meliliki harapan bahwa modernisasi yang terus melaju tanpa mampu kita hentikan karena hal tersebut adalah konsekwensi logis dari perkembangan teknologi, modernisai tentunya tidak perlu kita takuti ataupun dihindari namun harus dikelola secara arif dan bijak sehingga kemajuan zaman yang kita raih seiring dan sejalan dengan identitas diri dan nilai-nilai kebudayaan yang menjadi identitas daerah.
“Yang harus kita pahami bersama ialah melestarikan dan mengembangkan budaya daerah bukanlah berarti kita harus kembali menjadi manusia masa lalu,” katanya.
Ini semua sangat bergantung pada para pemimpin dan pengambil kebijakan yang akan ikut mewarnai masa depan Langkat dan kawasan sekitarnya, sehingga falsafah “Tak Akan Hilang Melayu Dibumi” menjadi kekuatan yang nyata. (pi/ant)