DELISERDANG – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia ( DKPP RI) menggelar sidang Pelanggaran etik atas terlapor Komisioner Bawaslu Deli Serdang Tjarda Sartua Situmorang di Aula Kantor Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Sumatera Utara di Medan. Rabu, 18/6/2025.
Sidang dipimpin oleh Ketua DKPP Edi Lukito bersama dua Anggota Sidang diantaranya Payung Harahap dan diikuti oleh lima Komisioner Bawaslu Deli Serdang serta sejumlah staf.
Hakim DKPP meminta pengadu membacakan point tentang aduan perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh teradu. Dalam penjelasannya Pengadu M Yahya Saragih menyebutkan bahwa teradu terlibat pemenangan salah satu Caleg DPR RI pada Pemilu 14 April 2024 lalu.
Adapun point disebutkan diantaranya bahwa teradu pada bulan Januari 2024 hingga bulan Februari 2024 sebelum hari pemungutan suara pemilu 2024 telah melakukan pengkondisian untuk pemenangan calon legislatif DPR RI dari partai tertentu dengan inisial EPS. Dengan mengakomodir seluruh Panwascam Se- Kabupaten Deli Serdang.
Itu dilampirkan dalam dokumen pengadu dalam bukti pesan Watsapp diterima para panwascam. Dalam pesan itu, teradu memerintahkan pada seluruh anggota panwascam untuk melakukan pemasangan Alat Peraga Kampanye ( APK) caleg DPR RI dimaksud dengan upah pasang sedikitnya Rp 5 jutaan. Pengadu sendiri menerima uang uang transfer sebesar Rp 7 juta dari teradu sebagai upah pasang APK.
Teradu juga memberikan uang Rp 60 juta pada pengadu pada 10 Februari 2024 di hotel Wings Kualanamu dan pemberian uang ini dilakukan tanpa ada tanda terima berbentuk kwitansi.
Bukti lain diantaranya adalah pemberian uang pada Lukas Leo Sibero Ketua Panwascam STM Hilir dengan motif yang sama uang memasang APK caleg EPS dengan upah Rp 5,5 juta yang diberikan pada 20 Januari 2024 melaui transfer rekening. Lukas juga menerima uang Rp 60 juta untuk dibagikan kepada pemilih sebesar Rp 60 juta yang diberikan oleh teradu di hotel Lee Polonia pada 11/2/2025.
Teradu juga memberikan uang pada Panwascam Sibolangit untuk pemasangan APK dan pemenangan Caleg DPR RI, EPS sebesar Rp 122 juta.
Dalam uraian tersebut pengadu berkesimpulan bahwa teradu telah menyalahi prinsip penyelenggara pemilu dengan menggunakan Panwascam untuk kepentingan pribadinya. Teradu sebagai Komisioner Divisi Penanganan Pelanggaran Pemilu justru melakukan praktek politik uang.
Sementara itu teradu didepan hakim menyampaikan bahwa tudingan yang disampaikan pengadu adalah tidak benar dan mengada ada, memang saya dan pengadu sudah lama kenal dari sewaktu menjadi panwascam. Dan hubungan kami sudah terjalin sejak lama.
Terkait dengan dalil pengadu pemberian uang dan pengkondisian caleg adalah tidak benar, termasuk menyuruh memasang APK dan pemberian uang tidak benar. Dengan pemberian uang sebesar Rp 5 juta yang saya berikan pada pengadu adalah batuan untuk pembelian pupuk tanaman kelengkeng pengadu sebagai partisipasi teman.
Tentang uang Rp 60 juta untuk pengkondisian suara bagi caleg tidak benar. Pertemuan dengan pengadu di hotel Wings tidak untuk memberikan uang tapi hanya ngopi biasa.
” Tidak ada saya menyuruh panwascam memasang APK caleg dan memberikan uang. Adapun hubungan saya dengan panwascam sebatas tugas yang saya lakukan sebagai Bawaslu Deli Serdang. Terkait uang yang saya beri pada Lukas saksi pengadu memang benar untuk partisipasi membatu modal usaha kios ponsel miliknya. Begitu juga terkait tuduhan pada panwascam yang lain itu tidak benar dan mengada ada,” tandas teradu Tjarda Sartua Situmorang.
Terkait bantahan didepan Hakim DKPP, pengadu menjelaskan dengan gamblang bahwa ada upaya intervensi dilakukan oleh teradu terhadap para saksi dengan memberikan tekanan selaku komisioner Bawaslu.
Hakim DKPP menanya Pengadu mengapa melaporkan teradu apa karena sakit hati tak terpilih sebagai panwascam lagi. Pengadu mengatakan bahwa ia bermaksud melaporkan kasus ini ke DKPP agar demokrasi dan kebenaran itu terungkap.
