

MEDAN (podiumindonesia.com)- Tak ada kata yang terucap dari terdakwa 55 kilogram sabu dan 10 ribu ekstasi ini saat keluar dari ruang sidang Cakra 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (11/9/2009).
Wajar saja, pasalnya terdakwa Hendri Yosa divonis hukuman mati oleh majelis hakim diketuai Dominggus Silaban. Putusan ini sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Henny Meirita. Ketua majelis hakim, Dominggus Silaban menilai pemuda asal Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, ini terbukti bersalah melanggar pidana pasal 114 (2) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
“Terdakwa telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli narkotika yang beratnya lebih dari 5 gram. Menjatuhkan pidana terhadap Hendri Yosa dengan pidana mati,” ujar Dominggus di PN Medan.
Ada pun hal yang memberatkan terdakwa karena tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkotika. Setelah mendengarkan vonis dari majelis hakim, Hendri Yosa beserta kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir terhadap hukuman maksimal tersebut.
“Pikir-pikir majelis,” ujar Hendri Yosa. Dalam berkas dakwaan, pada pukul 00.30 WIB, Selasa (19/2/2019) Hendri Yosa saat berada di dalam bus ditangkap petugas Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut di Jalan lintas Medan-Banda Aceh, Besitang, Langkat, Sumatera Utara. Kemudian, petugas menangkap Hendri Yosa beserta barang bukti sabu seberat 55 kilogram dan 10.000 butir pil ekstasi.
Hendri Yosa merupakan orang suruhan dari ADI yang saat ini masih buron. ADI memerintahkan Hendri Yosa untuk mengantarkan narkotika tersebut ke Medan, dan berangkat dari Lhokseumawe. Sebelumnya, narkotika itu diambil Hendri Yosa dari NEK yang saat ini masih buron. Belakangan diketahui, Hendri Yosa menerima tawaran menjadi kurir narkotika lantaran ingin membayar cicilan sepeda motor. (pi/syahduri)