MEDAN (podiumindonesia.com)- Sembilan daerah termasuk pemilihan gubernur bertarung pada 27 Juni 2018 mendatang. Namun sayang, belum merasa menang atau kalah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih dulu kabarnya mengambil langkah sigap. Ya, salah satu calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada Sumut kali ini bakal berpindah ‘rumah’.
Nah, keputusan KPK ‘menciduk’ satu dari 19 kontestan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumut itu sudah valid. Hanya saja, hingga kini belum diperoleh info siapa calon yang akan berganti baju warna ‘orange’.
Memang, seperti diketahui, sebanyak 171 daerah terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada 2018. Dari jumlah tersebut, KPK mengungkap bakal mengamankan 10 calon kepala daerah yang tersebar di lima wilayah.
Dan saat ini, menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, kurun beberapa pekan terakhir pihaknya sedang mengintensifkan proses penyelidikan sejumlah kasus dugaan korupsi dalam beberapa delik yang diduga dilakukan penyelenggara negara yang sedang berlaga di Pilkada serentak 2018.
Agus memastikan, dari para terduga tersebut memang ada yang menjadi calon Petahana. Bahkan dia memastikan, proses penetapan para calon kepala daerah dalam konteks selaku penyelenggara negara tersebut sudah hampir rampung.
“Beberapa orang yang akan ditersangkakan itu insya Allah minggu (pekan) ini kita umumkan,” tegasnya saat dikonfirmasi, kemarin.
Agus mengatakan, bahwa calon kepala daerah yang yang akan ditetapkan tersangka oleh KPK ada yang berasal dari pulau Jawa dan ada dari luar pulau Jawa. Dari hasil temuan KPK di tahap penyelidikan, pihaknya sudah yakin 90 persen untuk penetapan tersebut.
Agus menggariskan, prosesnya tersisa 10 persen atau hanya tinggal kelengkapan administrasi termasuk penandatangan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik).
Berdasarkan hasil penelusuran, saat ini KPK tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan penyelenggara negara yang kebetulan sedang mengikuti Pilkada 2018.
Kasus yang ditangani KPK baik kasus lama hasil pengembangan maupun kasus yang benar-benar baru. Objeknya baik pengadaan proyek mau pun pengurusan perizinan.
“Ada sekitar 10 calon kepala daerah (cakada) dalam kapasitas selaku penyelenggara negara, termasuk sebagai kepala daerah yang petahana maju kembali ke Pilkada dalam waktu dekat ditetapkan sebagai tersangka,” ujar seorang sumber internal KPK.
Sumber ini membenarkan pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo tentang para calon kepala daerah yang bakal menjadi tersangka berasal dari wilayah pulau Jawa dan luar pulau Jawa.
Sumber melanjutkan, di luar pulau Jawa berasal dari wilayah Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Papua. Dari Sumatera yang paling besar dalam pembahasan terakhir KPK yakni di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Dari pulau Jawa, wilayah Jawa Timur memunculkan nama paling kuat.
“Jadi dari wilayah Sumatera ada, di Jawa Timur ada, di Kalimantan juga ada, Bali ada, dan ada yang Papua. Kasusnya ada kasus lama pernah ditangani KPK hasil pengembangan, ada juga kasus baru,” ucap sumber tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan tak akan mengikuti saran pemerintah untuk menunda penetapan tersangka terhadap calon kepala daerah di Pilkada 2018.
Ia menyarankan, pemerintah sebaiknya menyiapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pergantian calon kepala daerah yang terindikasi terlibat tindak pidana korupsi.
“Daripada harus menghentikan proses hukum yang sudah memiliki bukti cukup pada peristiwa pidananya,” ujar Saut, Selasa pekan lalu.
Ia menyatakan tetap akan mengumumkan penetapan tersangka terhadap calon kepala daerah dalam waktu dekat. Apalagi, kecukupan alat bukti sudah dikantongi KPK untuk menjerat para calon kepala daerah.