” Tidak ada maksud lain, agar kebenaran terungkap dan demokrasi itu benar benar dilaksanakan oleh penyelenggaran pemilu,” tegas Pengadu.
Hakim mencecar teradu karena merasa aneh kenapa hanya satu caleg yang dilaporkan padahal banyak caleg. Coba teradu jelaskan kenapa bisa cuma satu caleg itu yang dilaporkan. Saya mau semua jelas. Tolong diterangkan.
” Sebenarnya didalam pesan Watsapp itu sudah dipotong tidak yang sebenarnya. Tapi karena hand phone saya yang berisi pesan WhatsApp itu rusak,” ucap Hakim.
Hakim mengatakan kalau teradu punya bukti bahwa pesan itu dipotong segera disampaikan. Kalau hand phone rusak itu alasan biasa terjadi.
Pengadu menambahkan pada majelis hakim DKPP. Hal seperti ini tidak memungkinkan ia memfitnah orang untuk kepentingan pribadi. Dan bukti yang disampaikan sudah berdasarkan bukti bukti yang kongkret.
” Ini sudah jelas yang mulia dan tidak ada bukti mengada ada,” sebut Pengadu.
Hakim juga mengkonfrontir teradu terkait pesan Watsapp terkait bahasa yang menyebutkan tentang laporan APK sudah terpasang semua. Ini bersesuaian dengan gambar APK caleg yang sudah terpasang.
” Itu jelas yang dilaporkan pengadu bukan himbauan Bawaslu tapi spanduk caleg. Itukan bukan spanduk Bawaslu mengapa bisa gitu,” ucap Hakim.
Dicecar sedemikian rupa secara detail, kelompok Bawaslu Deli Serdang tampak kesulitan memberikan penjelasan pada hakim DKPP.
Ketua Bawaslu Deli Serdang Febriyandi Ginting menyampaikan pembelaan bahwa mereka sudah melakukan tahapan sesuai aturan berlaku. Meski secara spesifik saya bisa terangkan bahwa pengaduan ini dilakukan pasca proses seleksi panwascam berlangsung.
” Saya juga pernah diperkarakan oleh pengadu dengan perkara yang lain. Tapi terkait laporan yang disampaikan pengadu dalam perkara ini saya tidak tau secara spesifik,” ucap Febriyandi.
Zulkifli juga mengaku pada hakim DKPP bahwa ia juga tidak tau soal masalah bagi duit dan apa yang terjadi dengan perkara ini.
” Saya juga dilaporkan oleh pengadu juga ke DKPP. Terkait C salinan. Dan masuk media rupanya itu ulah PPK salah satu kecamatan di Deli Serdang. Hingga saya sampai direhabilitasi. Jadi terkait pemasangan APK dan bagi duit itu saya tidak tau,” kata Zulkifli.
Hakim mempertanyakan dua orang saksi tidak hadir, pada hal sudah buat pernyataan hadir. Apakah benar ada intimidasi pada mereka dari teradu dan anggota Bawaslu lain.Ketua Bawaslu membantah ada intimidasi yang disebutkan oleh pengadu.
Dalam sidang pengadu membeberkan permintaan teradu untuk membantu Caleg yang dimintanya karena mengaku itu orang tua kandungnya. Hingga permintaan itu saya iyakan.
Hakim DKPP menekankan dalam perkara ini saya tanya Ketua Bawaslu boleh enggak Bawaslu mentransfer uang dengan dalil bantuan pada Panwascam.
Febriyandi Ginting menjawab kalau dalam konteks kemanusiaan tidak ada masalah.
Hakim mengatakan Ini kan tiga orang panwascam ditransfer dengan uang yang sangat besar untuk seorang panwascam yang hanya menerima honor Rp 3,8 juta sebulan.Bukti yang disampaikan pengadu tidak ada keterangan. Itu jumlah besar setengah dari gaji.
” Saya merasa cukup dalam persidangan ini. Baik pengadu maupun teradu bila ada hal yang masih mengganjal DKPP menyampaikan pendapat tertulisnya selama tiga hari setelah sidang ini digelar,” tegas Hakim.
Pengadu memohon pada majelis agar menjatuhkan sangsi tegas pada teradu agar keadilan dan kebenaran proses demokrasi yang diharapkan masyarakat tidak tercurangi lagi. Terlebih lagi dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
Sementara teradu dalam closing statemennya menegaskan bahwa yang disampaikan oleh pengadu merugikan integritasnya sebagai penyelenggara pemilu dan itu semua tidak benar.
” Mohon yang mulia Hakim DKPP agar memberikan putusan agar nama baik saya dibersihkan,” pinta teradu.