LABUSEL (podiumindonesia.com)- Buruh mengancam tak henti berdemo andai aspirasi mereka tak direspon. Ini tertuang dalam aksi yang digelar oleh ratusan buruh tergabung dalam Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (SERBUNDO) Kabupaten Labuhanbatu Selatan saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Labusel, kemarin.
Kedatangan para pengunjuk rasa dikawal ketat pihak keamanan jajaran personel Polsekta Kotapinang beserta Polres Labuhanbatu dan petugas Satpol PP Labusel dijalan Lintas Sumatera, Lingk. Kampung Bedagai, Kelurahan Kotapinang.
“Kaum buruh tidak akan berhenti untuk menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat, bila aspirasi ini tak ditanggapi oleh Dinas Tenaga Kerja dan DPRD Labusel. Lihat tidak satu pun anggota DPRD labusel yang kelihatan untuk menerima aspirasi kita, mereka seakan tidak mengerti tentang nasib buruh,” kata Andi Syaputra Nasution, koordinator aksi.
Pada aksi buruh membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan, buruh bukan budak, pasangon harga mati, dan berharap agar anggota DPRD Labuhanbatu Selatan menerima aspirasi kaum buruh.
Ketua, Serikat Buruh Indonesia (SERBUNDO) Kabupaten Labuhanhatu Raya, Jamaluddin Hasibuan menjelaskan bahwa aksi ini merupakan aksi buruh dan meminta kepala Dinas Tenaga Kerja Labusel serta DPRD Labusel dapat menyelesaikan masalah masalah buruh yang tertindas.
“Kami memberikan surat pemberitahuan unjuk rasa jauh sebelumnya kepada DPRD Labusel, namun kami kecewa DPRD Labusel tidak ada ditempat,” jelas Jamal.
Dikatakan, sejauh ini hak-hak buruh yang seharusnya diterima, sebagaimana diatur UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan belum sepenuhnya diterima.
“Masih banyak buruh yang mengalami sakit berkepanjangan diatas satu tahun belum di PHK dengan menerima upah hanya sebesar 25% di PT PLP seakan takdir yang harus diterima buruh tanpa adanya perlindungan serta pengawas dari pihak pemerintah melalui Disnaker,” tegasnya.
Hingga hari ini, kata Jamal, pelanggaran dan pengebirian hak-hak buruh buruh ini masih terus terjadi. Meski pun, lanjutnya, upaya-upaya ini telah dilakukan kepada pihak pemerintah melalui melalui disnaker dan telah diketahui oleh aparat penegak hukum, namun tak satu pun tindakan pelanggaran ini yang mampu untuk menyeret pihak pengusaha sampai kepengadilan dan instansi terkesan enggan melaksanakan fungsinya sebagai pengawasan.
“Apalagi untuk memproses secara pidana terhadap pelanggaran hak hak normatif yang dilakukan oleh pihak pengusaha. Hukum diduga telah menjadi komoditi, hukum hanya ditegakkan bagi kaum miskin, seperti buruh, namun tumpul kepada penguasa dan pengusaha,” imbuhnya. (swt)