Sejauh ini, ada 19 pasangan kontestan bertarung di Sumut. Di Langkat saja, dua pasangan calon bupati yang bertarung di Langkat. Yakni Terbit Rencana Peranginangin dan H Syah Afandim, SH didukung delapan partai, di antaranya Golkar, PPP, PDIP, Hanura,Gerindra, PBB, PAN, PKB dengan memperoleh 35 kursi.
Sedangkan pasangan kedua H.Rudi Bangun, SE, MAP dan H.Boediono, SE yang didukung 3 partai politik yaitu Nasdem, Demokrat dan PKS dengan memperoleh 15 kursi,” sampainya.
Untuk Kabupaten Deliserdang terdapat calon tunggal, Ashari Tambunan dan Ali Yusuf Siregar didukung 11 partai politik yakni Golkar, PDIP, PAN, PKS, PKB, PKPI, Hanura, Demokrat, PPP, Gerindra dan NasDem. Koalisi ini menguasai 50 kursi di DPRD Deli Serdang
Kemudian di Dairi terdapat dua pasangan calon bupati. Pasangan Depriwanto Sitohang-Azhar Bintang didukung partai Golkar (11 kursi) dan PAN (4 kursi), dan Eddy Berutu-Jimmy Sihombing diusung koalisi enam Partai politik masing-masing PDI Perjuangan, Hanura, NasDem, Gerindra, Demokrat dan PKPI.
Selanjutnya Kabupaten Batubara terdiri dari empat pasangan. Khairil Anwar-Sofyan Alwi diusung jalur perseorangan, sedangkan pasangan Darwis-Jamad diusung partai politik yakni Partai Golkar 7 kursi dan Demokrat 2 kursi, dan PKPI 2 kursi.
Pasangan Zahir Map-Oky diusung partai PDI-P 5 kursi, Gerindra 4 kursi, PPP 3 kursi, PBB 1 kursi. Sedangkan pasangan calon RM Harry Nugroho-M Safii diusung Partai NasDem 4 kursi, PAN 3 kursi, PKS 2 kursi, dan Hanura 2 kursi.
Di Tapanuli Utara, KPU setempat menetapkan tiga pasangan. Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat (JTP) berpasangan dengan Prengky P Simanjuntak diusung oleh parpol Gerindra, Demokrat, PKPI, dan Hanura.
Nikson Nababan-Sarlandy Hutabarat (Petahana) diusung PDI-Perjuangan, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golongan Karya (Golkar). Sedangkan jalur independen adalah Chrismanto Lumbantobing dan Hotman P Hutasoit (Toman).
Di Padangsidempuan ada tiga calon kepala daerah. Tiga pasangan yang memenuhi syarat adalah Isnandar Nasution dan Dr Ali Pada Harahap, kemudian Irsan Efendi Nasution dan Arwin Siregar, serta Rusydi Nasution dan Abdul Rosad Lubis.
Padanglawas juga menetapkan tiga pasngan, terdiri dua paslon dari dukungan partai politik dan satu paslon jalur Independen. Paslon yang mendapat dukungan partai politik, yaitu H Ali Sutan Harahap-H Ahmad Zarnawi Pasaribu. Serta pasangan Tondi Roni Tua-H Syarifuddin Hasibuan. Sedangkan paslon dari jalur perseorangan yakni Rahmad Pardamean Hasibuan-Syahrul Effendi Hasibuan.
Lalu Padanglawas Utara hanya diikuti satu pasangan saja. Paslon tunggal tersebut yakni pasangan Cabup paluta Andar Amin Harahap dan H.Hariro Harahap yang di kenal dengan jargon ANHAR.
Sementara pertarungan Pilgubsu masih menetapkan dua pasangan, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah serta Djarot dan Sihar Sitorus. Terlepas dari Cakada Sumut, info teranyar diperoleh, KPK menyatakan tak tertutup kemungkinan Cakada yang harus berganti baju ‘orange’ mendatang merupakan pasangan Petahana.
Sangat disayangkan, saat heboh KPK mengincar mangsa pejabat daerah menyangkut calon kepala daerah lolos verifikasi, toh nyatanya sedikit mendapat pertentangan.
Entah memang ada suatu titipan atau menjaga kondusifitas jelang kerawanan Pilkada. Namun pastinya, Menkopulhukam Wiranto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penetapan status tersangka sejumlah calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada 2018.
