BERITA UTAMANASIONALSumut

NU Penyelamat NKRI Dari Para Penghianat Bangsa

 

WAMPU (podiumindonesia.com)- Dalam pertemuan silaturahmi dan konsolidasipembentukan struktur pengurus MWC di 6 Kecamatan Kabupaten Langkat Jumat (01/11/2019) di kediaman T. Syaiful Anhar mantan ketua GP Ansor Langkat, H. Syahrial AMS SH M. Hum menceritakan keberadaan NU dari zaman ke zaman.

NU selalu hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai perekat bangsa yang majemuk. Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir NU ikut andil didalamnya. Peran NU merumuskan dasar Negara yaitu piagam Jakarta Dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

Tujuh kata ini diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa demi persatuan dak kesatuan bangsa. Dengan situasi Negara gonjang ganjing NU tampil berada digarda paling depan menyelamatkan NKRI dari para penghianat bangsa, seperti yang terjadi pada pembemberontakan G 30 S PKI.

Lanjutnya, Ketua Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat ini menyebut, sejak Orde Lama NU dikerdilkan oleh pemerintahan yang saat itu berkuasa. Hal yang sama juga dialami NU di zaman Orde Baru. NU dikerdilkan, padahal Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Sejak didirikannya pada 16 Rajab 1344/31 Januari 1926 di Surabaya atas prakarsa KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahab Hasbullah, NU terus terlibat pada pemerintahan Indonesia khusunya dalam bidang perpolitikannya.

Banyak sekali hal-hal yang dialami oleh NU sejak awal pendirian tahun 1926 yang pada waktu kolonialisme Belanda masih berkuasa di Indonesia hingga sekarang ini. Keterlibatan NU dalam dunia politik semakin terlihat ketika NU bergabung dalam Masyumi sebagai partai politik.

Namun kedudukan NU dalam kepengurusan Masyumi tidak terwakili di badan eksekutif dan hanya menduduki dewan syuro yang tidak banyak menentukan terhadap kebijakan partai bahkan sampai akhirnya dewan syuro diturunkan, kedudukannya hanya menjadi penasehat partai.

“Keretakan di tubuh Masyumi akibat berbagai polemik membuat NU memutuskan untuk keluar dari Masyumi pada tahun 1952. Setelah keluar dari Masyumi, NU secara institusi telah siap berubah,” kisahnya.

Orientasi visi dan misi jika semula NU sebagai organisasi keagamaan maka sekarang menjadi organisasi politik. Pada Pemilu pertama yang diikuti NU setelah resmi menjadi partai politik adalah pada tahun 1955. Hasil yang cukup memuaskan yaitu NU berada pada posisi ketiga dibawah PNI dan Masyumi.

“Meski pun NU merupakan partai baru namun mengingat NU merupakan suatu organisasi yang mempunyai massa yang cukup banyak, tidak heran jika NU mampu menjadi tiga besar saat Pemilu 1955,” terang H. Syahrial.
Ketika Soekarno memberlakukan Demokrasi Terpimpinnya, hingga muncul slogan NASAKOM, membuat posisi NU sangat dilematis. Di satu sisi NU mempunyai kedudukan yang dekat dengan Soekarno namun di sisi lain NU sangat membenci PKI. Sikap tegas NU pun diambil, ia lebih mementingkan kemaslahatan umat. Dan oleh karena itu ia akan ikut berperan aktif dalam penumpasan PKI. NU sejak lama telah curiga dan membenci PKI, kebencian NU semakin menjadi ketika PKI melancarkan gerakan yang dikenal dengan “Aksi Sepihak”.

Kader-kader PKI terutama aktivis-aktivis organisasi tani BTI (Barisan Tani Indonesia) secara sepihak memaksa pembagian tanah dan hasil pertanian kepada petani-petani diberbagai desa khususnya di pulau Jawa. NU kemudian melakukan konsolidasi secara matang dan barisan NU.

Peran NU di era Orde Baru, memainkan peran kunci dalam peralihan kekuasaan secara bertahap setelah dalam beberapa hari saja Jenderal Soeharto berhasil menumpas G 30 S. Di samping keikutsertaan para aktivis radikalnya dalam demostrasi-demonstrasi mahasiswa di tahun 1966, NU juga memainkan peran yang sangat penting dalam pengambilalihan kekuasaan secara konstitusional oleh jenderal Soeharto.

Bagi para jenderal yang menekankan keabsahan peralihan kekuasaan, NU merupakan satusatunya pasangan yang dapat dijadikan tumpuan harapan. Masyumi menjadi partai yang terlarang tahun 1960 dan diawasi pemerintah, sementara partai-partai lainnya terlalu kecil untuk berperan. Pada saat itu, dua orang NU memainkan peran yang menentukan, yaitu Achmad Sjaichu di DPR-GR dan Subchan di MPRS. Meski pun semula NU.

