JAKARTA (podiumindonesia.com)-
Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yanuar Prihatin tegaskan mengubah nama Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) tidak akan menyelesaikan masalah, jika subtansinya tidak berubah sama sekali.
“Usulan perubahan RUU Haluan Ideologi Pancasila menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila tidak akan menyelesaikan masalah jika substansinya tidak berubah sama sekali. Apalagi persepsi publik yang terbentuk cenderung negatif terhadap RUU apa pun yang berjudul Pancasila,” ujarnya, Senin (29/6/2020).
Menurut Yanuar, semua pihak harus mampu menahan diri agar masyarakat memiliki kesempatan berpikir lebih jernih, komprehensif, dan kontekstual. Dia menambahkan, saat ini lebih baik duduk kembali bersama mulai dari awal lalu menyamakan cara pandang soal pengaturan Pancasila.
“Apa sebenarnya yang harus diatur soal Pancasila ini dalam bentuk undang-undang,” katanya.
Anggota Komisi II DPRI RI berkata, yang diperlukan saat ini adalah implementasi Pancasila, bukan penafsiran ideologis filosofis tentang Pancasila. Ia meminta agar dihentikan perdebatan ideologis-filosofis-politis yang sudah salah kaprah dalam RUU HIP.
Menurutnya yang diperlukan adalah implementasi Pancasila, bukan penafsiran ideologis Pancasila. “Lebih baik kita bertanya, sudahkah nilai-nilai Pancasila saat ini menyatu dalam pikiran, hati, kata-kata, dan tindakan? Kita memerlukan metodologi, teknik atau cara yang efektif untuk sosialisasi dan operasionalisasi Pancasila yang bisa diterima dan dilakukan semua pihak,” tutur Yanuar.
Sosialisasi Pancasila yang dilakukan hanya oleh MPR dan BPIP saat ini, kata Yanuar masih kurang, tidak memadai, dan belum menyentuh partisipasi semua kalangan. Oleh karena itu, Yanuar berpandangan negara harus membuka peluang dan memfasilitasi agar sosialisasi Pancasila tidak menjadi monopoli lembaga tertentu.
“Ketika semua memperoleh kesempatan untuk terlibat dalam sosialisasi maka Pancasila akan lebih mudah membumi. Nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah menyebar dan menjalar melalui berbagai cara atau teknik yang lebih kreatif, variatif, terpola, berkesinambungan dan berjenjang. Sosialisasi ini bisa melalui organisasi keagamaan, kemasyarakatan, kepemudaan, kemahasiswaan, kewanitaan, lembaga pendidikan formal dan nonformal, organisasi profesi, pers, partai politik bahkan sekelas karang taruna di tingkat desa/kelurahan bisa berperan sangat aktif,” katanya.
Sosialisasi (membumikan nilai-nilai) Pancasila, Ini adalah pekerjaan besar bersama, bukan proyek yang dimonopoli segelintir orang atau lembaga tertentu saja.
Lebih lanjut Ketua DPP PKB ini menjelaskan bahwa tidak boleh lagi menempatkan Pancasila hanya milik segelintir orang, kelompok atau golongan tertentu saja. Penerapan Pancasila di masa lalu harus menjadi pelajaran yang sangat penting agar kita tidak lagi tergelincir pada monopoli tafsir tunggal Pancasila.
“Saat ini, pemerintah dan DPR semestinya bertanggungjawab penuh untuk menempuh dan mendorong agar masyarakat dan semua pihak lebih antusias, happy dan partisipatif dalam sosialisasi Pancasila,” ujar Yanuar Prihatin yang juga motivator pengembangan diri ini.
Dalam konteks itulah diperlukan institusi, lembaga atau badan tertentu yang lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator untuk membangun network sosialisasi Pancasila secara nasional mau pun lokal, bahkan internasional. Lembaga ini harus bersifat nasional, mandiri dan bebas dari campur tangan sepihak penguasa atau partai politik tertentu saja.
“Kita sudah punya lembaga khusus yang mandiri untuk menangani korupsi, hak asasi manusia, pemilu, anak-anak, perempuan, dan masih banyak lagi. Tapi kenapa hingga saat ini tidak punya lembaga khusus yang mengkoordinasikan dan menggerakan kekuatan nasional untuk sosialisasi Pancasila sekaligus standardisasi metodologinya?” ujar Yanuar lebih menegaskan.
Menurut anggota DPR dari Dapi Jabar X ini, BPIP yang ada saat ini tidak tergolong lembaga yang semacam itu karena dibentuk oleh Presiden. Sosialiasai 4 Pilar yang dillakukan oleh para anggota MPR selama ini juga tidak mencerminkan gerakan nasional sosialisasi Pancasila. Lembaga baru ini seyogyanya bisa diawasi dan dikontrol oleh publik dan mendapat jaminan fasilitasi oleh negara. Karena itu lembaga ini dibentuk oleh Presiden dan DPR, beranggotakan individu-idividu yang mewakili keragaman aspirasi, golongan dan kelompok di masyarakat. Individu ini berasal dari kalangan akademisi, organisasi keagamaan, organisasi profesi, kewanitaan dan sebagainya. Direkrut secara terbuka pula, bukan tertutup. Jadi semua orang mempunyai kesempatan sama untuk mengaksesnya.
“Dalam konteks itulah kita memerlukan undang-undang, bukan untuk menafsirkan Pancasila secara sepihak tapi untuk kerja besar bersama sosialisasi dan pemasyarakatan Pancasila. Jika ini yang dimaksudkan, politisi PKB ini yakin bahwa masyarakat dapat memahami dan menerimanya. DPR wajib membuka diri untuk menampung, menyerap dan memperhatikan sungguh-sungguh aspirasi yang berkembang di masyarakat seluas mungkin. Tidak perlu terburu-buru membicarakan hal yang sensitif semacam ini. “Jangan gegabah untuk jalan sendiri membahas Pancasila,” kata putra daerah asal Kuningan ini mengingatkan.
Memberi nama pada institusi atau lembaga ini juga harus hati-hati agar terhindar dari atribusi yang bersifat ideologis-politis. “Badan Sosialisasi Pancasila (BSP) lebih netral namanya dibanding menggunakan istilah pembinaan ideologi,” usul Yanuar Prihatin. (pi/hamdani)
Home NASIONAL Yanuar Prihatin: Nama Badan Sosialisasi Pancasila, Lebih Netral Dibanding Pembinaan Ideologi Pancasila