“Silakan KPK ambil langkah hukum terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana korupsi. Tapi kalau sudah ditetapkan sebagai paslon dalam pilkada, kita mohon ditunda dulu penyelidikannya, penyidikannya dan pengajuan sebagai saksi. Karena akan berpengaruh pada pemilu,” tegas Wiranto, belum lama ini.
Wiranto khawatir kasus korupsi yang menjerat calon kepala daerah akan berpengaruh pada perolehan suara kandidat tersebut.
“Akan masuk ke ranah politik dan mempengaruhi perolehan suara. Kalau sudah ditetapkan sebagai paslon itu bukan pribadi lagi, tapi milik para pemilih, partai dan mendukungnya,” ujar Wiranto.
Atas pengajuan Wiranto, sejumlah elemen masyarakat angkat bicara. Salah satunya Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
“Ada anomali atas pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto yang meminta KPK menunda sementara penegakan hukum terhadap calon kepala daerah,” singkatnya.
Sejak awal, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa korupsi harus diberantas tanpa tebang pilih. Sementara bawahannya menyatakan hal berbeda. Ia menganggap aneh jika pemerintah dan penyelenggara pemilu meminta proses penegakan hukum tersebut ditunda sementara.
Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta, prihatin atas pernyataan Menteri Polhukam Wiranto terkait permintannya kepada penegak hukum, khususnya KPK untuk menunda penanganan kasus korupsi terduga korupsi terhadap calon kepala daerah yang ikut Pilkada serentak tahun 2018.
“Khusunya dalam kasus korupsi, termasuk kepada kepala daerah dan calon kepala daerah di wilayah yang sedang melaksanakan Pilkada serentak 2018,” kata Kaka, Selasa (13/3).
Kedua adalah penegakkan hukum, khususnya dalam kasus korupsi harus menjadi bagian dari pembangunan bangsa dan pembangunan demokrasi secara menyeluruh.
Dari sisi legal penanganan kasus hukum korupsi di daerah yang melaksanakan Pilkada memiliki mekanisme sebagaimana yang sudah berjalan pada beberapa daerah dengan kandidat yang terkena OTT KPK beberapa waktu lalu.
Ketiga, kata Kaka adalah KPK seyogyanya tetap melakukan pencegahan dan penindakan terhadap kasus korupsi dan bekerja sesuai dengan tupoksi dan koridor hukum yang berlaku, dan tidak memainkan opini publik.
“Sehingga penanganan kasus korupsi di daeah yang melaksankan Pilkada adalah hal biasa yang tidak perlu dibedakan penanganannya dengan daerah lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
“Kepada Bawaslu diminta untuk melakukan intensifikasi pencegahan dan penindakan kasus-kasus hukum, khsusunya kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang, kepada penyelenggara Pemilu dan peserta pemilus serta semua pihak yang potensial untuk melakukan pelanggaran Pemilu,” paparnya.
Sejalan dengan Menkopolhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memerintahkan jajarannya menunda penyidikan terhadap para calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2018.
Polisi beralasan, sikap tersebut diambil untuk menghargai proses demokrasi, tanpa menafikan supremasi hukum, perlindungan HAM dan lainnya.
“Supremasi hukum tetap dilaksanakan nantinya setelah proses pemungutqn suara, penghitungan suara, kemudian penetapan pemenang nantinya,” ujar Kapolri usai rapat bersama Komisi III DPR RI, di gedung parlemen, Jakarta, belum lama ini.
Setelah penetapan pemenang, lanjut Kapolri, menang atau kalah calon tersebut, proses hukum kembali dillaksanakan.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini menjelaskan, kalau KPUD sudah menetapkan pasangan calon, maka yang ikut Pilkada bukan lagi pribadi yang bersangkutan.
“Tapi ia sudah dipilih dan didukung partai dan para pendukungnya,” kata dia.
“Kita tidak boleh alergi dengan partai politik. Karena sistem politik kita, partai menjadi kanal dari warga negara untuk menyalurkan aspirasinya. Jadi partai-partai ini harus dihormati juga,” pungkasnya. (PI/NET)