LANGKAT (podiumindonesia.com)- Eksistensi kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Langkat sejauh ini sangat-sangat dipertanyakan. Ketidakkonsistenan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) selama tiga periode Pilkada di luar motto Luber alias Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.
Ini tampak dari jumlah DPT 2008 sekitar 722.278 orang. Anehnya, DPT 2013 malah berkurang. Jumlahnya 698.950 pemilih. Ada pengurangan 23.328 jiwa (dari DPT 2008-2013). Delik KPUD Langkat saat itu pengurangan jumlah pemilih 2013 karena meninggal dunia dan kepindahan penduduk.
Bisa-bisa saja alasan itu. Hanya saja, kuat indikasi membengkaknya pemilih pada 2008 karena pesanan salah satu calon. Apalagi Pilkada 2008 sempat jadi pergunjingan hingga masuk ke ranah hukum.
Ya, seperti diketahui, ketika itu kubu Asrin Naim dan Legimun menyatakan legitimasi pemenang Pilkada 2008 sebagaimana keputusan KPUD Langkat (Ngogesa Sitepu-Budiono) tidak sah. Bahkan tim Asrin Naim-Legimun mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, MK memutuskan untuk memenangkan Ngogesa Sitepu-Budiono pemenang Pilkada 2008 lalu.
Padahal kalau ditilik dari kasus perkasus, seharusnya setiap bergulir pesta demokrasi lima tahunan tersebut dipastikan ada peningkatan jumlah pemilih. Bukan malah pengurangan seperti yang terjadi pada 2008-2013. Artinya, bakal ada peningkatan dari jumlah pemilih pemula. Andai pun ada yang meninggal dunia atau pindah jumlah pemilih, itu hanya sekian persen saja.
Inilah unik dan mirisnya Pilkada Langkat. KPUD bisa dipesan atau sengaja dikondisikan? Pertanyaan tersebut menguap. Pun begitu, validasi KPUD seolah harga mati. Ibarat kata ‘Biar Anjing Menggonggong Kafilah Tetap Berlalu’. Sungguh isyarat (utak-atik DPT) itu di luar perkiraan manusia normal.
Lain halnya jumlah DPT 2017 ini. Genderang Pilkada Langkat yang bergulir sejak September mulai umbar janji bagi para calon bupati. Jelang pemilihan Juni 2018 mendatang, KPUD Langkat menyatakan bahwa jumlah DPT sebanyak 714.017 orang.
Angka tersebut masih masih kalah jika dilihat dari DPT 2008. Naik-turun jumlah DPT selama tiga periode gelaran Pilkada, toh nyatanya DPT 2008 (722.278 orang) masih unggul jauh dari DPT 2017 (714.017).
Ada perbedaan sekitar 8.261 pemilih (722.278-714.017). Dari jumlah tersebut entah apa lagi alasan KPUD Langkat membuat pembenaran. Apakah para pejabat KPUD Langkat tak melihat dari track record terdahulu? Ataukah, ya (masih) sengaja diatur demi kepentingan seorang calon!
Mungkinkah KPUD Langkat ‘dibutakan’ oleh uang? Atau sengaja ‘membutakan’ mata demi kepentingan sepihak. Laiknya KPUD berperan absolut tanpa dipengaruhi oleh partai, calon, atau kepentingan. Bukan malah membuat masyarakat bingung dengan segala trik dan intrik skema pemenangan sang pemesan.
Alhasil, masyarakat yang bijak di Kabupaten Langkat menilai bahwa hasil rekap DPT KPUD Langkat menyebut ngawur. Gampang diatur, dalih pembenaran, bukan bersikap absolut tapi inidikasi keberpihakan.
Anehnya dalam kasus perubahan DPT KPUD Langkat selama tiga periode pemilihan seolah tak tersentuh hukum. KPUD Sumut selaku pemegang kuasa tingkat provinsi dan KPU Pusat sebagai penjamin murninya Pilkada Daerah, malah diam seribu bahasa.
Jaminan pemangku jabatan KPUD yang diangkat lewat janji di atas kitab suci masih jauh dari harapan. Tak pernah merasa berdosa, malah menganggap diri pengambil keputusan sebenarnya. Inilah kasus DPT ‘Ngawur’ Pilkada di era periodesisasi reformasi.
Pembenahan lini KPU hingga ke daerah belum menyentuh pembenaran sesungguhnya. Masih berbau curang serta berbalut dusta. Walau ujung-ujungnya yang kalah diperbolehkan menempuh jalur hukum, tapi toh tak menjamin pemurnian. Data DPT ‘Ngawur’ masyarakat pun dibuat ‘Ngelindur’ dininabobokkan kekuasan sementara.
Apakah mereka tak takut dosa dan azab Tuhan sang pencipta? Mari buka mata dan akui kesalahan. Yang hak tetap hak dan bathil tetap bathil. Semoga dengan tulisan ini bisa menyadarkan mereka para pemangku kuasa. (***)