MEDAN (podiumindonesia.com)- Oknum polisi ‘main’ narkoba. Oknum polisi menerima uang suap dari hasil narkoba. Dan tak jarang oknum polisi terjerat narkoba. Ini merupakan rentetan cerita buruk bagi institusi Korps Bhayangkara. Pertanyaannya, siapa dipersalahkan?
Seperti halnya kasus 11 personil Polri di Polresta Tanjung Balai dalam penggelapan barang haram jenis sabu. Lebih santer lagi, skandal suap istri terduga bandar narkoba yang melibatkan beberapa personel kepolisian di Polrestabes Medan.
“Nah, dari kasus perkasus, ini memperlihatkan citra buruk polisi. Yang jadi sorotan adalah pucuk pimpinan wilayah, seperti di Sumatera Utara itu, ya Kapoldasu. Artinya apa, di situ ada kegagalann Kapoldasu melakukan pembinaan, pengawasan serta koordinasi dengan bawahan. Kalau sudah gagal, ya layak diganti!” tegas Sekretaris Pusat Studi Pembaharuan Hukum dan Peradilan (Pushpa), Nuriono SH, kepada wartawan, Selasa (25/01/2022).
Dalam hal ini, lanjut mantan Direktur LBH Medan tersebut, adalah seorang Kapoldasu yang harus dan nyata bertanggung jawab. Apalagi visi misi Polri yang presisi sebagai amanah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajaran.
Diketahui bahwa Presisi merupakan singkatan dari Prediktif, Responsibilitas, Transparasi, dan Berkeadilan, membuat pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.
Karena itu, Nuriono yang juga sebagai pengacara sekaligus pengamat hukum ini menilai terdapat ketegasan dari Kapolri melalui visi Presisi tersebut.
“Ini yang perlu dicermati semua pihak termasuk Kapolri sendiri. Jangan hukum itu tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Apalagi kalau berkaca dari kasus skandal suap dan penggelapan uang oleh oknum Polrestabes Medan sangat memalukan sekali. Jelas ini merupakan tamparan dan gambaran kebobrokan mental aparat,” papar pria berkacama tersebut.
Sebenarnya, urai kuasa hukum yang dikenal vokal ini, kasus penggelapan barang bukti sabu yang dilakukan oknum Polresta Tanjung Balai sudah menjadi warning bagi Kapoldasu Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak untuk lebih menjalin koordinasi dengan jajaran.
“Tapi buktinya kita lihat sendiri, dalam waktu singkat, tak lama berselang muncul kasus baru. Kalau kita beber satu persatu kasusnya, mungkin lebih dari dua yang terungkap di masyarakat,” ujar Nuriono lagi.
Untuk itu, katanya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diimbau melakukan evaluasi terhadap Kapoldasu Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak. Jangan sampai hal-hal seperti ini merugikan kepolisian dan menjadi preseden buruk terhadap kinerja Kapolri, sebagai pimpinan tertinggi.
Nuriono juga berpendapat bahwa terhadap personil yang menjadi pelaku kejahatan tetap disanksi tegas. Meski ada perdamaian namun pidana tetap jalan. Poldasu, kata dia, harusnya menjadi barometer di Indonesia bagi Polda-Polda lainnya. Karena itulah diperlukan sikap yang tegas sesuai serta sejalan dengan slogan Presisi Kapolri.
“Pemberian hukuman tidak boleh diskriminatif. Jangan tebang pilih terhadap sipil. Hukuman maksimal dialami Bintara namun tidak oleh atasannya seperti perwira. Ini sudah sangat umum dan lazim terjadi. Jadi sekali lagi, saya tegaskan kalau Kapoldasu sudah pantas diganti serta kasus Sumut menjadi evakuasi Kapolri dalam menempatkan orang terbaik di posisi pimpinan,” tandas Nuriono.
Senada disuarakan Ketua Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) Sumut Gerson Siringoringo.
“Sudah jelas sekali Kapoldasu itu gagal. Lihat saja oknum polisi di Tanjungbalai yang berani menggelapkan barang bukti sabu hingga harua dituntut hukuman mati. Belum lagi itu selsai, sudah muncul kasus suap menjerat oknum di Polrestabes Medan,” kata Gerson.
Menurutnya, Kapolri harus jeli melihat kasus narkoba di Sumut. “Kalau memang sudah tidak layak lagi, ganti saja Kapoldasu. Kita tagih janji Kapolri untuk menciptakan polisi yang presisi. Janji menindak pimpinan alias ‘potong kepala’ bukan potong badan atau pun ekor. Karena akan menjadi contoh bagi pimpinan lainnya, agar tidak main-main dalam membina anggota terutama menyangkut kasus narkoba,” terang Gerson dengan nada tegas.
Karena, selaku anak bangsa, Gerson merasa prihatin terkait semakin maraknya peredaran narkotika di Sumatera Utara.
Sebelumnya, dalam kasus yang terjadi di tubuh Polresta Medan, mantan Kasat Narkoba Polrestabes Medan, Kompol Oloan Siahaan dan Kanit AKP Paul Simamora telah menjalani proses sidang kode etik di Mapolda Sumut.
Ada pun hasil dari sidang kode etik tersebut, Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak menegaskan keduanya sudah diberikan hukuman yang sesuai dengan kode etik profesi Polri.
Hanya saja, pun Kompol Oloan Siahaan telah menjalani sidang kode etik, tapi Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak tetap melakukan konferensi pers pada Jumat kemarin.
Pantauan www.tribun-medan.com, Oloan tampak hadir dalam konferensi pers dengan wajah memerah tidak dapat menahan rasa sedih. Ia menggunakan seragam kepolisian lengkap dan menggunakan baret coklat. Wajah Oloan tampak memerah dan seakan ingin menangis.
Memang diketahui, kepercayaan publik merosot teradap Polri. Dari 80,2 persen di November 2021 jadi 74 persen Desember 2021. Ini terkait sejumla kasus yang melibatkan kepolisian. Bahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sempat prihatin dan meminta maaf ke publik
“Untuk melakukan perbaikan dan bentuk komitmen kami berbenah, kami tegaskan bahwa Polri tidak ragu memecat 30, 50, 500 anggota Polri yang merusak institusi dari dalam. Untuk menyelamatkan 400.000 lebih anggota Polri yang telah berbuat baik,” kata Kapolri dalam rapat kerja Komisi III DPR RI, kemarin.
Itu warning keras komandan kepada seluruh jajaran Polri yang belakangan memang melanggar hukum. Atau ogah-ogahan bertugas.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi beberapa hari lalu menyebut, selama sebulan terakhir, polisi ‘dihajar’ isu-isu yang melibatkan kesalahan anggotanya sendiri. (pi/win)