Pada Pemilu 1971 ini, NU dengan tegas menyatakan sikapnya untuk tetap bersaing dengan Golkar, salah satu partai yang terkuat pada Orde Baru. Bahkan Kiai Bisri mengeluarkan fatwa yang menyatakan umat Islam wajib ikut serta dalam pemilu dan memberikan suaranya untuk NU. Kampanye Pemilu dilakukan NU di semua lapisan masyarakat.

Pada akhir kampanyenya, partai NU yakin bahwa mereka akan meraih kemenangan namun yang mereka targetkan meleset. Golkar muncul sebagai mayoritas yang jauh meninggalkan pesaing-pesaingnya dengan 231 kursi di DPR (62,8% suara), partai NU hanya mendapatkan 58 kursi (16,8% ).

Kedua partai besar pada masa Orde Lama yaitu PNI dan Parmusi yang merupakan penerus Masyumi, mendapatkan masing-masing 6.9 % dan 5,4% suara.6 Sejak pemilu 1971 yang menempatkan Golkar sangat unggul terhadap partai-partai lain, membuat pemerintah semakin berkuasa terhadap sistem politik. NU kehilangan Departemen Agama yang sejak kemerdekaan hampir selalu dipercayakan kepadanya dan sejak tahun 1963 menjadi Departemen Keempat terbesar di Indonesia.
Pengelolaan NU terhadap Departemen Agama dituduh buruk padahal tidak. Masuknya NU ke dalam PPP Langkah lebih signifikan diambil lebih tegas lagi oleh pemerintah. Partai NU harus menghadapi penyatuan partai atau fusi. Partai NU diharuskan untuk menjadi bagian pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bersama Parmusi, PSII dan Perti.
Kelompok Persatuan Pembangunan yang berbentuk konfederensi terus saling mengadakan pendekatan secara intensif dalam rangka mendahului realisasi pemerintah untuk berfusi kedalam satu parpol, sebelum UU Parpol dan Golkar akan memaksanya demikian. Namun usaha melanjutkan hubungan dari konfederensi menjadi fusi partai secara tuntas tidaklah selalu berjalan mulus meskipun sama-sama partai Islam.

Di antara partai itu masih ada yang meragukan, salah satunya PSII, secara tegas mereka menolak terhadap fusi partai. Tidak jauh berbeda dengan PSII, Partai NU juga menolak fusi partai pada Muktamar 25, 20-25 Desember 1971 di Surabaya. Alasan NU menolak yaitu ketakutan akan menjadi minoritas di partai yang akan dibentuk itu. Padahal selama ini NU menduduki peringkat kedua dalam perolehan suara setelah Golkar.

Penegasan bahwa NU tidak lagi terikat oleh PPP. NU memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk menyalurkan aspirasi politiknya ke mana saja. Untuk memperkuat legitimasi itu, Munas 1983 mengeluarkan rekomendasi larangan perangkapan jabatan pengurus NU dengan jabatan pengurus organisasi politik mana pun. Salah satu dasar yang menjadi pertimbangan adalah bahwa perangkapan jabatan disamping berakibat terbaginya perhatian dan kesungguhan untuk melaksanakan tugas sosial keagamaan, tetapi juga dapat menghambat usaha penampilan citra dan pelaksanaan kembalinya NU sebagai jam’iyah diniyah NU terus memberikan kontribusi bagi Indonesia mengingat tujuan utama berdirinya NU.

NU berjuang semata-mata untuk keutuhan bangsa dan dalam perjuangan NU tidak pernah minta-minta jabatan. Seperti Pilpres kemarin. Di kabinet yang disusun Jokowi menteri agama menjadi jatah NU pada pemerintahan terdahulu tapi diberikan Jokowi pada sosok meliter. NU menerimanya dengan lapang dada karena NU simpulnya hidup tidak mati. “NU tidak kaku, NU terbuka untuk siapapun karena NU adalah rumahnya umat Islam yang sejuk damai dan toleran,” ujarnya.

“Sejak dari dulu NU di Langkat, ya seperti ini. Mari sama-sama kita benahi bersama. PW NU Wilayah berpesan pada saya hadirkan 5 ulama untuk menyusun kepengurusan NU Langkat untuk mengisi pos-pos yang tersedia. Mustasyar (Penasehat) A’wan (Pertimbangan) Syuriyah (Pimpinan tertinggi)Tanfidziyah (Pelaksana harian),” imbuh H. Syahrial.

Pengurus NU Langkat yang dibentuk nanti jangan bermuka dua, atau bermain dua kaki. Pengurus NU harus patuh pada NU bukan pada penguasa, partai politik PKB atau PPP. Jangan pula masuk pengurus NU ingin mencari jabatan di pemerintahan.

“Jabatan itu akan datang dengan sendirinya jika NU besar, maka mari sama-sama kita besarkan NU di Langkat. Setelah besar jabatan akan datang sendiri,” ujarnya menutup arahannya pada peserta acara konsolidasi dan silaturahmi 6 MWC NU Kabupaten Langkat. (rusdi)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button